ISU STRATEGIS TRANSPORTASI PERKOTAAN OTORITAS TRANSPORTASI JABODETABEK Menteri

ISU STRATEGIS TRANSPORTASI PERKOTAAN & OTORITAS TRANSPORTASI JABODETABEK Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebagai Bahan Pegangan dalam Pertemuan dengan Wapres Jakarta, 12 Maret 2019

Republik Indonesia Executive Summary (1/2) Kementerian PPN/ Bappenas Aspek Tata Ruang: 1. Telah dilaksanakan rapat pada 21 Februari 2019 yang dihadiri oleh Bappenas, Kemenko Perekonomian, Kemendagri, BPTJ, Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Daerah se-Jabodetabek dalam rangka melakukan sinkronisasi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) dengan Rencana Transportasi dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada masing-masing Daerah di Jabodetabek. 2. Diidentifikasi masih ada sejumlah ketidaksesuaian antara kegiatan yang tercantum dalam RITJ dengan RTRW Daerah, sehingga diperlukan tindaklanjut: a. Penajaman prioritas kegiatan dalam RITJ yang akan dilaksanakan pada 2020 -2024 (termasuk untuk dimasukkan dalam major project RPJMN 2020 -2024). b. Pemutakhiran Rencana Transportasi masing-masing Daerah Jabodetabek sesuai arahan RITJ, terutama mengakomodasi prioritas 2020 -2024. c. Penyesuaian RTRW dan RDTR Daerah sesuai proyek prioritas RITJ yang disepakati. 2

Republik Indonesia Executive Summary (2/2) Kementerian PPN/ Bappenas Aspek Kelembagaan: 1. Berdasarkan rapat pada 12 Februari dan 27 Februari 2019 yang dihadiri oleh Bappenas, BPTJ, Kemenko Kemaritiman, Kemenko Perekonomian, Setkab, Kemendagri, dan Kemenpan RB, terdapat dua alternatif bentuk kelembagaan, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan: a. Memperkuat BPTJ pada level di bawah koordinasi langsung Presiden, dan menerima pelimpahan kewenangan dari Pemda dan K/L untuk mengimplementasikan RITJ. § Pros: kecepatan pembentukan lembaga, kecepatan dalam pengambilan keputusan (top-down), kemungkinan lebih mudah mendapatkan anggaran Pemerintah Pusat (APBN) § Cons: ketidaksesuaian dengan desentralisasi/otonomi daerah, kurang fleksibel untuk mendapatkan sumber pendanaan di luar APBN/APBD. b. Membentuk badan/board steering committee (regulator, termasuk menyusun RITJ) yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Pusat (BPTJ) dan Pemerintah Daerah, dan membentuk badan pelaksana “Otoritas Transportasi Jabodetabek” berbentuk korporasi (holding BUMN-BUMD) sebagai pelaksana RITJ. § Pros: kesesuaian dengan desentralisasi/otonomi daerah, fleksibilitas dan kelincahan melalui aksi korporasi untuk mendapatkan sumber-sumber pendanaan, pegawai dari profesional § Cons: membutuhkan waktu untuk pembentukan board dan holding BUMN-BUMD 3

Kementerian PPN/ Bappenas Republik Indonesia TERIMA KASIH 4

Kementerian PPN/ Bappenas Republik Indonesia LAMPIRAN 5 5

Isu Strategis Kewilayahan Republik Indonesia PENURUNAN KETIMPANGAN ANTARWILAYAH • Kemiskinan di KTI (12, 57%)* dan KBI (10, 15%)* • Kemiskinan perdesaan (13. 10%)** dan perkotaan (6, 89%)** • Ketimpangan Pendapatan Perdesaan (0, 319)** dan Perkotaan (0, 391)** • Konsentrasi di KBI terutama Pulau Jawa PENGUATAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH • Tingkat keberhasilan Pusat Pertumbuhan Baru yang rendah (1 dari 12 KEK, 4 dari 14 KI, 2 dari 4 KPBPB, dan 10 Destinasi Wisata) • Konektivitas dari dan menuju Pusat-Pusat Pertumbuhan yang lemah • Kawasan Strategis Kabupaten yang belum berkembang Kementerian PPN/ Bappenas PENGELOLAAN URBANISASI • Penduduk perkotaan yang akan mencapai 60% dan bonus demografi 2030 • Kontribusi urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang rendah (1% urbanisasi menghasilkan hanya 4% PDB, di India 13% PDB) PEMANFAATAN RUANG • Konflik ruang yang semakin meningkat (15. 525 kasus periode 2015 -2018) • Desa-desa dalam kawasan hutan dan perkebunan besar tidak dapat melaksanakan kewenangannya tertama untuk pembangunan infrastruktur (20. 000 desa) • Kejadian Bencana akibat pemanfaatan ruang yang belum sesuai semakin meningkat (sekitar 2. 000 kasus kejadian Banjir, Longsor, Kebakaran Hutan, dsb) PEMENUHAN PELAYANAN DASAR DAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH • Akses dan kualitas pelayanan dasar yang terbatas (perumahan layak baru 37, 8%*, air minum 72%*, sanitasi layak 67, 5%*, dsb) • Ketergantungan APBD terhadap Dana Transfer yang tinggi (rata-rata >70% APBD Kab/Kota dan >50% APBD Provinsi dari Pusat) serta sumber Pendanaan Non APBN yang kurang optimal • Peraturan Perundangan yang belum harmonis serta Kerjasama dan Inovasi Daerah yang belum berkembang • Proses perizinan yang lama dan berbiaya tinggi (118 Hari Papua) Catatan: *) BPS, 2017 **) BPS, 2018 6

Republik Indonesia Kerangka Pembangunan Infrastruktur 2020 – 2024 Kementerian PPN/ Bappenas 7 7

Republik Indonesia Kerangka Infrastruktur dan Pembangunan Perkotaan Infrastruktur Pendukung Pembangunan Angkutan Umum Massal Perkotaan Energi Berkelanjutan untuk Perkotaan Infrastruktur dan Ekosistem TIK untuk Mendukung Penerapan Smart City Kementerian PPN/ Bappenas Faktor-faktor Utama Meningkatnya Pembangunan Angkutan Umum Perkotaan: • Meningkatkan jumlah pengguna angkutan umum • Mengurangi emisi kendaraan bermotor Meningkatnya Energi Berkelanjutan: • Meningkatkan pemanfaatan energi bersih Meningkatnya Ketersediaan Ekosistem TIK : • Mempermudah pelayanan publik berbasis elektronik Peningkatan Daya Saing Perkotaan 8

Isu Strategis Pengembangan Transportasi Perkotaan Kementerian PPN/ Bappenas Republik Indonesia Urbanisasi yang berkembang pesat (55% - 2017; 69% - 2045) Source: World Bank, 2018 Dominasi sepeda motor dan eksternalitas: kecelakaan lalu lintas, kebisingan, kemacetan Jumlah Kendaraan Sepeda Motor (105 jt) Mobil penumpang (14 jt) Mobil barang (7 jt) Tangsel Pangsa angkutan umum sangat rendah (Case: Jakarta <20%; Bangkok: 43%; Singapura: 48% Tokyo: 51% ; ) < 20% Belum Terbangun Kriteria Best Practice untuk Pembangunan Angkutan Umum Massal • • Kawasan Metropolitan (Berbasis Wilayah Perkotaan, Populasi > 1 juta penduduk) Memiliki kebijakan/strategi pengembangan mobilitas perkotaan Kapasitas fiskal daerah Komitmen kebijakan, anggaran, dan pengoptimalan sumber pendapatan lain Bus (2 jt) Tahun USD 5 Milyar Kecepatan Pertumbuhan Populasi Kota Menuntut Transportasi yang Memadai Bd. Lampung 69%-2045 2016 Kerugian ekonomi > 5 USD milyar /tahun di Jakarta akibat kemacetan lalu lintas Pengembangan transportasi kota masih berbasis batas administratif (belum melihat wilayah perkotaan) Belum adanya kebijakan dan rencana mobilitas perkotaan penumpang dan barang (city logistics) terpadu RTRW, RDTR, Urban Mobility Plan and Policy, Masterplan Transportasi • Prastudi Kelayakan yang mengkomodasi pemilihan moda, kelayakan sosial, lingkungan • Mengoptimalkan sumber pembiayaan badan usaha dan/atau swasta Keterbatasan kelembagaan/otoritas yang mampu mengintegrasikan pengembangan transportasi perkotaan lintas administrasi dan lintas sistem angkutan di kawasan metropolitan 9

Framework Pengembangan Transportasi Perkotaan Perlunya Kriteria dalam Pengembangan Transportasi Perkotaan Republik Indonesia Demografi Perkotaan Ukuran Kota Bentuk Kota Ekonomi dan Fiskal PDRB KRITERIA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN Pemilihan Angkutan Umum Massal Perkotaan Kementerian PPN/ Bappenas Network Planning Integrasi Transportasi dan Tata Guna Lahan Integrasi dengan Jaringan Eksisting Kelembagaan Institutional Arrangement Kapasitas Fiskal Operator Lokal Kondisi Angkutan Umum Penggunaan Transportasi Publik Eksisting Regulasi Kebijakan KTB Kebijakan TDM Lo. S Transportasi Publik Eksisting Sumber: World Bank, 2017 10

Kriteria dalam Mendapatkan Dukungan Pemerintah Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas Dukungan Pemerintah diberikan pada perkotaan yang telah memenuhi: Eligibility Kriteria Criteria Umum • • Kawasan Metropolitan (Berbasis Wilayah Perkotaan, Populasi > 1 juta penduduk) Memiliki kebijakan/strategi pengembangan mobilitas perkotaan Kapasitas fiskal daerah Komitmen penerapan kebijakan, pengalokasian anggaran, dan komitmen pengoptimalan sumber pendapatan lain dari penyelenggaraan angkutan umum Readiness Kriteria Criteria Kesiapan *mengacu kepada panduan penyusunan perencanaan mobilitas perkotaan yang akan dituangkan dalam peraturan menteri • Dokumen perencanaan mobilitas perkotaan* • Insitusi penyelenggara angkutan umum massal • Komitmen penyediaan lahan • Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan • Prastudi Kelayakan yang mengkomodasi pemilihan moda, kelayakan sosial, lingkungan, ekonomi, Project Kriteria finansial, serta desain awal angkutan terpilih Viability Kelayakan • Mengupayakan dan mengoptimalkan sumber Criteria pembiayaan dari badan usaha dan/atau swasta 11

Ruang Lingkup Dukungan Pemerintah dalam Pembangunan Angkutan Umum Massal Perkotaan Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas Ruang Lingkup Dukungan Pemerintah dalam pembangunan angkutan umum massal perkotaan diberikan untuk: • • • Penyelenggaraan angkutan Dukungan Pemerintah untuk penyelenggaraan angkutan umum massal hanya umum massal berbasis rel dapat digunakan untuk prasarana; Dukungan Pemerintah juga dapat diberikan untuk penyiapan dokumen kesiapan dan kelayakan proyek. Dukungan Fiskal 1. 2. 3. Dukungan kelayakan: • VGF • Dukungan sebagian konstruksi • Hybrid Financing Insentif perpajakan; Hibah; 4. 5. 6. 7. Penerus-hibahan; . Penerusan pinjaman; Penyertaan modal; dan/atau Penggantian biaya penugasan. dapat diberikan sampai dengan 100% dari total biaya investasi prasarana Tata cara: • • Penyelenggaraan angkutan umum massal berbasis jalan Dukungan Non Fiskal 1. Dukungan perizinan; 2. Dukungan kebijakan; dan/atau 3. Dukungan dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jaminan Pemerintah Dalam hal proyek dilaksanakan dengan menggunakan Skema KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang terlibat dalam proyek yang dikerjasamakan, dapat bertindak bersama sebagai PJPK. Mengikuti prosedur perencanaan dan penganggaran yang ada (berdasarkan PP 17 Tahun 2017) Rincian proses diatur dalam peraturan menteri 12

Republik Indonesia Prinsip dan Ruang Lingkup Otoritas Transportasi Perkotaan Kementerian PPN/ Bappenas Otoritas transportasi perkotaan pada kawasan metropolitan diperlukan untuk menjamin terwujudnya keterpaduan sistem dan layanan lintas wilayah administratif melalui keterpaduan perencanaan, regulasi, dan pengoperasian infrastruktur transportasi perkotaan. Prinsip Otoritas Transportasi Perkotaan Cakupan wilayah berbasis kawasan metropolitan (bukan berbasis batas administratif) Memiliki kewenangan untuk menjamin terwujudnya keterpaduan sistem transportasi yang efisien Dapat menjamin ketersediaan pendanaan untuk pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi perkotaan terpadu Sumber: Diskusi Bappenas dan Bank Dunia (2019) Ruang Lingkup Otoritas Transportasi Perkotaan Perencanaan pengembangan angkutan umum, angkutan barang, infrastruktur jalan, non motorized transport, Transit Oriented Development (TOD) Regulasi pelayanan angkutan umum dan angkutan barang Design/konstruksi pengembangan sistem angkutan umum, angkutan barang, infrastruktur jalan, non motorized transport, Transit Oriented Development (TOD) 13

Perbandingan Ruang Lingkup Otoritas Transportasi Perkotaan di Dunia Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas …untuk meningkatkan mobilitas perkotaan, sebagian besar otoritas transportasi perkotaan berfokus pada transportasi umum Public Transport Roads, Traffic, Parking, NMT City Authority Infrastructure Freight Transport Service Plan Design & construct Manage Plan Design Construct Plan X X X X Hong Kong TD X X X Bangkok BMTA X X New York NYTA X X X Chicago CTA X Manila LTD Munich MVV Paris STP London Tf. L X Singapore LTA Plan Design Construct Regulate X X X X X X X X X X X X Source: Modified from Urban Transport Institutions, Richard Meakin, 2004 Key to abbreviations: LTA Land Transport Authority TD Transport Department BMTA Bangkok Mass Transit Authority (bus service) NYTA New York Transit Authority CTA Chicago Transit Authority LTD Land Transport Department MVV Munich Verkehrsverbund STP Syndicat des Transports Parisiens Regulate Operate Service § Plan’ means to forecast demand intervene to ensure supply § Operate’ means to own and manage the transport system § Construct’ means to finance and direct construction Sumber: Diskusi Bappenas dan Bank Dunia (2019) 14

Rujukan Otoritas Transportasi Jabodetabek Kementerian PPN/ Bappenas Republik Indonesia New York Transportation Authority State, City & Represent County Gov BOARD Jaringan Transportasi Umum Tingkat Layanan Pengaturan tarif Pemantauan dan evaluasi Standar Dukungan teknis (mis. Fasilitas pejalan kaki, manajemen lalu lintas) • Dukungan regulasi (mis. Izin, persetujuan, penegakan hukum) • • • Fund Sharing BOARD • DKI JAKARTA (CHAIR)* Central Gov Represent • BPTJ Local Gov • PEMDA BODETABEK Fund Sharing Operating Contract FEEDER LRT MRT Revenue Rail Operator Bridge & Tunnel FEEDER LRT MRT Rail Operator Bus Operator (Public Benefit Corporation) Perencanaan layanan Pengadaan dan regulasi Mengelola pendapatan tarif Pemasaran Perencanaan PT Infrastruktur Mendanai PT Infrastruktur Mengelola konstruksi PT Infrastruktur • Penggunaan lahan dan integrase PT • Pengoperasian sistem transportasi • • Jabodetabek Transport Authority (holding BUMN-BUMD) Bus Operator MTA New York Revenue Jabodetabek Transportation Authority Konsolidasi RTRW dan RDTR Jaringan Transportasi Umum Tingkat Layanan Pengaturan tarif Pemantauan dan evaluasi Standar Dukungan teknis (mis. Fasilitas pejalan kaki, manajemen lalu lintas) • Dukungan regulasi (mis. Izin, persetujuan, penegakan hukum) • • Perencanaan layanan Pengadaan dan regulasi Mengelola pendapatan tarif Pemasaran Perencanaan PT Infrastruktur Mendanai PT Infrastruktur Mengelola konstruksi PT Infrastruktur • Penggunaan lahan dan integrase PT • • Pengoperasian sistem transportasi *Arahan RATAS tentang Pengelolaan Transportasi Jabodebek Sumber: diadaptasi dari web. mta. info Sumber: Exercise Bappenas dan Bank Dunia (2019) 15

Republik Indonesia Ilustrasi Proses Sinkronisasi RTRW dan RITJ melalui Kelembagaan Otoritas Transportasi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek diintegrasikan Kementerian PPN/ Bappenas Pengaturan pola perumahan, permukiman dan aktivitas (perkantoran, pusat perdagangan, dll) Rencana Tata Ruang Wilayah Jabodetabekpunjur (revisi) dijabarkan diperinci RDTR Kawasan Strategis Penentuan koridor & stasiun (pengembangan TOD) dioperasionalkan (kerjasama dengan ATR/BPN) Land Value Capture (membiayai infrastruktur melalui perolehan keuntungan karena kenaikan harga properti, seperti di lahan sekitar koridor dan stasiun)* Capital & revenue Sebagian hasil menjadi sumber PAD untuk kepentingan pembangunan sektor transportasi kab. /kota Kerjasama antar daerah** (a. l. pembangunan park and ride dan manajemen lalu lintas kab. /kota) Sistem kelembagaan wilayah metropolitan Jabodetabekjur Cat. : * Land Value Capture belum pernah dilakukan di Indonesia, tapi sudah berhasil diterapkan di negara lain. ** kerjasama antar daerah berbasis RTRW, sekretariat bersama yang dibentuk, diusulkan dipimpin dan dibiayai oleh suatu K/L, misal Kemendagri atau Bappenas (diperlukan penyesuaian terhadap PP 28/2018 tentang Kerja Sama Daerah) 16

Kelembagaan : Alternatif 1 (1/2) Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas 1. Memperkuat Alokasi & Fungsi Anggaran BPTJ • Implementasi RITJ memerlukan investasi publik yang signifikan • Tiga alternatif peran strategis BPTJ sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk Public Service Obligation (PSO), pembangunan infrastruktur & Penanggung-jawab Kerjasama Pemerintah - Badan Usaha • Kementerian dan Pemda memberi penugasan + mengalokasikan anggaran kepada BPTJ mengelola Public Service Obligation • • • Menetapkan dan menegakkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Kinerja Badan Usaha/Operator Moda Raya Integrasi keuangan: Ticketing, zonasi tarif lintas-moda Pembangunan infrastruktur (investasi BMN) • • Pengadaan & Pengelolaan investasi Barang Milik Negara lintas wilayah Ja. Bo. De. Ta. Bek. Memperkuat kapasitas BPTJ dalam integrasi fisik KPBU Pemanfaatan BMN • • BPTJ sebagai PJPK: KPBU untuk mengoptimalkan pengadaan & pemanfaatan BMN Meningkatkan Value for Money (Vf. M) kehadiran Negara di Wilayah Ja. Bo. De. Ta. Bek Efektif: anggaran di tangan BPTJ dapat dijadikan daya tawar untuk implementasi RITJ Perlu proses politik, termasuk persetujuan DPR. Kemungkinan resistensi dari kementerian dan pemda. 17

Kelembagaan : Alternatif 1 (2/2) Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas 2. Perizinan yang dikelola BPTJ Persetujuan Andalalin di Jalan Nasional di Jabodetabek Penetapan Trase Kereta Api di Wilayah Jabodetabek Izin Pembangunan Prasarana Kereta Api di Wilayah Jabodetabek Izin Operasi Sarana dan Prasarana Kereta Api di Wilayah Jabodetabek Izin Penyelenggaraan Angkutan Umum Dalam Trayek di Wilayah Jabodetabek Izin Penyelenggaraan Angkutan Umum Tidak Dalam Trayek di Wilayah Jabodetabek 18

Kelembagaan : Alternatif 2 Republik Indonesia Jabodetabek Transportation Authority Konsolidasi RTRW dan RDTR Jaringan Transportasi Umum Tingkat Layanan Pengaturan tarif Pemantauan dan evaluasi Standar Dukungan teknis (mis. Fasilitas pejalan kaki, manajemen lalu lintas) • Dukungan regulasi (mis. Izin, persetujuan, penegakan hukum) • • BOARD • DKI JAKARTA (CHAIR)* Central Gov Represent • BPTJ Local Gov • PEMDA BODETABEK Fund Sharing Jabodetabek Transport Authority (holding BUMN-BUMD) Operating Contract FEEDER LRT MRT Rail Operator Revenue Bus Operator Kementerian PPN/ Bappenas Perencanaan layanan Pengadaan dan regulasi Mengelola pendapatan tarif Pemasaran Perencanaan PT Infrastruktur Mendanai PT Infrastruktur Mengelola konstruksi PT Infrastruktur • Penggunaan lahan dan integrase PT • • Pengoperasian sistem transportasi *Arahan RATAS tentang Pengelolaan Transportasi Jabodebek Sumber: Exercise Bappenas dan Bank Dunia (2019) 19

Analisis Komparatif antara Kelembagaan Alt 1 dan Alt 2 (1/2) Kementerian PPN/ Bappenas Republik Indonesia Principles of Establishment of Metro Transport Authority* Alt 1 Alt 2 Time to establish Relatively faster to establish the institution since it is exist, staffed, has structure and functions, has budget, and does not need to establish BLU/BUMN. But it will depend on the content of the Perpres of new BPTJ (under the President). If the Perpres will also regulate delegation of authority and cash transfer from sub-national governments to national government, it might take more time in getting support from sub-national governments. Need to establish BLU/Holding BUMN-BUMD. Decision Making Process Relatively faster in decision making process within the BPTJ since it is a top down structure Need to establish decision making process among board members Address co-ordination between jurisdictions at all territorial scales Coordination based on existing national and subnational governments coordination mechanism. Lack of regulatory basis to reach and commit to agreements/decisions Coordination mechanism is part of board standard operation procedure, including mechanism to reach and commit to agreements/decisions Make establishment of the Metro Transport Authority an integral part of decentralization Reduce the degree of decentralization as it requires delegation of authority and fiscal transfer from sub-national governments; reduce coordination effectiveness In line with decentralization Sumber: Exercise Bappenas dan Bank Dunia (2019) 20

Analisis Komparatif antara Kelembagaan Alt 1 dan Alt 2 (2/2) Republik Indonesia Principles of Establishment of Metro Transport Authority* Alt 1 Alt 2 Benefit from guidance and support from the national government It may get more support from national government, but needs more efforts to synchronize implementation with existing sectoral, decentralization, and fiscal balance laws and regulations In line with existing sectoral, decentralization, and fiscal balance laws and regulations Build consensus on the allocation of funding and decision-making powers between jurisdictions Need more effort to build consensus as it requires delegation of authority and fiscal transfer from subnational governments Consensus is built during the establishment of board and BLU/holding BUMN-BUMD (owned by national government and sub-national governments) Leverage public awareness Need more effort to get public awareness as it has no representation of non-governmental actors Better public participation and awareness as there are representative of non-governmental actors in the board Others has no authority to collect fare revenue. It will therefore not be possible to introduce “Gross-cost / pay for service provided” contracting under the Alt 1 model, whereas the Alt 2 model is well suited to this structure. Under the Alt 1 model each operator will have to collect their own fare revenue, with top-up “net-cost” contractual payment form the Agency to subsidize non-viable routes. If the Agency cannot collect fare revenue, and subsequently distribute the revenue to various operators, it becomes very difficult to implement an integrated ticketing system that allows passengers to use multiple services for a single payment. provides more flexibility as the BUMN-BUMD Agency has the power to collect fees such as the proposed congestion charges, whereas the Central Government model for BPTJ has no mandate to collect fees Sumber: Exercise Bappenas dan Bank Dunia (2019) Kementerian PPN/ Bappenas Using a SOE, has more flexibility with recruitment and remuneration of staff. The Bappenas proposal is therefore better able to obtain highly qualified staff. 21

Republik Indonesia Tabel Perbandingan Penetapan TOD berdasarkan Perda 1/2012 tentang RTRW DKI, Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta, dan Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) Perpres 55/2018 tentang RITJ Penatapan Kawasan TOD Kota: 1. TOD Kampung Rambutan 2. TOD Blok M 3. TOD Lebak Bulus 4. TOD Dukuh Atas 5. TOD Tanjung Priok 6. TOD Grogol 7. TOD Rawa Buaya (Pulo Gebang) 8. TOD Jakarta Kota (Jatinegara) 9. TOD Cawang –Cikoko 10. TOD Pasar Senen Kementerian PPN/ Bappenas Perda 1/2012 tentang RTRW DKI dan Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta Penetapan Kawasan TOD: 1. Kecamatan Gambir (Kawasan Harmoni) 2. Kecamatan Senen (kawasan Senen) 3. Kecamatan Grogol Petamburan (Kawasan Grogol) 4. Kecamatan Kebayoran Baru (Kawasan Blok M) 5. Kecamatan Setiabudi (Kawasan Segitiga Emas Setiabudi, Kawasan Dukuh Atas) 6. Kecamatan Tebet (Kawasan Manggarai, Kawasan Terminal Pulo Gebang) 7. Kecamatan Jatinegara (kawasan Jatinegara) Penetapan Kawasan TOD Sub. Kota dan TOD Lingkungan: 1. TOD Kawasan St. Tanjung Barat 2. TOD Kawasan St. Juanda 3. TOD Harmoni 4. TOD Mangga Dua 5. TOD Manggarai 6. TOD Cibubur 7. TOD Pancoran 22

Republik Indonesia Tabel Perbandingan Penetapan Park and Ride berdasarkan Perda 1/2012 tentang RTRW DKI, Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta, dan Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) Perpres 55/2018 tentang RITJ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Blok M Kalideres Lebak Bulus Pulo Gebang Krukut Cinere Kelapa Gading Fatmawati Cipete Haji Nawi Blok A Perda 1/2012 tentang RTRW DKI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Blok M Kalideres Lebak Bulus Pulo Gebang Kota/Kampung Bandan Tanah Abang Manggarai Senen Pasar Minggu Tanjung Barat Ragunan Kembangan Tanjung Priok Rawa Buaya Cakung Kampung Rambutan Rawabuaya Kementerian PPN/ Bappenas Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Blok M Kalideres Lebak Bulus Pulo Gebang Kampung Bandan* Tanah Abang* Manggarai* Senen* Pasar Minggu Tanjung Barat Ragunan 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Kembangan Tanjung Priok Latuharhari Pluit Kampung Melayu Pemuda/Pramuka Pulo Mas Grogol Fatmawati** Ciracas** Taman Mini** *) akan dihapus dalam PK RDTR **) akan ditambah dalam PK RDTR 23

Republik Indonesia Tabel Perbandingan Angkutan Umum Massal Berbasis Rel berdasarkan Perda 1/2012 tentang RTRW DKI, Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta, dan Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) Kementerian PPN/ Bappenas MRT Perpres 55/2018 tentang RITJ 1. Kampung Bandan-HI-Lebak Bulus 2. Cikarang-Ujung Menteng-Kalideres. Balaraja Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta 1. Kampung Bandan-HI-Lebak Bulus 2. Cikarang-Duri-Balaraja 3. Cikokol-Bekasi PK RDTR 1. Kampung Bandan-HI-Lebak Bulus 2. Cikarang-Duri-Balaraja (hanya perubahan jalur) 3. Cikokol-Bekasi (diusulkan untuk dihapus oleh PT. MRT) 24

Republik Indonesia Tabel Perbandingan Angkutan Umum Massal Berbasis Rel berdasarkan Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta, Hasil Peninjauan Kembali RDTR, dan Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) Kementerian PPN/ Bappenas LRT Perpres 55/2018 tentang RITJ 1. Cawang-Cibubur-Bogor 2. Bandara Soekarno Hatta- Cawang 3. Ancol-Cempaka Putih 4. Pesing-Kelapa Gading 5. Puri Kembangan-Tanah Abang 6. Joglo-Tanah-Abang 7. Tanah Abang-Pulomas 8. Kebayoran Lama Kelapa Gading 9. Kelapa Gading-Velodrome 10. Velodrome-Dukuh Atas 11. Dukuh Atas-Palmerah. Senayan 12. Kelapa Gading-Stasiun PRJ Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta 1. Cawang-Cibubur-Bogor 2. Kampung Melayu-Taman Anggrek 3. Kuningan-Cawang-Cikarang 4. Rasuda Said-Gatsu-SCBD-Gelora Senayan-Pejompangan PK RDTR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Cawang-Cibubur-Bogor Kampung Melayu-Taman Anggrek* Kuningan-Cawang_Cikarang Rasuda Said-Gatsu-SCBD-Gelora Senayan-Pejompangan * Bandara Soetta-PIK-Pluit-Ancol-Kemayoran-Cempaka ** Extension Kemayoran-Ancol Reklamasi** Pesing-Kelapa Gading ** Puri Kembangan-Tanah Abang** Joglo-Tanah Abang ** Tanah Abang- Pulomas** Kebayoran Lama-Kelapa Gading** Kelapa Gading-Velodrome-Dukuh Atas (Usulan PT. Jakpro) Grogol-Senayan-Dukuh Atas (Usulan PT. Adhikarya) *) diusulkan dihapus **) berdasarkan Kepgub 1859 Tahun 2015 25

Republik Indonesia Tabel Perbandingan Angkutan Umum Massal Berbasis Rel berdasarkan Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta, Hasil Peninjauan Kembali RDTR dan Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) Kementerian PPN/ Bappenas Kereta Api Perpres 55/2018 tentang RITJ 1. Elevated Loopline 2. Double Track (Manggarai. Jatinegara-bekasi-Cikarang. Lemabang Perda 1/2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Tanjung-Priok Kota Jatinegara-Manggarai Bandara (Soekarno Hatta-Manggarai) KA Pelabuhan Serpong Tanah Abang Bekasi Kota Bogor-Kota Jatinegara-Manggarai Kampung Melayu Pelabuhan Tj Priok-Cikarang-Nambo. Citayam-Parung Panjang Sunter-Cempaka Baru-Jatinegara Margonda-Cibubur-Cakung. Pulogebang-Tanjung Priok PIK-Rawa Buaya-Lebak Bulus. Margonda Pluit-Daan Mogot-Kebayoran Lama Bandar Halim-Manggarai PK RDTR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Tanjung-Priok Kota Jatinegara-Manggarai Bandara (Soekarno Hatta-Manggarai) KA Pelabuhan Serpong Tanah Abang Bekasi Kota Bogor-Kota Jatinegara-Manggarai Kampung Melayu Pelabuhan Tj Priok-Cikarang-Nambo-Citayam-Parung Panjang Sunter-Cempaka Baru-Jatinegara Margonda-Cibubur-Cakung-Pulogebang-Tanjung Priok PIK-Rawa Buaya-Lebak Bulus-Margonda Pluit-Daan Mogot-Kebayoran Lama Bandar Halim-Manggarai Kereta Cepat Jakarta-Bandung 26

Republik Indonesia 1. Koridor Sinkronisasi Tata Ruang Kementerian PPN/ Bappenas Proyek yang dimuat baik di dalam RITJ maupun RTR KSN Jabodetabekpunjur (Revisi Perpres No. 54 Tahun 2008) sama-sama bersifat indikatif, Dengan demikian, proses penyesuaiannya bersifat iteratif (saling mengacu), sehingga tidak serta merta proyek yang ada di dalam RITJ diakomodir di dalam rencana tata ruang 2. Dalam proses sinkronisasi, rencana tata ruang merupakan acuan dasar/landasan awal karena rencana tata ruang memberikan orientasi keruangan dan juga telah memperhitungkan berbagai pemanfaatan ruang dari berbagai sektor secara optimal dan berkelanjutan 3. Dalam proses sinkronisasi, BPTJ diharapkan segera melakukan rekapitulasi ketidaksesuaian RITJ dengan RTRW/RDTR Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk proses sinkronisasi tata ruang 4. BPTJ perlu segera melakukan studi menyeluruh terhadap proyek-proyek RITJ sehingga dapat selaras dengan skenario pengembangan wilayah sekitarnya 27

ALUR SINKRONISASI RITJ DENGAN RDTR Republik Indonesia Alur Sinkronisasi RITJ dengan RDTR Kementerian PPN/ Bappenas 28

Status 21 Februari 2019 Republik Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas Beberapa hal yang perlu segera dikoordinasikan BPTJ untuk dapat dilakukan Proses Sinkronisasi : • Tabel identifikasi project RITJ yang belum terdapat dalam RTRW/RDTR belum selesai tersusun; • Studi menyeluruh lokasi seluruh project dalam RITJ; No. Kab/Kota Project RITJ yang belum terdapat dalam RDTR 1. …… a. …. . b. …. c. ……. 2. 3. 4. 29
- Slides: 29