JAMA QASHAR QADHA SHALAT SHALAT JAMA SHALAT JAMA

  • Slides: 26
Download presentation
JAMA’, QASHAR & QADHA SHALAT

JAMA’, QASHAR & QADHA SHALAT

SHALAT JAMA’

SHALAT JAMA’

SHALAT JAMA Shalat JAMA’ adalah dua shalat yang dikumpulkan dikerjakan dalam satu waktu. Hukumnya

SHALAT JAMA Shalat JAMA’ adalah dua shalat yang dikumpulkan dikerjakan dalam satu waktu. Hukumnya adalah MUBAH / JAIZ (boleh) apabila sedang dalam keadaan perjalanan (safar). Ulama membagi Shalat Jama’ kedalam dua macam waktu yaitu: 1. Jama’ Taqdim, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. 2. Jama’ Takhir, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang kedua. Shalat yang boleh dijama’ antara lain: 1. Dzuhur dan Ashar 2. Maghrib dan Isya Selain dari itu maka tidak boleh dijama’, misalnya Ashar tidak boleh dijama’ dengan Maghrib, karena diantara kedua waktu shalat itu terdapat waktu yang haram (dilarang). Begitu pula Isya tidak boleh dijama’ dengan waktu Subuh. Dan juga Subuh tidak boleh dijama’ dengan shalat Zuhur karena diantara kedua waktu shalat itu terdapat waktu yang haram (dilarang).

JAMA’ TAQDIM • Jama’ Taqdim, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang

JAMA’ TAQDIM • Jama’ Taqdim, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. • Jama’ taqdim meliputi: 1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan Ashar, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Dzuhur. 2. Mengumpulkan shalat Maghrib dan Isya, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Maghrib. • Cara melaksanakan shalat Jama’ taqdim yaitu dengan mengerjakan shalat sesuai urutan waktu pelaksanaannya. Sehingga shalat Dzuhur harus lebih dulu dikerjakan daripada Ashar, dan shalat Maghrib juga harus lebih dahulu dikerjakan daripada shalat Isya.

JAMA’ TAKHIR • Jama’ Takhir, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang

JAMA’ TAKHIR • Jama’ Takhir, yaitu shalat jama’ yang dikerjakan pada waktu shalat yang kedua. • Jama’ takhir meliputi: 1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan Ashar, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Ashar. 2. Mengumpulkan shalat Maghrib dan Isya, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Isya. • Cara melaksanakan shalat Jama’ Takhir yaitu dengan mengerjakan shalat sesuai urutan waktu pelaksanaannya. Sehingga shalat Dzuhur harus lebih dulu dikerjakan daripada Ashar, dan shalat Maghrib juga harus lebih dahulu dikerjakan daripada shalat Isya.

DALIL TENTANG SHALAT JAMA’ v Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi

DALIL TENTANG SHALAT JAMA’ v Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergegas (tergesa-gesa) dalam perjalanan, maka beliau menjama’ shalat Maghrib dan Isya. ” [HR. Muslim] v Dari Anas bin MAlik, dia berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bepergian sebelum matahari tergelincir (belum masuk waktu Zuhur), maka beliau mengakhirkan shalat Zuhur [dikerjakan] pada waktu Ashar. Setelah itu beliau berhenti untuk menjama’ kedua shalat tersebut. Apabila beliau berangkat sesudah matahari tergelincir (sudah masuk waktu Zuhur), maka beliau mengerjakan shalat Zuhur terlebih dahulu, sesudah itu berangkat”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i] v Dari Anas, dia berkata: “Apabila Rasulullah SAW bergegas untuk bepergian jauh, maka beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat Zuhur sampai memasuki awal waktu shalat Ashar. Sesudah itu beliau akan menjama’ kedua shalat tersebut. Beliau juga mengakhirkan pelaksanaan shalat Maghrib sampai mega merah di langit sudah hilang untuk menjama’nya dengan shalat Isya’. ” [HR. Muslim]

DALIL TENTANG SHALAT JAMA’ v Dari Muadz, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada

DALIL TENTANG SHALAT JAMA’ v Dari Muadz, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada perang Tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, maka beliau mengakhirkan Zuhur hingga beliau jama pada waktu Ashar, beliau shalat untuk keduanya [di waktu Ashar]. Dan apabila beliau berangkat sesudah matahari tergelincir, maka beliau mengerjakan shalat Zuhur dan Ashar sekaligus, kemudian beliau berjalan [untuk bepergian]. Apabila beliau berangkat sebelum Maghrib, beliau mengakhirkan Maghrib hingga beliau menjama’nya shalat Maghrib dan Isya. Dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Maghrib, beliau menyegerakan shalat Isya, dan beliau shalat jama’ Isya bersamaan pada waktu Maghrib. ” [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Turmuzi, sanad hasan]

MENYEMPURNAKAN BILANGAN RAKAAT Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya [yaitu Abdullah bin Umar], dia

MENYEMPURNAKAN BILANGAN RAKAAT Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya [yaitu Abdullah bin Umar], dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengerjakan shalat seperti shalatnya musafir (dalam perjalanan) ketika beliau berada di Mina dan di tempat yang lainnya, yaitu sebanyak 2 (dua) rakaat. Demikian pula dengan Abu Bakar, Umar dan Usman pada masa awal pemerintahannya. Tetapi setelah itu Usman [bin Affan] mengerjakan shalat sebanyak 4 (empat) rakaat [meski beliau dalam keadaan bepergian]. ” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i] Penjelasan: Pada saat menjama’ kita boleh mengqashar (meringkas) shalat fardhu itu menjadi 2 rakaat (kecuali shalat Maghrib). Tetapi apabila kita memiliki banyak waktu dan tidak terlalu tergesa-gesa dalam perjalanan, maka sebaiknya menjama’ shalat dengan mengerjakannya tunai sebagaimana jumlah rakaat yang difardhukan yaitu 4 rakaat.

SHALAT QASHAR

SHALAT QASHAR

SHALAT QASHAR v Shalat QASHAR’ adalah shalat yang diringkas, yaitu meringkas shalat fardhu 4

SHALAT QASHAR v Shalat QASHAR’ adalah shalat yang diringkas, yaitu meringkas shalat fardhu 4 rakaat menjadi 2 rakaat karena dalam keadaan bepergian pada perjalanan jauh. v Hukumnya adalah MUBAH / JAIZ (boleh) apabila sedang dalam keadaan perjalanan (safar). v Shalat yang boleh diqashar adalah Dzuhur, Ashar dan Isya, sedangkan Maghrib dan Subuh tidak boleh diqashar.

KERINGANAN DARI ALLAH UNTUK ORANG BEPERGIAN [QS: 4. An Nisaa‘: 101]. Dan apabila kamu

KERINGANAN DARI ALLAH UNTUK ORANG BEPERGIAN [QS: 4. An Nisaa‘: 101]. Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar[*] sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. [*]. Menurut pendapat jumhur Ulama, arti qashar di sini ialah: sembahyang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, yaitu di waktu bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf. Dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam keadaan khauf di waktu hadhar.

DALIL # 1 TENTANG SHALAT QASHAR’ v Dari Ya’la bin Umayyah, dia berkata: “Saya

DALIL # 1 TENTANG SHALAT QASHAR’ v Dari Ya’la bin Umayyah, dia berkata: “Saya telah berbicara dengan Umar bin Khattab tentang firman ALLAH: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. [QS: 4 An-Nisaa’: 101] [Ya’la berkata: ] “Bukankah orang-orang sekarang sudah dalam keadaan aman? ” Umar menjawab: “Saya juga telah terfikir seperti yang kamu fikirkan. Kemudian saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Kemudian beliau bersabda: “Itu [shalat qashar] adalah sebuah sedekah yang diberikan oleh ALLAH kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah sedekah ALLAH tersebut. ” [HR. Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasa’i dan Ibnu Majah] v Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “ALLAH telah mewajibkan shalat melalui lisan Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebanyak 4 (empat) rakaat ketika tidak sedang dalam bepergian. Dan 2 (dua) rakaat ketika sedang bepergian, serta hanya 1 (satu) rakaat ketika sedang dalam keadaan khauf (ancaman perang). ” [HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah]

DALIL # 2 TENTANG SHALAT QASHAR’ Dari Isa bin Hasfah bin Umar bin Khattab,

DALIL # 2 TENTANG SHALAT QASHAR’ Dari Isa bin Hasfah bin Umar bin Khattab, dari bapaknya, dia berkata: “Saya telah menemani Ibnu Umar dalam perjalanan menuju Mekkah. Kemudian beliau mengimami kami shalat Zuhur sebanyak 2 rakaat. Kemudian beliau berpaling sehingga kami juga ikut berpaling bersama beliau. Hingga beliau kembali menuju tempatnya. Beliau duduk dan kami pun ikut duduk bersamanya. Lalu beliau sedikit menoleh ke arah tempat yang tadi beliau pergunakan untuk shalat dan dilihatnya orang-orang sedang berdiri. Maka beliau bertanya: “Apakah yang sedang mereka lakukan? ” Saya menjawab: “Mereka sedang melakukan ibadah shalat sunat. ” Ibnu Umar berkata: “Daripada mengerjakan shalat sunat, lebih baik saya menyempurnakan rakaat shalat fardhu saya [menjadi 4 rakaat]. Wahai anak saudaraku! Sesungguhnya saya telah menyertai Rasulullah SAW dalam bepergian. Ternyata beliau shalat dalam bepergian tidak lebih dari 2 rakaat, demikian hingga beliau meninggal. Saya telah menyertai Abu Bakar dalam bepergian, beliau shalat dalam bepergian tidak lebih dari 2 rakaat, demikian hingga beliau meninggal. Saya telah menyertai Umar [bin Khattab] dalam bepergian, beliau shalat dalam bepergian tidak lebih dari 2 rakaat, demikian hingga beliau meninggal. Saya telah menyertai Usman [bin Affan] dalam bepergian, beliau shalat dalam bepergian tidak lebih dari 2 rakaat, demikian hingga beliau meninggal. ALLAH berfirman: “[QS: 33 Al-Ahzab: 21]. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ” [HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah]

BATAS JARAK SHALAT JAMA & QASHAR v Dari Syu’bah, dari Yahya bin Yazid Al-Huna’I,

BATAS JARAK SHALAT JAMA & QASHAR v Dari Syu’bah, dari Yahya bin Yazid Al-Huna’I, dia berkata: “Saya telah bertanya kepada Anas bin Malik tentang shalat qashar. Maka dia pun menjawab: “Apabila [perjalanan] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencapai jarak 3 (tiga) mil atau 3 (tiga) farsakh –-dalam hal ini Syu’bah (perawi) ragu--- maka beliau akan shalat sebanyak 2 (dua) rakaat saja”. [HR. Muslim dan Abu Dawud] v Dari Jubair bin Nufair, dia berkata: “Saya pernah pergi ke sebuah desa yang berjarak sekitar 17 atau 18 mil bersama dengan Syurahbil bin As-Sim. Kemudian dia mengerjakan shalat sebanyak 2 rakaat. Maka saya bertanya kepadanya. Dia pun menjawab: “Saya telah melihat Umar menunaikan shalat sebanyak 2 rakaat di Dzul Hulaifah. Maka saya bertanya kepadanya, dan beliau berkata: “Sesungguhnya saya hanya melakukan yang telah saya lihat dari apa yang diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. [HR. Muslim dan Nasa’i] Penjelasan: Kebanyakan ulama kita menganggap 18 farsakh itu sama dengan 138 kilometer.

TATA CARA SHALAT JAMA’ & QASHAR

TATA CARA SHALAT JAMA’ & QASHAR

TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT Secara ringkasnya, tata cara shalat Jama’ dan Qashar adalah sebagai

TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT Secara ringkasnya, tata cara shalat Jama’ dan Qashar adalah sebagai berikut: 1. Berniat untuk melaksanakan shalat Jama’ dengan cara di qashar (diringkas menjadi 2 rakaat) atau dikerjakan secara sempurna jumlah rakaatnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa file CR yang lainnya, kita tidak usah membaca kalimat niat seperti Ushalli atau Nawaitu, karena niat itu sudah cukup meskipun dalam hati saja. Tidak ada satupun hadis yang mengajarkan niat, apalagi untuk niat jama dan qashar ini. 2. Jika punya banyak waktu selama istirahat dalam perjalanan, sebaiknya shalat jama’ ini dilakukan dengan sempurna jumlah rakaatnya (jangan di qashar). 3. Shalat Qashar hanya untuk Zuhur, Ashar dan Isya yaitu shalat yang jumlah rakaatnya 4. Sedangkan shalat Maghrib tidak boleh diqashar menjadi 2 rakaat. 4. Tata cara dan gerakan shalat sama seperti ritual ibadah shalat fardu lazimnya, namun ulama berpendapat disunatkan setelah selesai salam dan bermaksud untuk mengerjakan shalat selanjutnya, maka hendaknya diawali dengan iqamah. 5. Jangan menyela waktu antara dua shalat Jama’ itu dengan mengerjakan shalat sunat apabila kita meng-qashar shalat fardhu. Dan jangan pula menyelanya dengan wirid yang panjang apabila kita mengqashar shalat. 6. Berturut-turut, jangan mengerjakan Ashar mendahului Zuhur, atau tidak boleh Isya mendahului Maghrib, melainkan sesuai urutan waktunya.

MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT

MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT

BOLEH MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT v Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi

BOLEH MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT v Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat sunat dalam perjalanan di atas untanya. Beliau menghadap ke arah mana saja unta itu menghadap [ketika berjalan]. ” [HR. Muslim dan Turmuzi. Abu Dawud dan Nasa’i dari Ibnu Syihab Az-Zuhri. Bukhari dari Jabir bin Abdullah] v Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat [sunat] di atas tunggangannya [dengan menghadap] ke arah mana saja hewan itu menghadap. Ketika itu beliau sedang bepergian dari Makkah menuju Madinah”. Ibnu Umar berkata: Pada saat itu turun ayat: [QS: 2. Al-Baqarah: 115]. “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. ” [HR. Muslim] v Dari Salim bin Abdullah, dari bapaknya, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengerjakan shalat sunat dan Witir di atas hewan tunggangannya, dengan menghadap arah mana saja tunggangan itu menghadap. Tetapi beliau tidak pernah shalat fardhu di atas hewan tunggangan. ” [HR. Muslim]

BOLEH MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT v Hadis-hadis terdahulu dihubungkan dengan shalat apabila kita naik pesawat

BOLEH MENGHADAP SEMBARANG KIBLAT v Hadis-hadis terdahulu dihubungkan dengan shalat apabila kita naik pesawat terbang, maka kita boleh tetap duduk dibangku pesawat dan menghadap mengikuti arah tujuan. v Tetapi jika kita berada di dalam bus, dan waktu shalat masih dapat dijama’ maka kita tidak boleh shalat di dalam bus. Melainkan menunggu hingga bus stop di tempat yang layak untuk shalat dan menghadap kiblat.

MENG-QADHA SHALAT YANG TERTINGGAL PERHATIAN, INI ADALAH IJTIHAD ULAMA. HANYA BOLEH UNTUK SAAT-SAAT TERTENTU

MENG-QADHA SHALAT YANG TERTINGGAL PERHATIAN, INI ADALAH IJTIHAD ULAMA. HANYA BOLEH UNTUK SAAT-SAAT TERTENTU SAJA.

ALASAN DIBOLEHKANNYA QADHA SHALAT Situasi dan kondisi manusia yang dipenuhi berbagai macam aktivitas, suatu

ALASAN DIBOLEHKANNYA QADHA SHALAT Situasi dan kondisi manusia yang dipenuhi berbagai macam aktivitas, suatu saat ada kalanya akan membuat dia akan tertinggal waktu shalat, sedangkan untuk menjama’ tidak boleh karena waktunya berlainan. Maka dia boleh mengganti shalat yang ditinggalkannya itu dengan cara membayar (qadha) shalatnya yang tertinggal pada besok harinya pada waktu shalat yang ditinggalkannya itu. Misalnya ada seorang pekerja pemadam kebakaran, kemudian terjadi kebakaran di suatu tempat pada saat belum masuk waktu Ashar, karena kesibukannya di lokasi kebakaran yang mana tanggung jawabnya tidak dapat ditinggalkan, sehingga akhirnya dia kehilangan atau ketinggalan shalat Ashar, Maghrib dan Isya. Apabila tugasnya sebagai petugas pemadam sudah selesai, maka yang mungkin untuk dikerjakannya adalah menjama’ Maghrib dan Isya, sedangkan Ashar tidak boleh dijama’ dengan waktu Maghrib. Bagaimana dengan shalat Ashar yang ditinggalkannya? ? ? Karena itulah kemudian ulama memperbolehkan meng-qadha (membayar) shalat yang ditinggalkan. Dengan cara shalat Ashar sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut, yang pertama diniatkannya untuk membayar (qadha) shalat yang ditinggalkannya. Dan yang kedua adalah shalat Ashar yang wajib untuk saat itu. Adapun sumber ijtihad ulama diambil dari dalil-dalil berikut pada slide selanjutnya.

DALIL # 1 QIYAS TENTANG BOLEHNYA QADHA SHALAT Dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dia berkata:

DALIL # 1 QIYAS TENTANG BOLEHNYA QADHA SHALAT Dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dia berkata: Saya pernah duduk bersama Abdullah dan Abu Musa. Kemudian Abu Musa berkata: “Wahai Abu Abdurrahman, bagaimana pendapatmu jikalau ada seseorang laki-laki junub, dan dia tidak menemukan air selama sebulan. Apa yang harus dia lakukan untuk mengerjakan shalat? ” Abdullah berkata: “Dia tidak boleh bertayammum meskipun selama sebulan lamanya ia tidak menemukan air!” Abu Musa berkata: “Jadi bagaimana dengan ayat dalam surah Al-Maidah berikut ini: ……lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan… [QS: 5 Al-Maidah: 6] Abdullah berkata: “Jikalau mereka dibolehkan memakai ayat itu, dikhawatirkan apabila musim dingin mereka akan senantiasa tayammum dengan tanah. ” Abu Musa berkata: “Apakah kamu pernah mendengar perkataan Ammar? Katanya: Aku telah diutus Rasulullah SAW untuk suatu urusan, kemudian aku junub, namun aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di atas tanah sebagaimana hewan menggulingkan diri. Kemudian setelah aku bertemu Rasulullah SAW, aku menceritakan hal tersebut. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya kamu sudah cukup jika bersuci seperti ini”. Kemudian Rasulullah SAW memukulkan tangannya ke atas permukaan tanah satu kali, sesudah itu disapukannya tangan yang kiri ke tangan yang kanan, ke punggung tangan dan wajahnya. Abdullah berkata: “Tidakkah anda tahu, Umar tidak menanggapi perkataan Ammar? ” [HR. Bukhari – Kitab Tayammum dan Muslim – Kitab Haid]

DALIL # 2 QIYAS TENTANG BOLEHNYA QADHA SHALAT Dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abzi,

DALIL # 2 QIYAS TENTANG BOLEHNYA QADHA SHALAT Dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abzi, dari bapaknya: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki [bernama Ammar] mendatangi Umar. Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya saya junub, tetapi tidak menemukan air. ” Umar berkata: “Jangan mengerjakan shalat!” Kemudian Ammar berkata: “Tidakkah anda ingat wahai Amirul Mukminun, pada saat saya bersamamu dalam sebuah pasukan perang. Kemudian kita sama-sama junub dan tidak menemukan air. Adapun anda saat itu tidak mengerjakan shalat. Sedangkan saya berguling-guling di atas tanah dan kemudian mengerjakan shalat. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya kamu cukup hanya dengan meletakkan kedua tanganmu di permukaan tanah. Kemudian kamu tiup [tanganmu yang berdebu itu] untuk selanjutnya kamu usapkan pada wajah dan kedua tanganmu”. Lalu Umar [bin Khattab] berkata: “Takutlah kamu kepada ALLAH wahai Ammar”. Ammar berkata: “Jika anda mau, maka saya tidak akan menceritakannya. ” [HR. Muslim – Kitab Haid, Bukhari dalam Kitab Tayammum dengan matan lebih pendek]

QIYAS Masih ada beberapa hadis lainnya dari Bukhari dan Muslim dengan nada yang sama

QIYAS Masih ada beberapa hadis lainnya dari Bukhari dan Muslim dengan nada yang sama dengan 2 hadis tadi. Dari 2 (dua) buah hadis itu kemudian ulama mengqiyaskan bahwa tidak mungkin Umar meninggalkan shalat dengan sengaja hanya karena beliau tidak menemukan air. Sedangkan beliau membantah pendapat Ammar tentang tayammum. Umar bin Khattab adalah seorang Khulafa ar Rasyid sahabat utama Rasulullah. Jadi pastilah Umar akan membayar shalat yang ditinggalkannya. Meskipun tidak ditemukan hadis yang menjelaskan apakah Umar membayar shalat yang ditinggalkannya dan bagaimana cara membayar shalat yang sengaja ditinggalkan. Tetapi ulama berijtihad bahwa kita boleh mengqadha shalat yang ditinggalkan itu. Dan ijtihad ulama ini diqiyaskan dengan kewajiban mengqadha puasa dari hadis: Dari Ibnu Abbas, bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa sebulan”. Beliau bertanya: “Apa pendapatmu jika ibumu mempunyai utang kepada orang lain, apakah engkau akan membayarnya? ” Ia menjawab: “Ya. ” Beliau bersabda: “Utang kepada ALLAH adalah lebih berhak untuk dibayar ”. [HR. Bukhari, Muslim, Turmuzi, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad & Ad-Darami]

Wallahu a’lam. Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui.

Wallahu a’lam. Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui.

Cinta Rasul adalah milis wadah bertukar informasi tentang Islam dan pembelajaran serta evaluasi ulang

Cinta Rasul adalah milis wadah bertukar informasi tentang Islam dan pembelajaran serta evaluasi ulang ilmu fiqih Islam yang sudah sejak lama difatwakan oleh ulama-ulama baik dari Mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah maupun fatwa yang berasal dari ijtihad para ulama lokal Nusantara. Cinta-Rasul@yahoogroups = Moderator Only, Cinta_Rasul@yahoogroups = Public, dan Cinta_Rasul@googlegroups = Archive File. Owner, Tim Penulis dan Moderator CR bukanlah anggota dari suatu organisasi massa Islam manapun, dan sama sekali bukan bagian dari kelompok Khawarij Salafy/Salafyoon. Apabila terdapat kesamaan pembahasan fiqih maka itu hanyalah karena persamaan pengambilan terhadap dalil hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika terdapat materi Fiqih yang berbeda dengan masyarakat umum dan dipertahankan oleh Owner/Penulis, maka itu hak Owner/Penulis dan jangan diikuti secara taklid buta oleh pembaca. Tradisi dan masyarakat yang diketengahkan oleh Owner/Penulis tentu saja tidak sama dengan masyarakat Indonesia seluruhnya. CR hanyalah sekedar menyampaikan sunnah Rasulullah dengan memilih hadis berdasar tingkat validitas (keabsahannya) yang terbagi pada Shahih, Hasan Shahih, dan Hasan. Selain daripada itu tidak kita sampaikan, kecuali sekedar informasi.