KEJADIAN PENYAKIT RISIKO DAN DETERMINAN PENYAKIT Trisno Agung

  • Slides: 59
Download presentation
KEJADIAN PENYAKIT, RISIKO DAN DETERMINAN PENYAKIT Trisno Agung Wibowo

KEJADIAN PENYAKIT, RISIKO DAN DETERMINAN PENYAKIT Trisno Agung Wibowo

- KESAKITAN - KEMATIAN - KUALITAS HIDUP (Keterpaparan Risiko) Ukuran DAMPAK Secara Epidemiologi

- KESAKITAN - KEMATIAN - KUALITAS HIDUP (Keterpaparan Risiko) Ukuran DAMPAK Secara Epidemiologi

? MANFAAT PENGUKURAN KEJADIAN PENYAKIT DI MASYARAKAT (STATUS KESEHATAN)

? MANFAAT PENGUKURAN KEJADIAN PENYAKIT DI MASYARAKAT (STATUS KESEHATAN)

PENGUKURAN KEJADIAN PENYAKIT DI MASYARAKAT (STATUS KESEHATAN) Bagian awal dari proses kajian epidemiologi Dapat

PENGUKURAN KEJADIAN PENYAKIT DI MASYARAKAT (STATUS KESEHATAN) Bagian awal dari proses kajian epidemiologi Dapat Untuk menghitung risiko (Efek terhadap kesehatan karena paparan) Selanjutnya Membandingkan kejadian (insidensi) pada dua kelompok atau lebih dengan paparan yang berbeda

Ukuran Frekuensi masalah Kesehatan Menggunakan : Rate, Proporsi, Ratio, 1. Ratio PENGUNAAN X Rumus

Ukuran Frekuensi masalah Kesehatan Menggunakan : Rate, Proporsi, Ratio, 1. Ratio PENGUNAAN X Rumus umum : -----Y - X dan Y saling berbeda (pembilang tdk merupakan bagian dari penyebut). - Contoh sex ratio. 2. Proporsi - 3. Rate - X merupakan bagian dari Y. Contoh proporsi penduduk berusia produktif di Kab Gunung kidul. X menyatakan kejadian suatu peristiwa pada suatu periode waktu. - Y populasi yang berisiko untuk terkena suatu peristiwa pada suatu periode waktu. - Contoh : Insidens rate, Prevalens rate, CFR, CDR.

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT DAN CARA PERHITUNGANNYA X Rumus = ------ x K Rumus umum

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT DAN CARA PERHITUNGANNYA X Rumus = ------ x K Rumus umum Y 1. Angka Insidensi ( Incidence Rate Penyakit/IR ) Pembilang ( X )= Jumlah kasus baru penyakit tertentu disuatu wilayah dalam periode waktu tertentu. Penyebut (Y) = Populasi yang beresiko terkena penyakit pada wilayah dan periode waktu yang sama. Konstanta (K) = 10, 1000, 100. 000. Manfaat = 1. Potret maslah penyakit ttt. 2. Angka beberapa periode dpt digunakan unt memperkirakan kecenderungan dan fluktuasi penyakit. 3. Pemantauan evaluasi upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit. 4. Perbndingan angka insiensi antar wilayah dan antar waktu. Interprestasi = Makin besar angka insidensi berarti makin besar masalah penyakit tsb.

KASUS DBD DI DIY 2006 sd 2010 Sumber : Seksi P 2, Dinkes Provinsi

KASUS DBD DI DIY 2006 sd 2010 Sumber : Seksi P 2, Dinkes Provinsi DIY Tahun 2011

2. Angka Prevalensi ( Prevalen Rate/ PR) Pembilang (X): Jumlah kasus lama dan baru

2. Angka Prevalensi ( Prevalen Rate/ PR) Pembilang (X): Jumlah kasus lama dan baru penyakit ttt di wilayah ttt pada periode ttt. Penyebut (Y): Jumlah penduduk beresiko di wilayah ttt pada periode ttt. Konstanta (K): SDA Manfaat : 1. Untuk mengetahui tingkat keganasan, durasi penyakit. Interpretasi : 1. Semakin tinggi prevalensi suatu penyakit, berarti penyakit tidak ganas. 2. Semakin rendah durasi penyakit semakin rendah angka prevalensi.

Hubungan antara IR dan PR ?

Hubungan antara IR dan PR ?

PR = IR X D Atau P=IXD

PR = IR X D Atau P=IXD

3. Attac Rate Penyakit Wabah (AR) Pembilang (X) = Jml kasus penyakit sejak ditemukannya

3. Attac Rate Penyakit Wabah (AR) Pembilang (X) = Jml kasus penyakit sejak ditemukannya kasus penyakit pertama sampai dengan berakhirnya masa inkubasi ka sus terakhir penyakit tersebut dalam kelompok masya rakat terancam di wilayah tertentu. Penyebut (Y) = Jumlah penduduk yang terancam di wilayah dan pada periode waktu yang sama. Konstanta (K) = SDA. Manfaat = 1. Untuk mengetahui kecepatan dan jangkauan penyeba ran suatu penyakit di suatu wilayah pada suatu wabah. 2. Untuk mengetahui Keberhasilan upaya pencegahan dan penanggulangan wabah. Interpretasi : Bila Attac Rate suatu penyakit tinggi, berarti kecepatan dan jangkauan penyebaran penyakit tinggi.

Distribusi Frekuensi Kasus Kejadian Luar Biasa Hepatitis A Berdasarkan Asal Kelas Di SMU N

Distribusi Frekuensi Kasus Kejadian Luar Biasa Hepatitis A Berdasarkan Asal Kelas Di SMU N I Temon Kabupaten Kulonprogo, 2002

Attack Rate Kasus Hepatitis A Berdasarkan Jenis Kelamin Di SMU N I Temon Kabupaten

Attack Rate Kasus Hepatitis A Berdasarkan Jenis Kelamin Di SMU N I Temon Kabupaten Kulon Progo, 2002

? KONSEP-KONSEP EPIDEMIOLOGI PENYEBARAN PENYAKIT

? KONSEP-KONSEP EPIDEMIOLOGI PENYEBARAN PENYAKIT

A. Pendekatan Epidemiologi 1. Pendekatan dengan model segitiga epidemiologi: Menggambarkan adanya interaksi antara, Host

A. Pendekatan Epidemiologi 1. Pendekatan dengan model segitiga epidemiologi: Menggambarkan adanya interaksi antara, Host (penjamu) Agent (Agen Penyebab) Environment (Lingkungan)

H A = Sehat E H A = Sakit E A H = Sakit

H A = Sehat E H A = Sakit E A H = Sakit E

2. Model Roda Lingkungan Sosial Manusia Inti Genetik (keturunan) Lingkungan Fisik Lingkungan Biologis

2. Model Roda Lingkungan Sosial Manusia Inti Genetik (keturunan) Lingkungan Fisik Lingkungan Biologis

3. Model Jaring-Jaring (sarang laba-laba) F 1 Manusia F 2 SAKIT F 3 F

3. Model Jaring-Jaring (sarang laba-laba) F 1 Manusia F 2 SAKIT F 3 F 4 F 5 Terjadinya penularan penyakit karena manusia kontak dengan penyebab sakit, diantara penyebab sakitpun berin teraksi untuk memperkuat/melemahkan terjadinya sakit

RISIKO KEJADIAN PENYAKIT

RISIKO KEJADIAN PENYAKIT

Risiko ? Efek terhadap kesehatan karena paparan

Risiko ? Efek terhadap kesehatan karena paparan

MANFAAT DIKETAHUINYA RISIKO SAKIT ? Menggambarkan besar Permasalahan kesehatan yang disebabkan paparan Menentukan prioritas

MANFAAT DIKETAHUINYA RISIKO SAKIT ? Menggambarkan besar Permasalahan kesehatan yang disebabkan paparan Menentukan prioritas tindakan Memperkirakan sejauh mana sebuah asosiasi mencerminkan hubungan sebab akibat

Hasil Penelitian Faktor Risiko Hepatitis A Di SMU N I Temon Kabupaten Kulonprogo, 2002

Hasil Penelitian Faktor Risiko Hepatitis A Di SMU N I Temon Kabupaten Kulonprogo, 2002

Membandingkan Insidensi (kejadian sakit) dengan paparan yang berbeda dapat dengan Beberapa peendekatan penelitian :

Membandingkan Insidensi (kejadian sakit) dengan paparan yang berbeda dapat dengan Beberapa peendekatan penelitian : Cross Sectional. Case Control. Khohort

D+ E+ E+ DD+ atau E- ED- E+ D+ D- ECross Sectional Pertanyaan kunci

D+ E+ E+ DD+ atau E- ED- E+ D+ D- ECross Sectional Pertanyaan kunci : Apakah paparan mendahului akibat atau paparan terjadi setelah Terjadi akibat ?

(a) E+ Kasus ( D +) (c) E (b) E+ Kasus ( D -)

(a) E+ Kasus ( D +) (c) E (b) E+ Kasus ( D -) (d) E- E+ E- D+ D- a b c d a/c OR= b/d = ad/bc Case Control

STUDI KOHORT Sakit Terpapar Tidak Populasi Sakit Tidak terpapar Kelompok studi Sekarang Magister Epidemiologi

STUDI KOHORT Sakit Terpapar Tidak Populasi Sakit Tidak terpapar Kelompok studi Sekarang Magister Epidemiologi Lapangan - Universitas Gadjah Mada Tidak sakit Outcome Masa datang

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total Insidens di kelompok terpapar RR = Indidens di kelompok tak terpapar a/a+b Relatif Risk = -------c /c+d = a/a+b X c+d /c ac + ad =-------ac + bc

BAGAIMANA MEMBANDINGKAN KEJADIAN PENYAKIT ? 1. Perbandingan Mutlak 2. Perbandingan Relatif ABSOLUT RISK ATRIBUT

BAGAIMANA MEMBANDINGKAN KEJADIAN PENYAKIT ? 1. Perbandingan Mutlak 2. Perbandingan Relatif ABSOLUT RISK ATRIBUT RISK RATIO RELATIF RISK ODSS RATIO

1. ABSOLUT RISK ( PERBANDINGAN MUTLAK) / Risiko Mutlak ( Perbedaan Risiko) Perbedaan risiko

1. ABSOLUT RISK ( PERBANDINGAN MUTLAK) / Risiko Mutlak ( Perbedaan Risiko) Perbedaan risiko yang ditimbulkan oleh paparan / risiko mutlak. Selisih dalam tingkat kejadian (insidensi) antara kelompok terpapar dengan tidak terpapar Berguna untuk menggambarkan besar Permasalahan kesehatan yang disebabkan paparan

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100.

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100. 000 Tidak Pernah 70 395. 594 17, 7 Mantan 65 232. 712 27, 9 Perokok 139 280. 141 49, 6 Total 274 908. 447 30, 2 Sumber : Bonita. , et all , 1988 Absolut Risk= 49, 6 – 17, 7 = 31, 9 per 100. 000 “ Adanya perbedaan risiko (karena paparan) terlihat pada insidensi stroke”

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total Absolut Risk = ( I E +) – ( I E -) = a/a +b – c / c+d

2. ATRIBUT RISK ( Risiko Karena terpapar) / Fraksi etiologis. Membagi perbedaan risiko antara

2. ATRIBUT RISK ( Risiko Karena terpapar) / Fraksi etiologis. Membagi perbedaan risiko antara insidensi kelompok terpapar dan insidensi pada kelompok tidak terpapar dengan Insidensi pada kelompok terpapar Menggambarkan proporsi penyakit yang dapat dihindari bila tidak ada Paparan. Misal Atribut Risk karena paparan rokok dengan kejadian Strok 64 % , berarti bila tidak merokok risiko strok dapat diturunkan 64 %. Dapat digunakan untuk menentukan prioritas tindakan, Atribut Risk Karena paparan yang tinggi, merupakan prioritas penanggulangan

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total Atribut Risk = Total a/a+b - c/c+d ---------a/a+b

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100.

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100. 000 Tidak Pernah 70 395. 594 17, 7 Mantan 65 232. 712 27, 9 Perokok 139 280. 141 49, 6 Total 274 908. 447 30, 2 49, 6 -17, 7 Atribut Risk = ------- X 100 = 64 % 49, 6

3. RISK RATIO ( Ratio Risiko penyakit dlm populasi ) Ukuran Tingkat penyakit (insidensi)

3. RISK RATIO ( Ratio Risiko penyakit dlm populasi ) Ukuran Tingkat penyakit (insidensi) dalam satu populasi Yang disebabkan karena paparan Insidensi pada populasi total – Insidensi pada kelompok tidak terpapar Dibagi Insidensi populasi total Memperkirakan kejadian penyakit diseluruh populasi akan berkurang jika paparan dihilangkan, misal Risk Ratio rokok terhadap strok 41, 4 %, berarti bila paparan rokok dihilangkan maka insidensi strok dalam populasi akan berkurang 41, 4 %.

D+ D E+ a b a+b E- c d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D E+ a b a+b E- c d c+d a+c b+d a+b+c+d Total a+c/ a+b+c+d – c/ c+d Risk Ratio = ------------------a+c/ a+b+c+d

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100.

Contoh : Katagori merokok Jumlah Kasus Stroke Populasi berrisiko Insidens Rate Stroke Per 100. 000 Tidak Pernah 70 395. 594 17, 7 Mantan 65 232. 712 27, 9 Perokok 139 280. 141 49, 6 Total 274 908. 447 30, 2 Risk ratio = 30, 2 – 17, 7 ------- X 100 = 41, 4 % 30, 2

4. RELATIF RISK (Risiko Relatif penyakit ) Rasio Risiko dari Insidensi terpapar dibanding insidensi

4. RELATIF RISK (Risiko Relatif penyakit ) Rasio Risiko dari Insidensi terpapar dibanding insidensi tidak terpapar Indikator yang baik untuk mengetahui Kekuatan asosiasi Untuk Memperkirakan sejauh mana sebuah asosiasi mencerminkan hubungan sebab akibat

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total a/a+b Relatif Risk = -------c /c+d = a/a+b X c+d /c ac + ad =-------ac + bc Total

5 - ODSS RATIO (Ratio Odss penyakit ) Perbandingan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan

5 - ODSS RATIO (Ratio Odss penyakit ) Perbandingan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya peristiwa Pendekatan terhadap Relatif Risk Untuk Memperkirakan sejauh mana sebuah asosiasi mencerminkan hubungan sebab akibat

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total

D+ D- E+ a b a+b E- C d c+d a+c b+d a+b+c+d Total a/c Odss ratio = -------b/d a/b Odss ratio = -------c/d = = ad/bc

Determinan ( Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Timbulnya Penyakit)

Determinan ( Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Timbulnya Penyakit)

Inferensi kausal (Generalisasi Penyebab sakit) dan model kausalitas (Model Hub Sebab-akibat) I. Konsep kausasi

Inferensi kausal (Generalisasi Penyebab sakit) dan model kausalitas (Model Hub Sebab-akibat) I. Konsep kausasi (konsep hubungan sebab-akibat) : a. Pendekatan determinisme. Menggunakan hasil riset sebelumnya untuk mengambil keputusan hubungan sebab-akibat. b. Pendekatan probabiilitas. Menggunakan teori statistik, untuk mengurangi kesalahan dalam penarikan kesimpulan hubungan sebab akibat.

Pendekatan Determinisme

Pendekatan Determinisme

Pendekatan determinisme murni: X Y Disebut dengan model kausasi tunggal (adanya penyebab X, mengakibatkan

Pendekatan determinisme murni: X Y Disebut dengan model kausasi tunggal (adanya penyebab X, mengakibatkan terjadinya akibat Y). Pendekatan determinisme dengan modifikasi : Model kausasi majemuk: 1. Model segitiga epidemiologi. 2. Model roda. 3. Jaring-jaring laba-laba.

Misal : Penelitian Faktor Risiko Kejadian Penyakit jantung Koroner (PJK) Kerangka Konsep : Variabel

Misal : Penelitian Faktor Risiko Kejadian Penyakit jantung Koroner (PJK) Kerangka Konsep : Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y) Merokok Minum Kopi Jenis Kelamin PJK

Secara Logis Sebuah penyebab harus mendahului akibatnya (Penyakitnya) Penyebab dianggap memadahi (sufisien) bila mengawali

Secara Logis Sebuah penyebab harus mendahului akibatnya (Penyakitnya) Penyebab dianggap memadahi (sufisien) bila mengawali sebuah penyakit (misal : infeksi BTA TBC Paru Penyebab disebut perlu bila sebuah penyakit tidak dapat berkembang tanpa kehadirannya (misal : Suhu tertentu TBC Paru

PENYEBAB YANG MEMADAHI TIDAK SELALU SEBUAH FAKTOR TUNGGAL, KEMUNGKINAN BEBERAPA KOMPONEN Faktor yang berdiri

PENYEBAB YANG MEMADAHI TIDAK SELALU SEBUAH FAKTOR TUNGGAL, KEMUNGKINAN BEBERAPA KOMPONEN Faktor yang berdiri sendiri acap kali tidak memadahi dan bukan penyebab yang perlu

Genetik Pemaparan terhadap Bakteri Infasi jaringan Malnutris Penjamu yang Rentan Perumahan Padat Infeksi Tuberkulosis

Genetik Pemaparan terhadap Bakteri Infasi jaringan Malnutris Penjamu yang Rentan Perumahan Padat Infeksi Tuberkulosis Kemiskinan Faktor Risiko TBC Mekanisme tuberkulosis Contoh : Penyebab-penyebab TBC

FAKTOR-FAKTOR DALAM HUBUNGAN SEBAB- AKIBAT 1. FAKTOR –FAKTOR PREDISPOSISI (meningkatkan kerentanan ). (Umur, Jenis

FAKTOR-FAKTOR DALAM HUBUNGAN SEBAB- AKIBAT 1. FAKTOR –FAKTOR PREDISPOSISI (meningkatkan kerentanan ). (Umur, Jenis Kelamin, penyakit terakhir yang diidap) dapat meningkatkan kerentanan. 2. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMUNGKINKAN (mendorong terjadinya pengembangan penyakit). (Pendapatan rendah, gizi buruk, perumahan kumuh, perawatan yang tidak adekuat, mendorong terjadinya pengembangan penyakit). 3. FAKTOR- FAKTOR PENCETUS Misal : paparan terhadap agent penyakit yang mungkin berasosiasi dengan terjadinya penyakit. 4. FAKTOR PEMBERAT Misal : Pengulangan paparan, dapat mendorong kearah terjadinya penyakit.

INTERAKSI Efek dari dua macam penyebab atau lebih yang bekerja secara bersama-sama acap kali

INTERAKSI Efek dari dua macam penyebab atau lebih yang bekerja secara bersama-sama acap kali lebih besar, karena adanya interaksi

Tingkat kematian akibat kanker paru per 100. 000 penduduk dalam hubungannya dengan menghisap rokok

Tingkat kematian akibat kanker paru per 100. 000 penduduk dalam hubungannya dengan menghisap rokok dan paparan akibat debu asbetosis Paparan asbestos Riwayat menghisap rokok Tidak Ya Ya Sumber : Hammond et al. , 1979 Kematian akibat kanker Paru/ 100. 000 11 58 123 602

KRITERIA KAUSASI / PEDOMAN SEBAB AKIBAT( Branford Hill , 1971) : 1. Kekuatan Asosiasi

KRITERIA KAUSASI / PEDOMAN SEBAB AKIBAT( Branford Hill , 1971) : 1. Kekuatan Asosiasi Makin kuat hubungan paparan dan penyakit, makin kuat keyakinan bahwa hubungan tersebut bersifat kausal. 2. Konsistensi Makin konsisten dengan riset-riset lainya yang dilakukan pada populasi dan lingkungan yang berbeda makin kuat pula keyakinan hubungan kausal. 3. Spesifisitas Makin spesifik efek paparan, makin kuat kesimpulan hubungan kausal, makin spesifik penyebab makin kuat hubungan kausal.

4. Kronologi waktu (hubungan temporal) Hubungan kausal harus menunjukkan sekuen waktu yang jelas, yaitu

4. Kronologi waktu (hubungan temporal) Hubungan kausal harus menunjukkan sekuen waktu yang jelas, yaitu paparan faktor penelitian mendahului kejadian penyakit. 5. Efek Dosis- Respons Perubahan intensitas paparan yang selalu diikuti oleh perubahan frekuensi penyakit menguatkan kesimpulan hubungan kausal. 6. Kredibilitas biologik suatu hipotesis. Keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit makin kuat jika ada dukungan pengetahuan biologik. 7. Koherensi Makin koheren dengan pengetahuan tentang riwayat alamiah, penyakit makin kuat keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit.

8. Bukti Eksperimen Dukungan temuan riset eksperimental memperkuat hubungan kausal. 9. Analogi Kriteria analogi

8. Bukti Eksperimen Dukungan temuan riset eksperimental memperkuat hubungan kausal. 9. Analogi Kriteria analogi kurang kuat sebagai dasar dukungan hubungan kausal.

Tipe penelitian dalam membuktikan sebab akibat ?

Tipe penelitian dalam membuktikan sebab akibat ?

Kemampuan relatif dari tipe penelitian dalam membuktikan hubungan Sebab akibat Tipe penelitian Kemampuan membuktikan

Kemampuan relatif dari tipe penelitian dalam membuktikan hubungan Sebab akibat Tipe penelitian Kemampuan membuktikan penyebab Uji Coba acak terkendali Kuat Kohor Cukup Kasus kontrol Cukup Cross Sectional Lemah Ekologis Lemah