I PENDAHULUAN 1 Pengertian tentang Perencanaan Perencanaan adalah

  • Slides: 39
Download presentation

I. PENDAHULUAN 1. Pengertian tentang ”Perencanaan”? Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan pada

I. PENDAHULUAN 1. Pengertian tentang ”Perencanaan”? Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan pada kerangka pemikiran tertentu dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi hingga saat ini untuk mencapai tujuan atau penyelesaian persoalan-persoalan di masa datang Menurut Friedman: "Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa mendatang, sangat berhubungan antara tujuan dan keputusan kolektif, dan mengusahakan kebijakan dan program yang menyeluruh”.

Tahapan dalam Perencanaan: - perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus - identifikasi masalah & kendala

Tahapan dalam Perencanaan: - perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus - identifikasi masalah & kendala - proyeksi mengenai keadaan di masa mendatang - pencarian dan penilaian berbagai kemungkinan kegiatan alternatif - penyusunan suatu rencana yang sesuai - perumusan kebijaksanaan atau strategi - penyusunan program dan pelaksanaannya

2. Mengapa Perlu Perencanaan ? - Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak

2. Mengapa Perlu Perencanaan ? - Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak merata antar daerah - Kemajuan teknologi yang semakin cepat - Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah - Pertumbuhan antar sektor ekonomi yang tidak seimbang Perlunya perencanaan wilayah a. Perencanaan nasional yang menyeluruh mencakup pengalokasian sumberdaya antar wilayah yang disusun berdasarkan informasi wilayah kemudian dirumuskan dalam program dan kebijakan nasional b. Perencanaan wilayah meliputi perihal yang bersifat fungsional pertumbuhan kota yang tidak terkendali dan kemacetan lalu lintas perkembangan industri dan hilangnya fungsi pertanian masalah ekonomi pedesaan yang mengalami kemunduran pertumbuhan ekonomi yang tidak merata pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat pengembangan sektor yang tidak seimbang

3. Tipe Perencanaan A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik

3. Tipe Perencanaan A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik dan ekonomi: 1. Perencanaan Fisik (physical planning) adalah perencanaan struktur fisik suatu daerah (area) yang meliputi: tataguna tanah, utilitas, komunikasi, dan sebagainya, serta berasal dari penataan dan/atau pengendalian pengembangan wilayah 2. Perencanaan Ekonomi (economic planning) lebih berkenaan dengan struktur ekonomi suatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara keseluruhan. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanis me pasar kebijakan pengendalian yang bersifat langsung

B. Perencanaan alokatif dan inovatif 1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan koordinasi, penyelarasan

B. Perencanaan alokatif dan inovatif 1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan koordinasi, penyelarasan hal yang bertentangan agar sistem yang bersangkutan dapat berjalan secara efisien sepanjang waktu sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh. Sering juga dinamakan perencanaan yang bersifat mengatur (regulatory planning). 2. Perencanaan Inovatif (Innovative Planning) berkenaan dengan perbaikan/pengembangan system yang bersangkutan sebagai keseluruhan dengan menunjukkan sasaran baru dan berusaha menimbulkan perubahan besar. Sering disebut juga perencanaan pembangunan (development planning).

C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak 1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode

C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak 1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode imple mentasinya dapat berbeda 2. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal tetapi tujuan tunggal tersebut dapat memberikan dampak ganda (multiplier effects) D. Perencanaan Indikatif dan Imperatif 1. Perencanaan indikatif hanya mengemukakan petunjuk / pedoman umum dan bersifat sebagai sumber informasi pelaksanaan. 2. Perencanaan imperatif adalah semacam perintah yang mengandung pengarahan yang bersifat konkrit

4. Tingkatan perencanaan Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan tujuan sosial dalam penataan

4. Tingkatan perencanaan Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan tujuan sosial dalam penataan kegiatan dalam ruang di atas tingkat perkotaan (Supra Urban) Perencanaan tingkat wilayah merupakan penghubung tingkat nasional dan tingkat lokal. Kurang efektifnya perencanaan di tingkat atas akan menimbulkan implikasi pada tingkat perencanaan yang lebih rendah Perencanaan tingkat pemerintah nasional umumnya bersifat ekonomi, yakni: a. alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan stabilisasi fluktu asi perekonomian b. bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan dengan pencapaian tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tertentu.

II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH 2. 1. Konsep tentang Wilayah Dalam ekonomi wilayah terdapat 3

II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH 2. 1. Konsep tentang Wilayah Dalam ekonomi wilayah terdapat 3 konsep wilayah yang diguna kan, yakni: (a) functional region; (b) homogeneous region; dan (c) administrative region a. Konsep wilayah atas dasar fungsi (functional regions) Seberapa besar wilayah itu terintegrasi Seberapa jauh masing komponen berinteraksi Jika interaksi antar komponen dalam suatu wilayah itu sangat signifikan dibandingkan dengan tempat lain (misalnya kegiatan bisnis), maka dasar bagi terbentuknya functional region menjadi kuat. Contoh Wilayah Fungsional: Nodal Regions dan Metropolitan Statistical Area (MSA)

Nodal Regions (Wilayah Nodal) Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis /perdagangan. Pusat pusat

Nodal Regions (Wilayah Nodal) Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis /perdagangan. Pusat pusat bisnis yang kecil tergantung pada pusat bisnis yang besar, sementara kedua pusat bisnis tersebut mungkin tergantung pada pusat bisnis yang lebih besar lagi. Wilayah yang dilayani oleh pusat bisnis dikenal dengan istilah hinterland. Kecenderungan: semakin besar hinterland semakin besar pusat bisnis yang melayaninya. Konsep wilayah nodal ini mensiratkan adanya "wilayah dalam wilayah", artinya: suatu kota kecil mungkin memiliki hinterland nya sendiri sementara mereka merupakan bagian dari hinterland yang lain.

Metropolitan Statistical Areas (MSA) Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola hirarkis yang menjadi ciri

Metropolitan Statistical Areas (MSA) Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola hirarkis yang menjadi ciri dari nodal regions. Contoh: kegiatan tenaga kerja dan perdagangan cenderung terkonsentrasi di CBS (Central Business District) Nodal (pusat konsentrasi) dari kegiatan ekonomi terlihat kontras dengan wilayah pemukiman dimana kegiatan bisnisnya sangat kecil. Terdapat saling ketergantungan antara pusat bisnis dengan wilayah pemukiman mengingat satu sama lain saling membutuhkan. Implikasi: seringkali kebijakan wilayah bisa diterapkan secara baik pada wilayah metropolis ini sebagai akibat adanya saling ketergantungan dalam wilayah tersebut. Struktur MSA: Pusat kota sebagai jantung dan nodal. Setiap MSA harus memiliki satu kota dengan penduduk lebih kurang 50. 000. Total penduduk seluruh MSA minimal 100. 000.

 MSA dibagi kedalam counties yang masing memiliki pusat kota. MSA memiliki daerah Sub

MSA dibagi kedalam counties yang masing memiliki pusat kota. MSA memiliki daerah Sub urban atau komunitas urban yang dekat pusat kota. Wilayah Sub urban termasuk Komunitas yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi lokal yang aktif (termasuk kota satelit). Dalam wilayah MSA terdapat juga kegiatan pertanian yang umumnya dilakukan di pinggiran kota b. Konsep Wilayah Homogen (Homogeneous Regions) Ditentukan atas dasar persamaan internal Dicirikan oleh kesamaan pada kegiatan umum, budaya dan iklim. Contoh: Wilayah kepulauan dengan kegiatan umum yang homogen Bisa juga homogenitas tersebut atas dasar Etnis. Contoh: Pecinan (China town), Kampung Arab, Kota apel, dan lain sebagainya. Pembagian Wilayah atas homogenitas ini penting juga untuk analisis Statistik.

c. Konsep. Wilayah Administratif (Administrative Regions) Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun organisasi baik

c. Konsep. Wilayah Administratif (Administrative Regions) Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun organisasi baik bagi organisasi swasta maupun pemerintah. Pada umumnya lebih kelihatan wujudnya dibanding dengan dua bentuk wilayah yang lain. Karena pembagiannya berdasarkan administrasi, maka berbagai ragam kegiatan akan dijumpai di dalamnya Bisa terjadi wilayah administratif memiliki kesamaan atas dasar fungsi, sehingga peran dari wilayah itu bisa sekaligus sebagai wilayah fungsional. d. Konsep Wilayah Perencanaan Daerah perencanaan (planning region) atau "programming region": daerah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan ekonomi. Daerah perencanaan adalah daerah geografik yang cocok untuk perancangan dan pelaksanaan rencana pembangunan wilayah.

2. 2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah a) Penentuan Batas-batas daerah Formal Pengelompokan unit

2. 2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah a) Penentuan Batas-batas daerah Formal Pengelompokan unit lokal yang berciri serupa menurut kriteria tertentu tetapi berbeda secara nyata dari unit di luar daerah berdasarkan kriteria yang telah dipilih tersebut Sifat: tidak homogen secara sempurna tetapi homogen dalam batas tertentu Kriteria yang digunakan: tingkat pengangguran, kegiatan, dan arah perkembangan migrasi, yang sifatnya dinamis a. 1. Metode Bilangan Indeks Tertimbang Daerah dibagi menjadi lokalitas yang berbeda, misalkan menurut tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita Berdasarkan pertimbangan kebijakan & daerah persoalan utama, maka daerah yang bersifat khusus perlu disendirikan Digunakan bobot kriteria untuk menentukan indeks tertimbang untuk masing daerah

a. 2. Metode Analisis Faktor Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah ilustrasi

a. 2. Metode Analisis Faktor Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah ilustrasi pewilayahan kondisi ekonomi oleh Smith mengidentifikasikan 14 kriteria industri atas dasar daerah pertukaran kesempatan kerja lokal dan 14 kriteria sosio ekonomi atas dasar pemerintahan lokal. Metode analisis faktor dapat digunakan untuk mengisolasikan faktor dasar ini, dan mengelompokkan daerah berdasarkan factor loading. Smith mengidentifikasikan perubahan industri dan struktur industri sebagai faktor sosio ekonomi pokok. Berdasarkan faktor ini dapat ditentukan batas daerah berdasarkan kondisi ekonomi.

b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional Merupakan pengelompokan unit lokal yang menunjukkan tingkat interdependensi yang

b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional Merupakan pengelompokan unit lokal yang menunjukkan tingkat interdependensi yang cukup besar. Lebih ditekankan pada arus yang terkait dengan suatu titik sentral dan bukan pada keseragaman daerah sebagai suatu kesatuan b. 1. Analisis Arus (Flow Analysis) Menentukan batas daerah fungsional berdasarkan arah dan intensitas arus antara pusat yang dominan dan satelit yang mengitarinya. Intensitas arus akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak dari pusat dan sebaliknya. Green & Carruthors telah mencoba menentukan batas ling kungan berdasarkan pengaruh dari suatu pusat (daerah fungsional) dengan menggunakan arus angkutan bis sebagai indikator bagi kaitan ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa ang kutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan.

Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route

Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan. Suatu Variasi yang menarik dari analisis arus sederhana tersebut di atas adalah Graph Theory. Banyaknya penggunaan telepon adalah kriteria yang lazim digunakan dan merupakan suatu indeks yang sangat bermanfaat mengenai pelbagai macam hubungan ekonomi dan sosial. Arus tersebut digambarkan dalam bentuk matrik, dan dari matrik ini arus Primer diidentifikasikan. Hirarkhi pusat yang dihasilkannya dapat digambarkan sebagai suatu jaringan (network) sederhana, dan memberikan gambaran mengenai bentuk dan luasnya hubungan fungsional di dalam suatu daerah

Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder) HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu

Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder) HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu per hari) A C 40 A HUBUNGAN TELEPON DARI PUSAT B B 10 F G H I 60 30 60 10 40 30 E 10 20 F G 50 H 20 I E 20 C D D 10 10 20 30 40 Dari matrik arus hubungan telepon tersebut di atas dapat digambarkan grafik jalur seperti gambar di bawah ini.

Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana, sehingga dapat diketahui bahwa

Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana, sehingga dapat diketahui bahwa D adalah pusat utama, dengan B, E dan G sebagai pusat sekunder C I A D H G B E F Gambar Jaringan Hubungan Fungsional

b. 2. Analisis Gravitasional Analisis ini berkenaan dengan kekuatan daya tarik yang bersifat teoritik

b. 2. Analisis Gravitasional Analisis ini berkenaan dengan kekuatan daya tarik yang bersifat teoritik antara pusat. Asumsi: bahwa interaksi antara dua pusat mempunyai hubungan proporsional langsung dengan massa dari pusat yang bersangkutan dan mempunyai hubungan terbalik dengan jarak dari pusat tersebut. Dalam perencanaan model, massa diwakili oleh variabel seperti penduduk, kesempatan kerja, pendapatan, pengeluaran dan omset eceran. Jarak dinyatakan dalam ukuran fisik (kilometer/mil), waktu, harga dan kesempatan antara. Dalam notasi matematik ditulis sebagai berikut : . Keterangan: Tij Pi & Pj dij = kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j = massa dari kedua pusat yang bersangkutan = jarak antara kedua kota (konstan)

2. 3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak ber korelasi

2. 3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak ber korelasi dengan daerah administratif namun daerah administratif penting bagi pelaksanaan perencanaan wilayah. Pada umumnya perencanaan berkaitan dengan program pelaksanaan dan administrasi. Supaya dapat terlaksana pewilayahan secara administratif, daerah harus memenuhi sekurangnya lima kriteria: a. Harus cukup besar untuk menopang suatu tim administrator profesional b. Harus mencakup daerah belakang komuter utama c. Harus mencakup daerah sumber air untuk kebutuhan manusia d. Harus mampu menyediakan ketrampilan yang diperlukan e. Harus memperhitungkan faktor topografik

BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region : 1.

BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region : 1. Regional Account (Income – Expenditure) Approach Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada perhitungan produk dari semua kegiatan ekonomi pada setiap sektor di wilayah tertentu. 2. Input – Output Approach Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada pengertian bahwa kegiatan ekonomi di suatu wilayah dinilai dari pemanfaatan faktor produksi atau input, baik yang tersedia di wilayah tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain, untuk menghasilkan output tertentu 3. Economic Base Approach Pendekatan ini lebih didasarkan pada perhitungan nilai produksi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi dengan mengelompokkan struktur perekonomian daerah menjadi sektor unggulan dan bukan unggulan.

3. 1. Regional Account Mc. Crone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah prasyarat esensial sebelum

3. 1. Regional Account Mc. Crone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah prasyarat esensial sebelum perencanaan regional dapat dilaksanakan Fungsi Akuntansi Regional Memberikan gambaran terinci mengenai saling hubungan antara sektor penting dari perekonomian regional Dapat menjadi landasan bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan regional Tersedia informasi mengenai hal yang sangat penting seperti penda patan, output, investasi dan produktivitas regional Taksiran produk regional menurut industri akan memudahkan pemisah an kekuatan dan kelemahan dalam perekonomian regional Data mengenai investasi dapat memberi petunjuk tentang industri apa dan di daerah mana yang akan memberikan hasil terbaik bagi penerap an investasi tertentu.

Regional Account (Income – Expenditure) Approach : Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari pendapatan/pengeluaran beberapa

Regional Account (Income – Expenditure) Approach : Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari pendapatan/pengeluaran beberapa sektor utama, yaitu sektor rumahtangga, industri, pemerintah, luar negeri (ekspor impor) Y = C + I + G + X -M Tk Upah Industri Rumahtangga Ekspor I Impor C Tax Subsidi Pemerintah Gx Tax

Y = C + I + G + X -M Konsumsi: Impor: C =

Y = C + I + G + X -M Konsumsi: Impor: C = C 0 + c Y d M = M 0 + m Yd Pendptn yg dibelanjakan: Yd = Y - t Y = (1 – t) Y Investasi: I = I 0 Belanja Pemerintah: G = G 0 Ekspor: X = X 0 maka : dengan: Y = k (C + I 0 + G 0 + X 0 - M) k = 1 1 – (1 – t) (c – m) sebagai angka pengganda Catatan Penting : Akuntansi regional memerlukan data yang bersifat makro Secara konseptual, daerah bukanlah negara sehingga diperlukan bentuk akuntansi yang berbeda dengan akuntansi nasional. Untuk tujuan perbandingan antar daerah diperlukan akuntansi standar

3. 2. Tabel Input-Output Regional 3. 2. 1. Konsep Tabel Input-output Merupakan suatu kelompok

3. 2. Tabel Input-Output Regional 3. 2. 1. Konsep Tabel Input-output Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk moneter, mengenai suatu perekonomian Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan antar industri. Tabel input output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang dibagi menjadi beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input). Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan antar industri karena penjualan dari suatu industri merupakan input bagi proses produksi dalam industri lain yang bersangkutan

3. 2. 2. Input – Output Approach Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah

3. 2. 2. Input – Output Approach Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp) Input untuk : Uraian Pertanian Permintaan Akhir Industri Jasa Pemerintah Ekspor Investasi Total Output Nominal Persen Rumah tangga - Pertanian 20 0, 200 40 0, 200 0 0, 000 20 0 100 - Industri 20 0, 200 20 0, 100 10 0, 100 75 10 55 10 200 - Jasa 0 0, 000 40 0, 200 10 0, 100 25 20 5 0 100 - Jasa Rumahtangga 40 0, 400 45 0, 225 70 0, 700 5 0 0 0 160 - Jasa Pemerintah 10 0, 100 15 0, 075 5 0, 050 0 0 30 - Impor barang 10 0, 100 40 0, 200 5 0, 050 0 5 60 100 1, 000 200 1, 000 125 30 80 15 650 Output dari: Pembayaran untuk: Total Input Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto): Konsumsi Rumahtangga = 125 Belanja Pemerintah = 30 Ekspor daerah = 80 Investasi daerah = 15 Pembayaran jasa Pemerintah (pajak, dll) = 30 Impor barang = 60 PDB daerah = 160

Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka sektor

Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-1): 0, 2 x 0, 0 x 0, 1 x Rp 10 M Rp 10 M = = = 2 2 0 1 1 M M M tambahan output Pertanian tambahan ouput Industri tambahan Jasa tambahan jasa pemerintah tambahan impor barang Tahap-0 Pertanian = 10 Permintaan naik 10 M Pertanian 0, 2 x 2 = 0, 4 Pertanian Industri Jasa 0, 2 x 10 = 2 0, 0 x 10 = 0 Industri 0, 2 x 2 = 0, 4 Jasa 0, 0 x 2 = 0 Pertanian 0, 2 x 2 = 0, 4 Industri 0, 1 x 2 = 0, 2 Jasa 0, 2 x 2 = 0, 4 Tahap-1 : Pertanian = 2 Industri = 2 Tahap-2 : Pertanian = 0, 8 Industri = 0, 6 Jasa = 0, 4 Tahap-3 : P I J 0, 08 0, 00 P I J 0, 08 0, 04 0, 08 P I J 0, 04 0, 02 0, 04 P I J 0, 00 0, 04 Pertanian = 0, 28 Industri = 0, 26 Jasa = 0, 16

Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0, 8 +

Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0, 8 + 0, 28 +. . = 13, 26 M 2. Industri = 2 + 0, 6 + 0, 26 +. . = 3, 02 M 3. Jasa = 0, 4 + 0, 16 +. . = 0, 67 M Tabel 2. Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp) Input untuk Permintaan Akhir Pertanian Industri Jasa RT Pem. Ekspor Investasi Total Output - Pertanian 2, 6520 0, 6040 0, 0000 0 0 13, 26 - Industri 2, 6520 0, 3020 0, 0670 0 0 3, 02 - Jasa 0, 0000 0, 6040 0, 0670 0 0 0, 67 - Jasa Rumahtangga 5, 3040 0, 6795 0, 4690 0 0 6, 45 - Jasa Pemerintah 1. 3260 0, 2265 0, 0335 0 0 1, 59 - Impor barang 1. 3260 0, 6040 0, 0335 0 0 1, 96 13, 2600 3. 0200 0, 6700 0 0 26, 95 Uraian Output dari: Pembayaran untuk: Total Input Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1, 645 M dari: Pertanian = 1, 326 M Industri = 0, 302 M Jasa = 0, 067 M

Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input Uraian

Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input Uraian untuk Daerah A Permintaan Akhir Daerah B Total Output Pertanian Industri Jasa A - Pertanian - - 10 - 50 10 30 100 - Industri - - 20 - - - 30 50 - - - Industri 20 - - Jasa 20 - - - 50 - Rumahtangga A 40 - 20 80 - Rumahtangga B - - 80 110 100 - 50 - 200 B Output dari A: - Jasa Output dari B: - Pertanian 60 20 80 200 30 100 Pembayaran untuk: Total Input 100 80 110 640

Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input

Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input Uraian untuk Daerah A Permintaan Akhir Daerah B Pertanian Industri Jasa A B - Pertanian - - 0, 20 - 0, 25 0, 10 0, 375 - - Industri - - - - 0, 20 - - - 0, 375 - - - - - Industri 0, 20 - 0, 40 - - 0, 60 0, 250 0, 73 - Jasa 0, 20 - - - 0, 25 - - 0, 27 - Rumahtangga A 0, 40 - 0, 10 - - Rumahtangga B - - 0, 40 - - - 1, 00 1, 00 Output dari A: - Jasa Output dari B: - Pertanian Pembayaran untuk: Total Input Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat (100%) berarti bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka dengan menggunakan koefisien I-O tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh hasil akhir nilai output : - di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%) - di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp 200 M (± 33%)

3. Economic Base Approach Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor ekonomi,

3. Economic Base Approach Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor ekonomi, baik di dalam wilayah maupun ke luar daerah, terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut. Untuk itu basis ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah / daerah dikelompokkan menjadi dua sektor, yaitu: 1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik maupun luar wilayah/daerah 2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di wilayah/daerah Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi:

LQr = PDRBir / TPDRBr PDRBin / TPDRBn dengan : i = sektor ;

LQr = PDRBir / TPDRBr PDRBin / TPDRBn dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional LQr = Location Quotient daerah r PDRBir = PDRB sektor i di daerah r PDRBr = PDRB total daerah r PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional n PDRBn = PDRB total Nasional n Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n

Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002 No. Sektor Ekonomi Location

Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002 No. Sektor Ekonomi Location Quotient 1983 1992 1993 2002 Ratarata Ket. 1. Pertanian 0, 881 0, 919 0, 964 0, 980 0, 957 N-Basis 2. Pertambangan 0, 095 0, 150 0, 153 0, 122 0, 136 N-Basis 3. Industri 0, 613 0, 571 0, 565 0, 494 0, 529 N-Basis 4. Listrik 0, 565 0, 681 0, 598 0, 430 0, 581 N-Basis 5. Bangunan 2, 079 1, 620 1, 524 1, 435 1, 688 Basis 6. Perdagangan 0, 842 0, 916 0, 992 0, 916 N-Basis 7. Pengangkutan 1, 482 1, 660 1, 633 1, 673 1, 584 Basis 8. Keuangan 1, 557 1, 201 1, 204 1, 605 1, 408 Basis 9. Jasa 1, 821 1, 977 2, 033 2, 186 2, 054 Basis Sumber: Hakim, 2004

Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan masing-masing

Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat melengkapi analisis LQ karena sektor-sektor ekonomi tersebut dengan matriks klasifikasi Klassen dapat dikelompokkan menjadi empat karakteristik, yaitu: Kontribusi terhadap PDRB Kriteria Laju Pertumbuhan dengan : Yi > Y Yi < Y ri > r Sektor maju dan tumbuh cepat Sektor berkembang cepat ri < r Sektor maju tapi tertekan Sektor relatif tertinggal ri r yi yi = = laju pertumbuhan PDRB sektor i laju pertumbuhan PDRB total kontribusi PDRB sektor i terhadap total PDRB kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB

Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002 Klasifikasi

Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002 Klasifikasi ri > r ri < r Sumber: Hakim, 2004 yi > y Sektor maju dan tumbuh cepat: yi > y Sektor berkembang cepat: - Pengangkutan - Jasa - Pertanian - Pertambangan - Perdagangan Sektor maju tapi tertekan: Sektor relatif tertinggal: - Bangunan - Keuangan - Industri - Listrik

Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah No Lapangan

Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah No Lapangan Usaha (1) (2) 1. Location Quotient (LQ) 2008 Kriteria (8) (9) 2002 2003 2004 2005 2006 (3) (4) (5) (6) (7) 1. 46 1. 37 1. 41 1. 44 1. 45 1. 46 1. 43 Basis a. Tanaman Bahan Makanan 2. 07 1. 99 2. 06 2. 09 2. 06 2. 05 2. 06 Basis b. Tanaman Perkebunan 0. 84 0. 79 0. 83 0. 84 0. 85 0. 87 0. 88 0. 83 - c. Peternakan 1. 35 1. 22 1. 19 1. 25 1. 32 1. 45 1. 53 1. 26 Basis d. Kehutanan 0. 41 0. 24 0. 33 0. 49 0. 43 0. 44 0. 42 0. 38 - e. Perikanan 0. 65 0. 58 0. 53 0. 56 0. 53 0. 58 - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 2007 Ratarata 2. Pertambangan & Penggalian 0. 09 0. 10 0. 11 0. 12 0. 13 0. 10 - 3. Industri Pengolahan 1. 14 1. 15 1. 17 1. 18 1. 15 Basis 4. Listrik, Gas & Air Bersih 1. 21 1. 15 1. 19 1. 25 1. 26 1. 22 1. 16 1. 21 Basis 5. Konstruksi 0. 89 0. 94 0. 92 0. 93 - 1. 32 1. 28 1. 25 1. 23 1. 22 1. 28 Basis 0. 94 0. 90 0. 82 0. 78 0. 73 0. 70 0. 65 0. 83 - 6. 7. Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 0. 42 0. 41 0. 39 0. 38 0. 39 0. 40 - 9. Jasa-jasa 0. 98 1. 10 1. 09 1. 11 1. 12 1. 14 1. 07 Basis Sumber: BPS (Pusat dan Jawa Tengah)

Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002 -2008 Kontribusi terhadap

Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002 -2008 Kontribusi terhadap PDRB Kriteria L a j u P e r t u m b u h a n Sektor Maju Sektor Tertinggal (Yi > Ŷ) (Yi ≤ Ŷ) Sektor Maju & Tumbuh Cepat Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat - Industri Pengolahan - Kehutanan - Jasa-jasa - Pertambangan & Penggalian - Listrik, Gas & Air Bersih (ri > ř) - Konstruksi - Pengangkutan & Komunikasi Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat (ri ≤ ř) Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat - Pertanian Secara Umum - Perkebunan - Pertanian Bahan Makanan - Peternakan - Perdagangan, Hotel & Restoran - Perikanan - Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan