Kebudayaan Bugis dan Makassar Bugis Bugis berasal dari
Kebudayaan Bugis dan Makassar
Bugis "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang • Kelompok etnik dengan wilayah asal berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Sulawesi Selatan • Suku yang tergolong Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, ke dalam suku Melayu Deutero. yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka Masuk ke Nusantara setelah mereka merujuk pada raja mereka. gelombang migrasi Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari pertama dari daratan Asia tepatnya La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara Yunan. Kata dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.
• komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. • Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tetapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. • Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru.
• Bahasa Suku Bugis • Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Ugi) Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta. • Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka. Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Tiaptiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. • Cara membacanya dari kiri kekanan. Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar. • Contoh pemakaian bahasa Bugis: “Makan ma’ki (silakan Anda makan)”. “Aga tapigau? ”( apa yang sedang anda lakukan? ). Adapun partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale. Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji. ” (tidak apa-apa).
A. Sistem Kekerabatan Suku Bugis menganut system cognatic atau bilateral, seseorang ditelusuri melalui garis keturunan ayah dan juga ibu. Panggilan yang biasa untuk kerabat mereka adalah kaka’(saudara yang lebih tua) dan Anri’(saudara yang lebih muda). Amure’(paman) dan Inure’(bibi). Masih banyak lagi sebutan dalam system kekerabatan mereka yang lainnya.
• Perkawinan (Siala’) berarti saling mengambil antara satu dengan yang lain. Di suku Bugis, perkawinan biasanya berlangsung antarkeluarga dekat atau antarkelompok petronasi yang sama, dimaksudkan untuk pemahaman yang lebih mudah antar keluarga. Dalam La Galigodiceritakan perkawinan dengan sepupu satu kali (istilah Jawa: misanan) dianggap terlalu panas (Siala Marola) hanya terjadi di keluarga bangsawan, supaya Darah Putih mereka tetap terpelihara. Yang terpenting bagi mereka adalah kesesuaian derajat antara pihak laki-laki dan perempuan. Dalam proses perkawinan, pihak laki-laki harus memberikan mas kawin kepada perempuan (sama halnya adat Jawa kebanyakan) yang terdiri dari dua bagian, yaitu Sompa(biasanya dalam nominal uang) dan Dui’ Menre’ (mahar permintaan dari pihak perempuan).
B. Organisasi Sosial • Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
• Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk diketahui. Yaitu, kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah satu suku di Nusantara yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu, perempuan di suku Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang politik setempat. • Namun di lain hal, pepatah Bugis mengatakan, ”Wilayah perempuan adalah sekitar rumah sedangkan ruang gerak laki-laki menjulang hingga ke langit”. Artinya, laki-laki lah yang berkewajiban menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga. Jadi kedudukan kaum perempuan yang derajatnya hampir disamakan dengan derajat laki-laki dalam sistem organisasi sosial.
C. Mata Pencaharian Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, Suku Bugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut. Mereka mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut. Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar d an Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagang dan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
D. Agama & Sistem Kepercayaan • Masyarakat Bugis banyak tinggal di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang taat. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai berikut. • Patoto-e adalah dewa penentu nasib. • Dewata Seuwa-e adalah dewa tunggal. • Turie a’rana adalah kehendak tertinggi.
• Masyarakat Bugis menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima unsur pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat dan sakral), yaitu sebagai berikut. • Ade (‘ada dalam bahasa Makassar). • Bicara. • Rapang. • Wari’. • Sara’.
Bugis di Kalimantan Timur Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai. Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh. Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).
• Bugis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia Setelah dikuasainya kerajaan Gowa oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Di sini mereka turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat ini banyak raja-raja di Johor & selangor yang merupakan keturunan Luwu.
Bugis perantauan Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka. Penyebab merantau Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
E. Kesenian suku Bugis 1. Tari Paduppa Bosara Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan. 2. Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.
3. Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum. Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk. Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan.
4. Tarian Pa’gellu Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan. 5. Tari Mabbissu Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan. 6. Tari Kipas Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
F. Alat Musik Tradisional Sinrili Alat musik Sinrili mernyerupai biola, Terbuat dari kayu pohon nangka, dilengkapi dengan kulit kambing dengan tiga senar yang membentang dari bahan kuningan. Dimainkan dalam keadaan pemain duduk bersila lengkap dengan pakaian tradisional dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya hal tersebut dimaksudkan untuk semakin memperkuat nilai budaya dan adat yang ada pada sinrili sehingga alunannya menjadi harmoni.
Kacapi atau kecapi Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. terbuat dari bahan kayu yang dipenuhi dengan ornamen/ukiran yang indah. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Suling Bugis seruling Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu: • Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah. • Suling calabai (Suling ponco), sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi • Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Gendang Bugis Pa' Gendang Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
G. Pakaian Adat Suku Bugis • Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar baju bodo. Warna Arti Jingga dipakai oleh anak perempuan berumur 10 tahun. Jingga dan merah dipakai oleh gadis berumur 10 -14 tahun. Merah dipakai oleh perempuan berumur 17 -25 tahun. Putih dipakai oleh para pembantu dan dukun. Hijau dipakai oleh perempuan bangsawan. Ungu dipakai oleh para janda.
• Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada.
H. Rumah Adat Bugis Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan, orang bugis menyebutnya lego – lego. Berikut adalah bagian – bagiannya utamanya : Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri. 2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya. 3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya. Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong ? Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawagh ( paratiwi ). Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggal di kampung ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi
Bagian – bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut : 1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit – langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen. 2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ). 3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah. Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah ini dapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakan kayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah.
Tradisi Pindah Rumah Suku Bugis Pindah rumah menurut mereka ialah memindahkan rumah seutuhnya ke lokasi yang baru. Biasa disebut dengan Mappalette Bola Suku Bugis memiliki tradisi pindah rumah yang sangat unik. Bagi mereka, pindah rumah diartikan secara harfiah, yakni memindahkan rumahnya atau rumah yang lama ke lokasi yang baru. Rumah adat Suku Bugis terbuat dari kayu, sehingga saat mereka pindah, rumah berbentuk panggung ini bisa digotong ke lokasi yang baru Pengangkatan rumah panggung oleh warga satu kampung ini dikomandoi oleh ketua adat atau kepala kampung. Kepala kampung akan memberikan aba-aba kapan seluruh warga harus mengangkat rumah, berjalan, berapa kecepatan langkah, dan sebagainya.
• Pemilik rumah akan mengosongkan perabotan rumah tangga yang mudah pecah dan bergerak seperti piring, kaca, dan barang elektronik. Sementara isi rumah yang besar seperti lemari, kasur, atau barang yang sulit dikeluarkan akan tetap berada di dalam, bila tidak menambah beban yang signifikan ketika diangkat. • Setelah bagian dalam rumah dikosongkan, kemudian tiang-tiang yang ada di bawah rumah panggung ini dipasangi bambu sebagai penahan sekaligus pegangan untuk menggotong. • Yang ikut dalam proses pemindahan rumah adalah kaum laki-laki, sedangkan kaum hawa bertugas untuk memasak makanan.
• Dua jenis makanan yang disajikan untuk para laki-laki yang melakukan pemindahan rumah ini : – Makanan pertama disajikan sebelum proses memindah rumah ialah kue-kue tradisional khas Suku Bugis seperti bandang, baronggo, suwella, bersama dengan teh atau kopi. – Makanan kedua akan disajikan setelah proses pemindahan rumah selesai, yakni berupa masakan sup saudara yang juga merupakan salah satu makanan khas Sulawesi Selatan. Selain itu, juga turut disajikan juga berbagai masakan dari ikan bandeng yang dibumbui saus kacang. Pindah rumah berarti pesta bagi mereka.
• setelah rumah dipindah ke lokasi yang baru dan telah berumur satu tahun, maka akan diadakan upacara adat lagi yang bernama Maccera Bola. Artinya, memberi darah kepada rumah dan merayakannya, jadi sama dengan ulang tahun. Darah yang dipakai ialah darah ayam yang sengaja dipotong untuk menghindarkan rumah dari bahaya. • Sejauh ini mereka masih melaksanakannya lantaran adanya rasa takut akan adanya bahaya bila upacara adat tidak dilaksanakan dianggap sebagai pelanggaran adat.
Tradisi Memberi Uang Panaik • Uang Panaik atau Panai, diberikan oleh calon suami kepada keluarga calon istri sebelum pernikahan di adat suku Bugis • Sebelum akad atau pengukuhan suami istri, dilakukan tawar menawar tentang jumlah uang panaik yang diberikan. Ukurannya sesuai dengan yang diminta. Uang panaik ini berbeda dengan mahar. Kalau mahar ada sendiri. Khusus untuk panaik memang hanya ada di adat pernikahan suku Bugis-Makassar. Jika di suku lain juga ada proses ‘tawar-menawar’ uang sebelum nikah, istilahnya mungkin lain. • Semakin tinggi pendidikan mempelai wanita makin tinggi uang Panaik yang diberikan.
Makassar • Hari Jadi : 9 November 1607 • Populasi : 1. 193. 497 jiwa • Suku Bangsa : Makassar, Bugis, Toraja, Mandar
Kota Makassar dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujung Pandang) adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Makassar merupakan kota metropolitan terbesar di kawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah menjadi ibukota Negara Indonesia Timur dan Provinsi Sulawesi. Makassar terletak di pesisir barat daya Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad ke 14, sebagai salah satu daerah taklukkan Majapahit. Walaupun demikian, Raja Gowa ke 9 Tumaparisi Kallonna (1510 -1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan. Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.
A. Bahasa Suku Makassar • Bahasa Makassar atau Mangasara dapat dibagi atas beberapa dialek, antara lain dialek Lakiung, Turatea, Bantaeng, Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis, bahasa Makassar juga pernah mengalami perkembangan dalam kesusasteraan tertulis yang dikenal sebagai aksara lontarak, yaitu sistem huruf yang bersumber dari tulisan sansekerta. Salah satu naskah yang terpenting adalah Sure Galigo atau La Galigo, yaitu sebuah kumpulan mitologi tentang asal usul masyarakat dan kebudayaan Bugis. Selain itu bahasa Makassar juga berkembang dalam berbagai bentuk puisi klasik, seperti kelong (pantun) dan sinriti (prosa liris yang dinyanyikan).
B. Agama & Kepercayaan Orang Makassar sudah sejak lama memeluk agama Islam. Walaupun begitu dalam kehidupan sehari-hari sebagian masih mempertahankan sisa-sisa keyakinan pra-Islam. Sebelum kedatangan agama Islam suku Makassar mempercayai adanya tokoh-tokoh dewa dan roh nenek moyang serta makhluk gaib lainnya. Tokoh dewa tertinggi dalam keyakinan mereka itu disebut Patotoe atau Dewata Seuae (Dewata Yang Tunggal). Keyakinan lama itu masih nampak dalam pelaksanaan upacara-upacara setempat, terutama yang berkaitan dengan pertanian daur hidup, serta pemeliharaan tempat-tempat yang dianggap keramat (saukang)
C. Sistem Kekerabatan Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat ini adalah bilateral, karena keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu dianggap sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan sosial seseorang. Tetapi mereka mengkategorikan hubungan kekerabatan itu berdasarkan kedekatan dan keakrabatan. Kerabat yang dianggap "dekat" disebut bija. Kerabat dekat ini dibedakan lagi menjadi bija pammanaka, yaitu kerabat dekat karena hubungan darah, dan bija panrengan, yaitu kerabat dekat karena hubungan perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional cenderung endogami keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu silang, walaupun pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan pola menetap sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal menetap di lingkungan pihak orang tua lelaki suami
D. Mata Pencaharian suku Makassar Pada dasarnya mata pencaharian suku Makassar adalah menanam padi di sawah yang telah mengembangkan sistem irigasi tradisional. Selain itu, pertanian sayur-sayuran, buahan dan tanaman keras juga cukup berkembang. Akan tetapi di mata masyarakat lain suku Makassar lebih terkenal sebagai nelayan penangkap ikan, pedagang dan pelaut yang gigih. Mereka telah mengembangkan tradisi dan pengetahuan kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu Makassar yang disebut pinisi terkenal sebagai perahu yang kuat dan ramping serta mampu mengarungi lautan luas selama berbulan-bulan. Karena ciri kebudayaan seperti itu, maka suku Makassar sering diidentikkan dengan orang Bugis, tidak heran kalau kedua nama itu sering ditulis oleh penulis lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar
E. Rumah Adat suku Makassar • Rumah atau balla berbentuk segi empat dengan lima tiang penyangga ke arah belakang dan 5 tiang penyangga ke arah samping. Untuk rumah milik bangsawan yang biasanya lebih besar, jumlah tiang penyangganya berjumlah lima ke samping dan enam atau lebih ke arah belakang. Atap rumah adat Makassar berbentuk pelana, bersudut lancip dan menghadap ke bawah. Biasanya bahannya terdiri dari nipah, rumbia, bambu, alang-alang. ijuk atau sirap. Jaman sekarang bahan penutup atapnya sudah lebih modern tentu saja. Bagian depan dan belakang puncak atap rumah yang berbatasan dengan dinding dan berbentuk segitiga disebut timbaksela. Dari timbaksela ini bisa dikenali derajat kebangsawanan pemiliknya.
E. ALAT MUSIK 1. Tolindo / Popondi Alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang pertama adalah sebuah alat musik petik yang memiliki bentuk unik. Alat musik ini dibuat dari kayu berbentuk busur yang bertumpu pada tempurung kelapa utuh. Pada bagian busur, terdapat senar panjang yang akan menghasilkan suara bila dipetik. Masyarakat Bugis menamai alat musik ini dengan sebutan Tolindo, sementara masyarakat Makassar menamai alat musik ini dengan sebutan Popundi.
2. Idiokardo / Gendang Bulo Alat musik ini sama seperti gendang pada umumnya yang tidak memiliki membran. Ia akan mengeluarkan suara bila ditepuk atau dipukul bagian kulitnya menggunakan telapak tangan. Masyarakat Bugis menyebut alat musik ini dengan nama Idiokardo, sementara masyarakat makassar menyebutnya Gendang Bulo.
3. Alosu Alat musik ini berupa sebuah kotak anyaman yang di dalamnya diisikan banyak biji-bijian atau batu kecil. Alat musik Sulawesi Selatan yang dimainkan dengan cara digoyang-goyangkan ini bernama aluso. Anda bisa melihat bentuk alat musik ini pada gambar di bawah.
F. Pakaian Adat Suku Makassar Sebagian masyarakat Makassar menyebut baju bodo dengan nama bodo gesung. Alasannya adalah karena pakaian ini memiliki gelembung di bagian punggungnya. Gelembung tersebut muncul akibat baju bodo dikenakan dengan ikatan yang lebih tinggi. Secara sederhana, berikut ini adalah penampakan dari baju bodo yang lebih sering digunakan oleh kaum wanita. Jahitan hanya digunakan untuk menyatukan sisi kanan dan kiri kain, sementara pada bagian bahu dibiarkan polos tanpa jahitan. Bagian atas baju bodo digunting atau dilubangi sebagai tempat masuknya leher. Lubang leher ini pun dibuat tanpa jahitan. Sebagai bawahan, sarung dengan motif kotak-kotak akan dikenakan dengan cara digulung atau dipegangi menggunakan tangan kiri. Pemakainya juga akan mengenakan beragam pernik aksesoris seperti kepingan-kepingan logam, gelang, kalung, bando emas, dan cincin.
KULINER khas Makassar 1. Coto Makassar atau Coto Mangkasara adalah makanan tradisional Makassar, Sulawesi Selatan. Makanan ini terbuat dari jeroan sapi yang direbus dalam waktu yang lama.
2. Pisang Ijo Pisang ijo atau es pisang ijo adalah sejenis makanan khas di Sulawesi Selatan, terutama di kota Makassar. Makanan ini terbuat dari bahan utama pisang yang dibalut dengan adonan tepung berwarna hijau
3. Sop Saudara Sop saudara ini dibuat dari daging sapi, bihun serta kentang goreng yang umumnya dibentuk bola-bola kecil, serta paru sapi yang digoreng, biasanya dihidangkan bersama dengan nasi putih, ikan bakar, serta telur rebus sebagai tambahan lauknya. Tambahan lain sebagai pelengkap menu yaitu sambal kacang serta irisan Timun.
• H. Dollahi, penemu resep dan peracik bumbu pertama dari Sop Saudara tersebut. Awalnya H. Dollahi hanya seorang pelayan dari H. Subair, penjual sop daging yang cukup laris di Makassar sekitar tahun 1950 -an. Penamaan Sop Saudara menurutnya, terinspirasi dari nama “Coto Paraikatte”. Paraikatte (sesama kita) bermakna sama dengan “Saudara”, dinamai demikian maksudnya agar semua orang yang makan di warung sop saudara akan merasa bersaudara dengan pemilik, pelayan dan sesama penikmat (pelanggan) sop saudara. Ada pula yang mengatakan bahwa penamaan Sop Saudara adalah penegasan identitas asal daerah. Sop Saudara dianggap kepanjangan dari Saya Orang Pangkep (SOP) Saudara
Sources : melayuonline. com/ind/culture/dig/2543/rumahpanggung-kayu http: //ayuamaliah 17. blogspot. co. id/2013/11/pakaia n-adat-sulawesi-selatan. html http: //suku-dunia. blogspot. co. id/2014/12/sejarahsuku-makassar. html http: //www. gurupendidikan. co. id/suku-bugissejarah-adat-istiadat-kebudayaan-kesenian-rumah -adat-dan-bahasa-beserta-pakaian-adatnyalengkap/ https: //id. wikipedia. org/wiki/
- Slides: 47