Harun Nasution Peranan Akal Akal melambangkan kekuatan manusia
Harun Nasution
Peranan Akal �“Akal melambangkan kekuatan manusia”. Karena akallah manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi pula kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah lemah pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut
Pembaharuan Teologi �Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah. Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-Qur’an hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur. �Menurutnya, di dalam Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy al-dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan interpretasi (bersifat absolut). Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang berlainan (bersifat relatif). Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut. Dalam hal ini, keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan dengan kerelatifan akal
�Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat islam dengan teologi fatalistik, irasional, predeteminisme serta penerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. �Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution, umat islam hendaklah merubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak, rasional serta mandiri. Tidak heran jika teori moderenisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah
Hubungan akal dan wahyu �Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al. Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan
�Menurut Harun Nasution, ajaran Islam harus dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Ajaran Islam yang bersifat dasar dan absolut Ajaran ini hanya sedikit, yakni 4 hal: a) Tidak boleh ada dalam pemikiran Islam bahwa Allah tidak ada. b) Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa Al. Qur’an bukan wahyu. c) Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa Muhammad bukan rasul Allah. d) Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa hari akhir tidak ada. Malaikat menjadi perdebatan orang, takdir dan ikhtiar juga menjadi masalah dalam sejarah pemikiran Islam. Jadi, jika ada pemikiran Islam yang menyimpulkan menyimpang dari keempat hal tersebut, maka itu bukan pemikiran Islam lagi.
�Ajaran Islam yang bersifat pengembangan. Dalam pemikiran teologi Islam modern, seorang muslim dirangsang untuk berpikir rasional, yakni pemikiran Islam yang tidak takut pada falsafat, tidak merendahkan kemampuan akal, tidak sempit dan tidak dogmatis. Meski terkadang terjadi goncangan-goncangan pemikiran ketika mendiskusikan ilmu kalam, falsafat Islam, tasawuf dan pembaruan dalam Islam. Ketika mendiskusikan masalah kaitan perbuatan manusia dengan perbuatan atau penciptaan Tuhan, pada umumnya seorang muslim sudah memiliki pendirian bahwa paham Jabariah dan lawannya, Qadariah, adalah dua paham yang salah, dan meyakini adanya paham ketiga, yaitu paham kasab, yang diyakini benar, yang posisinya berada di tengah Jabariah dan Qadariah.
H. M. Rasyidi
Perbedaan ilmu kalam dan teologi �Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan ilmu kalam dengan ilmu teologi yang dikemukakan oleh Harun Nasution menurut Rasyidi ada kesan bahwa ilmu Kalam adalah Teologi Islam dan Teologi adalah ilmu Kalam dalam Kristen. Menurutnya orang Barat memakai istilah Teologi untuk menunjukan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain.
�Teologi terdiri dua kata yaitu (theo) artinya tuhan, dan logos artinya ilmu. Jadi teologi adalah ilmu tentang ketuhanan. Adapun sebab timbulnya Teologi dalam kristen adalah ketuhanan nabi isa, sebagian salah satu tri-tungal atau trinitas. Namun kata Teologi mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang diluar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan ilmu tauhid dan ilmu kalam.
Tema–tema ilmu Kalam � Salah satu tema ilmu Kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah Islam sekarang, khususnya Indonesia. Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan perbedaan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah akan melemahkan iman para mahasiswa. � Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal kecuali islam, tetapi dengan menggambarkan akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu membuat nilai yang dipikirkan manusia bersifat absolut - universal berarti meremehkan ayat Al- Quran Seperti, Wallahu ya’lamu wa antum la ta’lamu ( Dan Allah- lah yang Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. ”(Q. S. Al – Baqarah (2) : 232). � Rasyidi menegaskan pada saat ini, di Barat akal dirasakan tidak lagi mampu mengetahu iman yang baik dan mana yang buruk. Buktinya adalah kemunculan Eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Rasyidi juga mengakui bahwa soal- soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, memang masih ada yang relevan pada masa sekarang, tetapi ada pula yang tidak relevan dengan masa sekarang
Hakikat iman �Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang dikemukakan Nurcholis Madjid, yakni “ percaya dan menaruh kepercayaan pada Tuhan. Dan apresiatif kepada Tuhan merupakan inti dari pengalaman seseorang. Sikap ini disebut Takwa. �Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran Tuhan yang menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan. Menanggapi pernyataan diatas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya hamba dengan Tuhannya, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia dengan manusia dalam hidup bermasarakat. �Bersatunya manusia dengan Tuhanya bukan merupakan aspek yang mudah dicapai oleh karena itu yang lebih penting dari penyatuan adalah kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.
DAPU H. M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. H. M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, Jakarta: Bulang Bintang, 1977. Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1983. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1980. Mansoer Faqih, Mencari Teologi Tertindas (Kidmat Dan Kritik) Untuk Guruku Prof. Harun Nasution, dalam Suminto. Anwar, Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003. Nurcholis Madjid. Teologi Islam Rasional ”Apresiasi Terhadap Wacana Praktis Harun Nasution”, Ciputat: Cetakan, 2005.
- Slides: 13