KEBUDAYAAN BATAK SUKU BATAK Suku Batak merupakan salah
KEBUDAYAAN BATAK
SUKU BATAK Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa sub suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa Batak terbagi ke dalam 6 kategori atau puak, yaitu: 1. Batak Karo 2. Batak Simalungun 3. Batak Pakpak 4. Batak Toba 5. Batak Angkola 6. Batak Mandailing
SEJARAH SUKU BATAK Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak. Suku batak termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari indocina atau hindia belakang, nenek moyang orang batak berasal dari utara berpindah ke Filipina dan berpindah lagi ke Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di pelabuhan barus, kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap dikaki gunung pusuk buhit, di tepi pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku batak. Keturunan suku batak berasal dari hindia muka (India), pindah ke burma, kemudian ke tanah genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan di pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke pedalaman danau toba. Suku batak termasuk dalam rumpun proto-melayu yang berasal dari Asia selatan yakni dari burmayang berlayar sampai malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar danau toba.
DAERAH ASAL KEDIAMAN SUKU BATAK KARO Mendiami suatu daerah induk yang meliputi Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian dari Dairi. BATAK SIMALUNGUN Mendiami daerah induk Simalungun BATAK PAKPAK Mendiami suatu daerah induk Dairi BATAK TOBA Mendiami suatu daerah Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga dan daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran. BATAK ANGKOLA Mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga dan Batang Toru dan bagian utara dari Padang Lawas BATAK MANDAILING Mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan dan bagian selatan dari Padang Lawas
DEMOGRAFIS SUKU BATAK Menurut buku Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia (hasil sensus penduduk 2010) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Jakarta. Indonesia, Jumlah kelompok suku Batak di Indonesia mencapai 8. 466. 969 (sudah mencakup Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Batak Mandailing).
BATAK KARO Suku Karo adalah sub suku bangsa Batak yang terdapat di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo.
BATAK SIMALUNGUN Suku Simalungun adalah sub suku bangsa Batak yang terdapat di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Simalungun atau Hata Simalungun. Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena
BATAK PAKPAK Suku Pakpak adalah satu sub suku bangsa Batak yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humba Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Provinsi Aceh). Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Pakpak atau Kata Pakpak.
BATAK TOBA Suku Batak Toba adalah satu sub suku bangsa Batak yang terdapat di kabupaten Toba Samosir yang terdiri dari Balige, Laguboti, Parsoburan dan sekitarnya. Batak Toba dibagi menjadi 4 bagian besar Tanah Batak, yaitu: (1) Batak Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya), (2) Batak Toba (Balige, Laguboti, Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya), (3) Batak Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborong, dan sekitarnya), (4) Batak Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya)Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Toba.
BATAK ANGKOLA Suku Batak Angkola adalah satu sub suku bangsa Batak yang terdapat di kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara, dan Padang Lawas. Nama Angkola berasal dari nama sungai di Angkola yaitu (sungai) batang Angkola. Menurut cerita, sungai ini diberi nama oleh Rajendra Kola (Chola) I, penguasa kerajaan Chola (1014 - 1044 M) di India Selatan ketika itu yang masuk melalui Padang Lawas. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Batak Angkola.
BATAK MANDAILING Suku Batak Mandailing adalah satu sub suku bangsa Batak yang terdapat di di kabupaten Mandailing-Natal, penyebaran juga terdapat di kabupaten Padang Lawas, kabupaten Padang Lawas Utara, dan sebagian kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di provinsi Sumatera Utara. Orang Mandailing juga menyebar hingga ke wilayah provinsi Sumatra Barat, seperti di kabupaten Pasaman dan kabupaten Pasaman Barat. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Batak Mandailing.
SALAM KHAS BATAK Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah dan Njuah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing- masing berdasarkan puak yang menggunakannya. Berikut ini beberapa contoh salam khas Batak: 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
SISTEM RELIGI A. Kepercayaan Asli Suku Batak Kepercayaaan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon dan bertempat tinggal diatas langit, bahkan pada masyarakat daerah pedesaan belum meninggalkan kepercayaan tersebut. Mereka mempunyai system kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan diatas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu: 1. Tendi / Tondi 2. Sahala 3. Begu
1. Tendi / Tondi: adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya. 2. Sahala: adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. 3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. B. Agama Malim Penganut Agama Malim disebut Parmalim. Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede.
C. Masuknya Agama Islam Di Tanah Batak Pada abad 19 agama Islam masuk daerah penyebarannya meliputi batak selatan. Masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan menikah dengan perempuan Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas tanah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.
D. Misionaris Kristen Penyebaran agama Kristen meliputi batak utara. Pada tahun 1824, dua misionaris baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika untuk misi luar negeri. Tahun 1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner Van Der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak. Belanda untuk memudahkan berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun. Tahun 1861, Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893.
SISTEM KEMASYARAKATAN Stratifikasi orang Batak dalam kehidupan sehari-hari didasarkan 3 prinsip, yaitu: 1. Perbedaan Tingkat Umur Hal ini tampak jelas dengan adanya perbedaan hak dan kewajiban terutama dalam upacara adat, dan musyawarah kekerabatan. 2. Perbedaan Pangkat dan Jabatan Lapisan yang paling tinggi ialah kelompok bangsawan, keturunan raja-raja dan kepala-kepala wilayah dulu. Lapisan ini disebut biak raja. Di antara mereka ada orang-orang yang menduduki jabatan terhormat, sehingga mereka termasuk kelas elite dari rakyat, seperti: dukun, para tukang (besi, emas, kayu), seniman musik dan penyanyi. 3. Perbedaan Sifat Keaslian Kelompok kuta (merga tanah) akan memiliki tanah yang paling luas, memiliki hak lebih dulu dalam menempati jabatan-jabatan pimpinan desa dan bila terjadi perselisihan tentang tanah, daripada orang-orang yang datang kemudian yang tidak ikut mendirikan kuta.
POLA PERKAMPUNGAN Kesatuan territorial di pedesaan yang ada di Suku Batak terdiri dari: 1. Huta (Bahasa Toba) : kesatuan territorial yang dihuni oleh 2. 3. 4. 5. keluarga yang berasal dari satu marga (klen) orang Karo menyebutnya Kesain Kuta (Bahasa Karo) : kesatuan territorial yang dihuni oleh beberapa klen Lumban : dihuni oleh bagian dari klen Sosor : perkampungan baru yang didirikan karena huta induk sudah penuh Bius Toba, pertahian (Angkola), Urung (Karo), Pertumpukan Simalungun dan Pakpak yaitu gabungan dari beberapa huta dan kuta.
SISTEM KEKERABATAN Sistem kekerabatan Suku Batak adalah patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek atau satu nenek moyang. Dalam masyarakat Batak hubungan berdasarkan satu ayah disebut sada bapa (dalam bahasa Karo) atau saama (dalam bahasa Toba). Ada 2 bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni: 1. Berdasarkan garis keturunan (genealogi) Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. 2. Berdasarkan sosiologis Bentuk kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan.
MARGA 1. BATAK KARO Memiliki lima marga utama yaitu: Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Tiap marga memiliki sub-marga masing-masing. 2. BATAK SIMALUNGUN Memiliki empat marga utama yaitu: Damanik, Purba, Saragih, dan Sinaga. Tiap marga memiliki sub-marga masing-masing. 3. BATAK PAKPAK Marga-marga Pakpak, secara keseluruhan: Anak Ampun, Angkat, Bako, Bancin, Banurea, Berampu, Berasa, Berutu, Bintang, Boang Manalu, Capah Cehun, Cibro, Cibero Penarik, Gajah Manik, Goci, Kaloko, Kabeaken, Kesogihen, Kombih, Kudadiri, Kulelo, Lembeng, Lingga, Maharaja, Manik Sikettaang, Manjerang, Matanari, Meka, Mucut, Mungkur, Munte, Padang Batanghari, Pasi, Pinayungen, Simbacang, Simbello, Simeratah, Sinamo, Sirimo Keling, Solin, Sitakar, Sagala, Sambo, Saraan, Sidabang, Sikettang, Simaibang, Tendang, Tinambunan, Tinendung, Tinjoan, Tumangger, Turuten, Ujung.
4. BATAK TOBA Aruan, Aritonang, Ambarita, Batubara, Butarbutar, Baringbing, Doloksaribu, Hutagaol, Hutahaean, Hutajulu, Hutapea, Hutabarat, Hutasoit, Hasibuan, Hutagalung, Manurung, Marpaung, Manalu, Manihuruk, Nadapdap, Napitupulu, Nadeak, Nainggolan, Pandiangan, Pane, Pangaribuan, Panjaitan, Pardede, Pardosi, Purba, Rumapea, Sagala, Samosir, Sarumpaet, Siagian, Siahaan, Siallagan, Sianipar, Sianturi, Sibutar, Simanjuntak, Sinaga, Sitorus, Simatupang, Simbolon, Sihotang, Sitohang, Sihombing, Sitanggang, Tambunan, Tampubolon, Tobing, dan seterusnya. 5. BATAK ANGKOLA Tamba, Daulay, Harahap, Rangkuti, Pulungan, Siregar, Parinduri, Batubara, Pane, dan seterusnya. 6. BATAK MANDAILING Batubara, Batunabolon, Baumi, Borotan, Dalimunthe , Daulae, Dolok, Harahap , Hasibuan, Hutasuhut, Lantat , Lintang, Lubis, Nasution, Pohan, Siregar, Simbolon, Tanjung, dan seterusnya.
HUBUNGAN ANTAR MARGA Hubungan antar marga di masing-masing suku Batak berbeda jenisnya. Pada Suku Batak (Samosir-Toba-Humbang-Silindung) hubungan marga ini dapat dilihat dari asal muasal marga tersebut pada garis keturunan Raja Batak. Semakin dekat dengan Raja Batak, maka semakin dituakanlah marga tersebut. Dua orang yang bermarga sejenis (tidak harus sama) secara hukum adat tidak diperbolehkan untuk menikah. Pelanggaran terhadap hukum ini akan mendapat sanksi secara adat. Tidak ada pengklasifikasian tertentu atas jenis-jenis marga ini, namun marga-marga biasanya sering dihubungkan dengan rumpunnya sebagaimana Bahasa Batak. Misalnya Simatupang merupakan perpaduan dari putranya marga Togatorop, Sianturi, dan Siburian yang ada di wilayah HUMBANG. Naipospos merupakan perpaduan dari kelima putranya yang secara berurutan, yaitu marga Sibagariang, Huta Uruk, Simanungkalit, Situmeang, dan Marbun yang berada di wilayah SILINDUNG, dan sebagainya.
SISTEM PERKAWINAN Perkawinan bagi orang Batak adalah suatu pranata, karena menyangkut masalah kekerabatan antara kedua belah pihak. Kerabat dari si lelaki disebut sipempokan (dalam bahasa Karo) atau peranak (dalam bahasa Toba), dan kerabat dari si wanita disebut sinereh (dalam bahasa Karo) atau parboru (dalam bahasa. Toba). Menurut adat kuno, seorang lelaki batak tidak bebas dalam hal memilih jodohnya. Seorang lelaki Batak sangat pantang kawin dengan wanita dari marganya sendiri dan juga dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayah. Jadi perkawinan di daerah Batak bersifat exogam, yaitu harus mencari jodoh di luar marganya sendiri. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Batak adalah perkawinan antara orang-orang rimpal (marpariban dalam bahasa Toba), yaitu antara seorang laki-laki dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya (cross cousin) Karena perkawinan bersifat exogam, maka tiap-tiap marga berfungsi memberi gadis kepada marga lain dan menerima gadis dan marga lainnya pula untuk jodoh bagi warga laki-laki dalam marganya. Sistem perkawinan seperti ini disebut Connubium asimetris (Connubium sepihak).
Inisiatif melamar diambil oleh kaum kerabat si laki-laki dengan cara mengirimkan suatu delegasi resmi ke rumah si gadis. Kunjungan lamaran ini pada orang karo disebut nungkuni atau ngembah belo selambar (pada orang Toba, marsuhip). Apabila lamaran sudah diterima baik, maka sebelum upacara dan pesta perkawinan dapat dilakukan, ada suatu perundiingan antara kaum kerabat dari kedua belah pihak yang disebut ngembah namuk pada orang Karo dan marhta sinamot pada orang Toba.
SISTEM MATA PENCAHARIAN Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat tanah tadi, tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapaun tanah yang dimiliki perseorangan. Peternakan juga salah satu mata pencaharian suku Batak antara lain peternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan yang berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.
SISTEM PENGETAHUAN Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.
SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat -alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional, yaitu piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk menenun kain ulos.
SENI TARI Tari Tortor menjadi salah satu seni tari yang paling menonjol dalam kebudayaan masyarakat Batak. Ada lagi Tari serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan. Manortor (menari, bahasa Batak Toba) merupakan lambang bentuk Syukur kepada Mulajadi Nabolon, dewa pencipta alam semesta, dan rasa hormat kepada hula-hula dalam konsep kekeluargaan mereka. Oleh karena itu, tari ini biasanya dilakukan dalam upacara ritual, ataupun dalam upacara adat, seperti acara pernikahan. Tari tor-tor terdiri atas beberapa jenis. Beberapa jenis tari tor-tor sebagai berikut: 1. Pangurdot, anggota badan yang bergerak hanya kaki, tumit, hingga bahu. 2. Pangeal, anggota badan yang bergerak hanya pinggang, tulang punggung, dan bahu. 3. Pandenggal, anggota badan yang bergerak hanya lengan, telapak tangan hingga jari tengah. 4. Siangkupna, anggota badan yang bergerak hanya leher. 5. Hapunana, anggota badan yang bergerak hanya wajah.
SENI MUSIK Musik Batak awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun) pada masa itu untuk penghormatan leluhur, meminta panen yang sukses. Kemudian Berkembang menjadi Musik ritual di Pesta Adat. Pemainnya dinamakan pargonsi (dibaca Pargosi atau Pargoci) Pargonsi mempunyai kedudukan yang sangat penting, ruma bagian atas. Karena yang memainkannya Raja. Jadi gak heran kalo Batak itu suku yang musikal karena dari jaman dulu Rajanya aja suka bermain musik. Musik Batak untuk ritual ini adalah yang disebut Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik batak ini di kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi, Seruling dan Sarune Etek. Dengan alat musik inilah tercipta banyak sekali lagu rakyat yang bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang 2 ada juga La) dan susunan nada nya sangat khas.
SENI KERAJINAN Kerajinan suku bangsa Batak yang terkenal adalah kain ulos. Martonun, atau keterampilan dalam membuat kais ulos dengan alat tenun tradisional. Peranan ulos bagi masyarakat Batak sejak lahir hingga meninggal sangat tinggi. Macam-macam ulos dan fungsinya dalam suatu acara, meliputi: 1. Ulos lobu-lobu adalah ulos yang diberikan ayah kepada putra dan menantu saat pernikahan; 2. Ulos hela adalah ulos yang diberikan orang tua pengantin perempuan; 3. Ulos tondi adalah ulos yang diberikan orang tua kepada putrinya saat hamil tua; 4. Ulos tujung adalah ulos yang diberikan kepada janda atau duda. 5. Ulos saput adalah ulos penutup jenazah yang diberikan paman almarhum jika yang meninggal laki-laki;
SENI BANGUNAN Rumah Batak disebut ruma, atau jabu dalam bahasa Toba atau rumah dalam bahasa Karo. Bagian dari rumah itu di kalangan orang Batak Karo disebut jabu. Rumah Batak itu biasanya didirikan di atas tiang kayu yang banyaak, berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang, kira-kira 10 – 20 meter dari timur ke barat. Pintunya ada pada sisi barat dan timur pada rumah Karo dan Simalungun, atau ada salah satu ujung lantai pada rumah Toba (masuk dari kolong). Pada bagian puncaknya yang menjulang keatas di sebelah barat dan timur dipasang tanduk kerbau atau arca muka manusia dan puncak yang melengkung membentuk setengah lingkaran.
1. RUMAH ADAT BOLON, BATAK TOBA Rumah adat Batak Toba atau biasa disebut Rumah Bolon telah didaulat menjadi perwakilan rumah adat Sumatera Utara di kancah nasional. Rumah berbentuk persegi panjang dan masuk dalam kategori rumah panggung ini umumnya dihuni oleh 4 -6 keluarga yang hidup secara bersama-sama. Bila hendak masuk ke dalam rumah bolon, kita harus melalui sebuah tangga yang berada di bagian depan rumah. Tangga tersebut memiliki jumlah anak tangga yang ganjil, dan saat memasuki rumah ini, kita akan dipaksa menunduk karena pintu rumahnya yang pendek. Pintu rumah memang sengaja dibuat pendek agar tamu menunduk sehingga secara filosofis mereka dianggap menghargai pemiliki rumah
2. RUMAH ADAT SIWALUH JABU, BATAK KARO Rumah adat Siwaluh Jabu begitu biasa disebut, merupakan rumah adat Batak Karo yang hingga kini keberadaannya masih dapat kita temukan. Rumah ini secara arsitekur memiliki gaya yang sangat artistik. Dindingnya dibuat miring, atapnya berbentuk segitiga bertingkat tiga, dan di setiap puncak segitiga tersebut dihiasi dengan kepala kerbau perlambang kesejahteraan. Rumah adat Siwaluh Jabu ini umumnya berukuran sangat besar. Ia biasa dihuni oleh sekitar 8 keluarga adat. Masing-masing keluarga dalam rumah tersebut umumnya sudah mempunyai perannya sendiri-sendiri. Ada yang berperan sebagai pemimpin, pekerja, juru masak, dan lain sebagainya.
3. RUMAH ADAT BOLON, BATAK SIMALUNGUN Batak Simalungun memiliki rumah adat namanya sama dengan rumah adat Batak Toba yaitu rumah bolon. Meski memiliki nama yang sama, namun secara arsitektur rumah adat Bolon ala adat Batak Simalungun memiliki perbedaan dengan rumah bolon ala Batak Toba. Perbedaan tersebut terletak pada tiang penyangga, gaya atap, dan dekorasinya. Tiang penyangga rumah adat Batak Simalungun disusun bersilang secara horizontal dan menumpu di atas pondasi umpak. Gaya atapnya yang tinggi dengan tingkat kemiringan sangat curam dan dilengkapi dengan jendela. Adapun dekorasinya juga lebih memiliki nilai estetika karena hiasan ukiran yang terpahat pada dinding kayunya
4. RUMAH ADAT BAGAS GODANG, BATAK MANDAILING Salah satu sisa peninggalan seni arsitektur suku Mandailing di Sumatera Utara tempo dulu adalah seni arsitektur rumah Bagas Godang. Rumah adat di Sumatera Utara yang satu ini di masa silam diperuntukan sebagai rumah kediaman raja. Oleh karena itu, Rumah bagas godang ini biasanya dibangun di atas kompleks yang luas dan keberadaannya pun umumnya selalu didampingi oleh bangunan Sopo Godang atau balai adat.
REFERENSI § Manusia dan Kebudayaann Indonesia (Prof. Dr. Koentjaraningrat) § http: //triyatiyayat. blogspot. co. id/2014/12/suku-batak. html § https: //callmefadh. wordpress. com/2016/03/15/mengenal-lebih-dalamberbagai-jenis-suku-batak-dan-budayanya
THANKS FOR YOUR ATTENTION
- Slides: 37