HUKUM PERKAWINAN Irdanuraprida Idris SH MH Terjadinya Perkawinan

  • Slides: 21
Download presentation
HUKUM PERKAWINAN Irdanuraprida Idris, SH, MH

HUKUM PERKAWINAN Irdanuraprida Idris, SH, MH

Terjadinya Perkawinan � Dalam Hukum Islam: �Lafaz Ijab �Lafaz Qabul

Terjadinya Perkawinan � Dalam Hukum Islam: �Lafaz Ijab �Lafaz Qabul

I J A B Penawaran yang sah dari pihak wali perempuan atau wakilnya

I J A B Penawaran yang sah dari pihak wali perempuan atau wakilnya

Q A B U L Penerimaan yang sah dari pihak calon pengantin laki atau

Q A B U L Penerimaan yang sah dari pihak calon pengantin laki atau wakilnya dengan menyebutkan besarnya mahar (mas kawin) yang diberikan

Kesepakatan para ulama terhadap Rukun & Syarat Nikah 1. 2. 3. 4. 5. Adanya

Kesepakatan para ulama terhadap Rukun & Syarat Nikah 1. 2. 3. 4. 5. Adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan; Calon pengantin itu kedua-duanya sudah dewasa dan berakal (akil baliq); Persetujuan bebas antara calon mempelai tersebut (tidak boleh ada paksaan); Harus ada wali bagi calon pengantin perempuan; Harus ada mahar (mas kawin);

Kesepakatan para ulama terhadap Rukun & Syarat Nikah 6. 7. 8. 9. Harus dihadiri

Kesepakatan para ulama terhadap Rukun & Syarat Nikah 6. 7. 8. 9. Harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang adil dan laki-laki Islam Merdeka; Harus ada upacara ijab qabul Sebagai tanda bahwa telah resmi terjadinya aqad Nikah (perkawinan) maka seyogyanya diadakan walimah (pesta pernikahan); Sebagai bukti authentik terjadinya perkawinan, sesuai dengan Q. II: 282 harus diadakan ‘ilanun nikah (pendaftaran nikah), kepada Pejabat Pencatat Nikah

Al Baqarah (Q. II : 282) “Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermu’amalah…………. . hendaklah

Al Baqarah (Q. II : 282) “Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermu’amalah…………. . hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. …………………………. . Dan persaksikkanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya…………”

Dasar Hukum Perkawinan di Indonesia � � Stadblaad 1937 (S. 1937 Nomor 638) jo

Dasar Hukum Perkawinan di Indonesia � � Stadblaad 1937 (S. 1937 Nomor 638) jo S. 1937 No. 610 dan No. 116 Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk Undang-undang No. 1 1974 tentang Perkawinan

UU No. 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Perkawinan adalah

UU No. 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukummasing agamanya dan kepercayaannya itu � Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. �

Rukun dan Syarat Umum B. Syarat Khusus A.

Rukun dan Syarat Umum B. Syarat Khusus A.

Syarat Umum Memperhatikan hal-hal yang terdapat pada larangan-larangan Perkawinan

Syarat Umum Memperhatikan hal-hal yang terdapat pada larangan-larangan Perkawinan

Syarat Khusus � � � Adanya calon pengantin, yakni calon pengantin laki-laki dan calon

Syarat Khusus � � � Adanya calon pengantin, yakni calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan; Kedua calon pengantin harus Islam (tidak berbeda agama), akil baliq (dewasa dan berakal); Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon pengantin;

Syarat Khusus Harus ada Wali Nikah; � Harus ada 2 (dua) orang saksi; �

Syarat Khusus Harus ada Wali Nikah; � Harus ada 2 (dua) orang saksi; � Bayarlah Mahar (Mas Kawin); � Pernyataan Ijab dan Qabul �

Wali Nikah � � � Menurut Mazhab As Syafii berdasarkan suatu Hadist Rasul yang

Wali Nikah � � � Menurut Mazhab As Syafii berdasarkan suatu Hadist Rasul yang diriwayatkan Buchari dan Muslim (As Shahihani) dari Siti Aisyah r. a. , Rasul pernah mengatakan bahwa tidak ada Nikah tanpa wali. Bahkan lebih lanjut dari Siti Aisyah r. a. Rasul bersabda, bahwa jika ada seorang wanita yang menikah tanpa izin wali nikahnya maka batal, batal dan batal (hal ini dikatakan berulang-ulang sampai tiga kali) Tetapi menurut Mazhab Imam Abu Hanifah, Wanita dewasa tidak perlu ada wali (janda)

Mahar (Mas Kawin) Dasarnya adalah: �An Nisaa ayat 4 (Q. IV : 4) �An

Mahar (Mas Kawin) Dasarnya adalah: �An Nisaa ayat 4 (Q. IV : 4) �An Nisaa ayat 24 (Q. IV : 24) �An Nisaa ayat 25 (Q. IV : 25)

An Nisaa ayat 4 (Q. IV : 4) � � Berikanlah maskawin (mahar) kepada

An Nisaa ayat 4 (Q. IV : 4) � � Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan Besar kecilnya mas kawin ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu haru dilakukan dengan ikhlas

An Nisaa ayat 24 (Q. IV : 24) “…………. Berikanlah kepada isteri kamu maharnya

An Nisaa ayat 24 (Q. IV : 24) “…………. Berikanlah kepada isteri kamu maharnya dengan sempurna, sebagai suatu kewajiban, dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya……………. ”

An Nisaa ayat 25 (Q. IV : 25) “…………. Dan berilah mas kawinnya menurut

An Nisaa ayat 25 (Q. IV : 25) “…………. Dan berilah mas kawinnya menurut yang patut …………”

Asas atau Prinsip UU Perkawinan � � Tujuan Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia

Asas atau Prinsip UU Perkawinan � � Tujuan Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal Perkawinan adalah sah jiak dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan Undang-undang menganut asas Monogami terbatas Usia yang telah matang (wanita 16 tahun sedangkan Pria 19 tahun)

Asas atau Prinsip UU Perkawinan � � � Baik Perkawinan maupun Perceraian, harus dilakukan

Asas atau Prinsip UU Perkawinan � � � Baik Perkawinan maupun Perceraian, harus dilakukan secara tercatat Mempersulit Perceraian, yakni harus melalui Keputusan pengadilan; Hak dan kedudukan istri adalah seimbang, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun kehidupan di masyarakat;