HUKUM SYARA DEFINISI DAN DESKRIPSI Khithab atTaklifi Wajib
HUKUM SYARA DEFINISI DAN DESKRIPSI • • Khithab at-Taklifi: Wajib, Sunah, Mubah, Makruh, Haram. Khithab al-Wadh’i: Syarat, Sabab, Batal, Fasad, Azimah & Rukhsah.
Hukum Syara’: ﺍﻹﺿﺀ ﺍﻟ ﻟ ، ﺍ ﺍﻟ ﺍ ﻟﺍ seruan pembuat syariat (as-Syari’) yang berkaitan dengan perbuatan manusia, baik berupa tuntutan (iqtidha’), pilihan (takhyir) ataupun wadhi’. Hukum Taklifi: seruan yang menjelaskan hukum-hukum perbuatan manusia. (Wajib, Sunnah, Makruh, Haram & Mubah) Hukum Al-Wadh’i: Seruan yang mejelaskan berbagai perkara yang dituntut oleh hukum perbuatan manusia. (as-Sabab, as -Syarth, al-Mani’, as-Shihah, al-Buthlan, Fasad, al-’Azimah & Rukhshah) 2
Wajib / Fardhu • ﻣﺎ ﻃﻠﺒﻪ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻃﻠﺒﺎ ﺟﺎﺯﻣﺎ ﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺃﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻄﻠﺐ ﺛﺒﺖ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻗﻄﻌﻲ ﺃﻮ ﺛﺒﺖ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻇﻨﻲ • Perkara yang dituntut secara tegas (thalab jazim) oleh pembuat hukum (as-Syari), baik tuntutan tersebut berasal dari dalil qath’i atau dalil zhanni. • Terdapat nash dengan bentuk perintah atau yang semakna, menunjukan suatu perbuatan yang harus dilakukan, dengan tuntutan tegas. (siksa jika ditinggalkan, terus dilakukan Rasul saw, perbuatan yg berat tapi mesti dilakukan, dengan redaksi & tema yg fardhu/wajib dll) 3
Contoh: Kewajiban Shalat (5 waktu) ﺍﻟ ﻻ ﺍ ﻯ ﺍﻳ ﺍﺍ ﻭﺍ • • Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS. an-Nisa [4]: 103) • ﻳﻭﺍ ﺍﻟ ﻻ • Dan dirikanlah shalat. (QS. an-Nuur [24]: 56) • Perintah ini bersifat jazm dengan qarinah yang terdapat pada ayat lain: ﺍﻳ ﺍﻭﺍ. • ﺍ ﻱ • ‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? ’ Mereka menjawab: ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat’. (QS. al-Mudatstsir [74]: 42 -43) 4
Jilbab • • Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS al-Ahzâb [33]: 59) Ummu ‘Athiyah pernah bertutur : ﺍ ﺍ ﺍﺍ : ﻗ. ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍﺍ ﻻ ﺍ ﺍ : . ﺍ ﺍ ﺍﻟ ﻻ ﺍ ﺍ ، ﺍﺍ ﻟ ﺍ ﺍ ، • ﺍ ﺍﻟﻠ� ﻱ ﻟ ﻷﻯ • Rasulullah saw. memerintahkan kami—baik ia budak wanita, wanita haid, ataupun wanita perawan —agar keluar (menuju lapangan) pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Bagi para wanita yang sedang haid diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan dan seruan atas kaum Muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab. ” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya kepadanya. ” (HR Muslim) . ﺍﺍ ﻻ : ﺍ. ﺍ ﺍ : ﺍﻟ ﺍ ؟ ﺍ : ﺍ. ﻻ ﺍﻟﻠ ﺍﺍ • � • ﺍ ﺍﻟﻠ Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat. ” Ummu Salamah bertanya, “Lantas, bagaimana dengan ujung pakaian yang dibuat oleh para wanita? ” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah diulurkan sejengkal. ” Ummu Salamah berkata lagi, “Kalau begitu, akan tampak kedua telapak kakinya. ” Rasulullah menjawab lagi, “Hendaklah diulurkan sehasta dan jangan ditambah. ” (HR. at. Tirmidzi) 5
Contoh: Hukum Wajibnya Jihad ﺍﻭ • • • ﺍﻭﺍ ﺍﻳ ﻻ ﻭ ﺍﻟ ﻻ ﺍ ﺍﻵ ﻻ ﻭ ﺍ ﺍﻟ ﻭ ﻻ ﻳﻭ ﻳ ﺍ ﺍﻳ ﻭﻭﺍ ﺍﺍ ﻯ ﻭﺍ ﺍ “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (QS. At Taubah[9]: 29) Ayat ini menunjukan wajib, karena terdapat qarinah (indikasi) dari ayat lain: • ﺍ ﻭﺍ ﺍﺍ ﻳﺍ • Jika tidak berangkat, maka kalian akan di adzab dengan adzab yang sangat pedih. (QS. At-Taubah 9: 39) 6
Mandub (Sunnah, Nafilah, Mustahabb, Tathawwu’, Tabarru) • ﺧﻄﺎﺏ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻣﺘﻌﻠﻘﺎ ﺑﻄﻠﺐ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻃﻠﺒﺎ ﻏﻴﺮ ﺟﺎﺯﻡ ﺃﻮ ﻣﺎ ﻳﺤﻤﺪ ﻓﺎﻋﻠﻪ ﺷﺮﻋﺎ ﻭﻻ ﻳﺬﻡ ﺷﺮﻋﺎ . ﺗﺎﺭﻛﻪ • • Seruan pembuat Syariat untuk melakukan perbuatan dengan tuntutan tidak begitu tegas (ghair jazim); Perbuatan yg dipuji syara dan pelakunya tidak dicela oleh Syara’ meski meninggalkannya. Terdapat nash syara yang menunjukan tuntutan, kemudian terdapat qarinah yang memberikan arti tarjih (dorongan) serta sifatnya yang tidak pasti. Contoh: ﻻ ﺍﺍ ﻯ ﻻ ﺍ Shalat jamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dua puluh tujuh derajat (al. Bukhari) Shalat jama’ah dianjurkan namun Rasul saw membiarkan beberapa sahabat yang tidak berjamaah. 7
Haram/Mahzhur ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺬﻡ ﺷﺮﻋﺎ ﻓﺎﻋﻠﻪ. • ﺧﻄﺎﺏ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﺑﻄﻠﺐ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻃﻠﺒﺎ ﺟﺎﺯﻣﺎ • Seruan pembuat syariat yg menunjukan tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dengan tuntutan tegas; pelakunya dicela syara. • Terdapat nash syara yg menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, baik berbentuk larangan (sighat nahyi) atau yang semakna dengannya. Kemudian terdapat qarinah yang menunjukkan bahwa tuntutan (untuk meninggalkan) tersebut bersifat pasti. • Contoh: • ﻭﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮﺍ ﺍﻟﺰﻧﻰ ﺇﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻓﺎﺣﺸﺔ ﻭﺳﺎﺀ ﺳﺒﻴﻼ • “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS al-Isra [17]: 32) 8
Makruh ﻭﻗﺪ ﻋﺮﻑ. ﻓﻬﻮ ﺍﻟﻤﻜﺮﻭﻩ ، • ﺧﻄﺎﺏ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻣﺘﻌﻠﻘﺎ ﺑﻄﻠﺐ ﺍﻟﺘﺮﻙ ﻃﻠﺒﺎ ﻏﻴﺮ ﺟﺎﺯﻡ ﺑﺄﻨﻪ ﻣﺎ ﻳﻤﺪﺡ ﺷﺮﻋﺎ ﺗﺎﺭﻛﻪ ﻭﻻ ﻳﺬﻡ ﺷﺮﻋﺎ ﻓﺎﻋﻠﻪ • Seruan Pembuat Syariat berkenaan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan tanpa ketegasan; Syara memuji yang meninggalkan perbuatan itu dan jika dilakukan tidak akan dicela syara. • Contoh: ﺍﻟ • ﻱ ﺍﻟﻠ ﻟ ﺍﻟﻠ • “Rasulullah SAW telah melarang tindakan membujang” (HR. ad-Darimi dari Aisyah) Perbuatan tsb dilarang Rasul saw, namun pd satu sisi Rasul saw membiarkan membujangnya beberapa sahabat yg mampu. 9
Mubah • • ﻣﺎ ﺩﻝ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﺍﻟﺴﻤﻌﻲ ﻋﻠﻰ ﺧﻄﺎﺏ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﺑﺎﻟﺘﺨﻴﻴﺮ ﻓﻴﻪ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﺘﺮﻙ . ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺑﺪﻝ Seruan pembuat syariat yang ditunjukkan oleh dalil sam’i yang dalamnya berisi pilihan antara melaksanakan dan meninggalkan tanpa disertai badal (konpensasi). • Contohnya seperti firman Allah: • Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan (QS. Al-Baqarah [2]: 60) Perintah makan dan minum dalam ayat tersebut bisa dipilih antara dikerjakan ditinggalkan, tanpa ada konpensasi pahala dosa, atau sanksi bagi yang meninggalkannya. • ﺍﻭﺍ ﺍﻟ ﻻ ﺍ ﻱ ﻷ ﻳ 10
Hukum al-Wadh'i • As-Sabab: sifat yang mengikat, yang ditunjukan dalil syariah, ia merupakan informasi (penanda) keberadaan hukum dan bukan penetapan (tasyri) hukum. Misal: - Akad adalah sebab perpindahan kepemilikan. - Nishab adalah sebab dikeluarkannya zakat. - Hilal adalah sebab dilaksanakan puasa. 11
Syarat & Rukun • Asy-Syarth (syarat): Sifat pelengkap masyruth (objek yang disyaratkan) dalam hal yang dituntut oleh hukum terhadapnya, atau yang dituntut oleh objek itu sendiri. - Wudhu adalah syarat Shalat. - Haul (1 thn qamariah) adalah syarat nishab zakat. • Rukun: Bagian dari substansi sebuah hukum. - Ruku adalah rukun shalat - Dua pihak yg berakad, Shighat (Ijab-Qabul) & objek akad adalah Rukun Akad. 12
Mani', Sah, Batil • Al-Mâni: sifat pencegah dilaksanakannya hukum, sifat tersebut ditunjukan oleh dalil. - Gila adalah penghalang tuntutan shalat. - Hutang adalah penghalang kewajiban zakat. - Pembunuhan disengaja adalah penghalang warisan. • As-Shihah (Sah): kesesuaian dengan perintah Syara’; implikasinya halal di dunia & pahala di akhirat. - Jual-Beli yang terpenuhi syarat & rukun adalah sah, artinya jual belinya halal dan akan mendapat pahala. • Al-Buthlan (Batil): tidak sesuai dgn perintah Syara’ dari asalnya. 13
Fasad • Fasad (rusak): Sesuatu yg asalnya sah, namun ada sebab yang mengakibatkannya menyimpang dari perintah Syara’. Artinya jika sebab itu hilang maka Fasadnya hilang. Fasad tidak terdapat dlm perkara Ibadah. - Jual Beli orang Kampung (yg tidak tahu harga pasar) dengan orang Kota adalah Jual-Beli Fasad, namun jika orang Kampung telah mengetahui harga pasar, maka menjadi sah kembali. - Perseroan (Syarikah) asalnya adlh sah jika akadnya terpenuhi badan (pengelola & pemodal) dan modal; namun jika hanya modal saja maka tidak sah. 14
Azimah & Rukhshah • ‘Azimah adalah hukum yang disyariatkan secara umum yang wajib dikerjakan oleh manusia. • Sedangkan rukhshah adalah hukum yang disyariatkan sebagai dispensasi bagi ‘azimah karena uzur tertentu, sementara hukum ‘azimah-nya tetap tidak berubah, namun tidak wajib dikerjakan oleh manusia. • Semuanya mesti ditunjukan oleh dalil, contoh: • Contoh, puasa adalah hukum ‘azimah sedangkan pembatalan puasa bagi orang sakit atau bepergian merupakan hukum rukhshah, dimana masing dinyatakan oleh dalil syar’i. Firman Allah: • Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah [2]: 183 -184) 15
Kesimpulan • Semua deskripsi tentang hukum syara’ akan menjadikan umat Islam tidak mudah menghalalkan yg haram dan mengharamkan yg halal; atau mewajibkan yg tidak wajib, atau mengharamkan sesuatu padahal tidak haram, dsb. • Umat menjadi generasi yg cemerlang & mampu menelaah sendiri dalil-dalil. 16
- Slides: 16