HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA HAK MILIK




















- Slides: 20

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA

HAK MILIK Isi dan sifat Pasal 20 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa Hak Milik (HM) adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA yakni mengenai fungsi sosial dari setiap hak atas tanah Isi dan sifat HM disebutkan ‘turun-temurun, terkuat, dan terpenuh’. Sudargo Gautama memaknai ‘turun-temurun’ sebagai hak yang ‘dapat diwarisi dan diwariskan Boedi Harsono menegaskan bahwa HM tidak hanya akan berlangsung selama hidup orang yang mempunyainya, tetapi hak itu dapat pula diwariskan diwarisi

Makna ‘terkuat dan terpenuh’ menurut Penjelasan Pasal 20 UUPA adalah untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, HM-lah yang ‘ter’ (artinya: paling kuat dan terpenuh). Sebagaimana isi dan sifat dari HM, maka jangka waktu HM tidak terbatas atau tidak mempunyai jangka waktu. Namun dikatakan pula, bahwa pemberian sifat itu tidak berarti bahwa HM merupakan hak yang ‘mutlak’, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli. Sifat yang demikian jelas bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak.

Luasnya HM yang dapat dimiliki secara individual oleh WNI tentu dibatasi oleh peraturan perundangan. Khususnya mengenai pemilikan tanah pertanian pembatasan itu diatur oleh UU No. 56 Prp Tahun 1960, sedangkan mengenai pemilikan tanah perkotaan dengan HM masih belum mendapat pengaturan yang tegas dan memadai. Di daerah-daerah yang: 1. Tidak padat 2. Padat: a. kurang pada b. cukup padat c. sangat padat Sawah (hektar) atau Tanah Kering (hektar) 15 20 10 7, 5 5 12 9 6

Subjek Pasal 21 ayat (1) UUPA secara tegas menyatakan: “Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik. ” Ketentuan ini merupakan penjabaran asas kebangsaan/prinsip nasionalitas/dasar kenasionalan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA, hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

Ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA menyatakan: “Orang asing yang sesudah berlakunya Undangundang ini mempunyai hak milik karena pewarisantanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun (garis bawah: penulis) sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. "

Objek Tanah yang dapat diberikan Hak Milik dapat dari tanah yang berstatus tanah negara, tanah ulayat ataupun tanah yang merupakan Hak Milik Adat. Status tanah itu berimplikasi pada terjadinya Hak Milik. Cara terjadinya Pasal 22 UUPA menyatakan bahwa cara terjadinya Hak Milik (HM) dapat karena: (a) hukum adat; (b) penetapan pemerintah, dan (c) ketentuan undang-undang.

a. Karena hukum adat. Menurut Penjelasan Pasal 22 UUPA, terjadinya HM karena hukum adat adalah karena pembukaan tanah. Cara ini akan diatur supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan negara. Hak Membuka tanah itu sendiri oleh Pasal 16 ayat (1) UUPA merupakan sebagai salah satu hak atas tanah dan oleh Pasal 46 UUPA dinyatakan hanya dapat dipunyai oleh WNI serta diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah menggunakan istilah ‘ijin untuk membuka tanah’. Menurut PMDN No. 6 Tahun 1972, ijin untuk membuka tanah yang luasnya lebih dari 10 Ha tetapi tidak melebihi 50 Ha diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah (Pasal 6), yang luasnya lebih dari 2 Ha tetapi tidak lebih dari 10 Ha diberikan Bupati/Walikota Kepala Daerah (Pasal 10), dan yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha diberikan Kepala Kecamatan dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Desa yang bersangkutan atau pejabat yang setingkat dengan itu (Pasal 11). Tapi pasal ini tidak berlakunya PMDN No. 6 Tahun 1972 oleh Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 berimplikasi pada terjadinya kekosongan hukum, khususnya untuk pengaturan hak/ijin membuka tanah yang objeknya tanah negara.

b. Karena penetapan pemerintah. Terjadinya HM karena penetapan pemerintah berarti bahwa HM itu ada karena keputusan pemberian hak oleh Pemerintah. Kewenangan pemberian hak sekarang ini dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 2 Tahun 2013. Yang perlu diketahui bahwa kemungkinan pemberian hak oleh Pemerintah hanya terjadi di atas tanah yang berstatus sebagai tanah negara. Prosesnya, WNI yang berkepentingan mengajukan permohonan hak kepada instansi yang berwenang. Jika dikabulkan, maka ditetapkanlah Keputusan Pemberian Hak Milik. Setelah berbagai kewajibannya 52 sebagaimana ditentukan dalam keputusan tersebut dipenuhi, maka Keputusan Pemberian HM itu didaftarkan ke Kantor Pertanahan.

c. Karena undang-undang. Terjadinya HM karena ketentuan undang dalam hal ini adalah karena ketentuan konversi. Konversi adalah penyesuaian hak atas tanah yang lama baik yang berdasarkan Hukum Barat (Hak Barat) dan Hukum Adat (Hak Indonesia) ke dalam sistem hukum yang baru, yakni yang berdasarkan UUPA. Dengan konversi berarti tetap diakui eksistensi dari hak-hak lama. Hal itu logis secara hukum, karena hak-hak atas tanah tidak hapus karena pergantian sistem hukum. Yang perlu diketahui adalah bahwa konversi itu pada asasnya terjadi karena hukum (van rechtswege). Berarti, tanpa ada penetapan dari pemerintah, konversi itu sudah terjadi dengan sendirinya. Dengan demikian, kalaupun administrasi dari pelaksanaan konvers itu belum dilaksanakan oleh pemegang hak yang tanahnya dikonversi bukan berarti hak atas tanahnya belum diakui oleh sistem hukum yang baru.

Peralihannya Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan: “Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. ” Artinya, HM dapat beralih karena perwarisan (tanpa suatu perbuatan hukum) dan dapat juga dialihkan (dengan perbuatan hukum), misalnya dengan jual-beli, hibah, penukaran, pemberian dengan wasiat, dan lain-lain. HM juga dapat beralih karena perkawinan yang menyebabkan percampuran harta, namun hal itu bukan peralihan dalam arti yang sebenarnya. Karena, pemilik semula masih turut memilikinya bersama-sama dengan suami atau istrinya.

Hapusnya Pasal 27 UUPA menyatakan bahwa Hak Milik hapus bila: (1) tanahnya jatuh kepada negara dan (2) tanahnya musnah. Tanahnya jatuh kepada Negara karena: (a) pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA; (b) penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; (c) diterlantarkan; (d) melanggar prinsip nasionalitas yang terdapat pada Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2) UUPA.

HAK GUNA USAHA Isi dan sifat. Pasal 28 ayat (1) UUPA menyatakan: “Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. ” Ada 3 (tiga) unsur penting dari ketentuan tersebut, yakni: (1) kemungkinan pemberiannya hanya di atas tanah negara, (2) kemungkinan penggunaannya hanya untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan, (3) jangka waktunya tertentu.

Pengaturan jangka waktu HGU yang lebih rinci dapat dilihat pada Pasal 8 -10 PP No. 40 Tahun 1996, yang pada intinya mengatakan sebagai berikut: 1) Jangka waktu HGU paling lama 35 tahun, namun itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun; dan jika jangka waktu pemberian dan perpanjangan itu pun sudah berakhir dapat diberikan pembaruan di atas tanah yang sama. 2) Perpanjangan dan pembaruan hak tidak harus dikabulkan. Dengan perkataan lain, hal itu baru dapat dikabulkan jika memenuhi syarat: (a) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; (b) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; (c) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Permohonan perpanjangan dan pembaruan HGU diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU tersebut (Pasal 9 -10).

(3). Khusus untuk kepentingan penanaman modal, permohonan perpanjangan atau pembaruan HGU dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan HGU. Jika uang pemasukan telah dibayar sekaligus, maka untuk perpanjangan atau pembaruan HGU hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Kepala BPN setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaruan dan perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian HGU tersebut.

Subjek. Pengaturan subjek HGU dapat dilihat pada Pasal 30 UUPA yang menyatakan sebagai berikut: (1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah: a. warganegara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut.

Objek. Dalam uraian mengenai isi dan sifat sesungguhnya, secara tidak langsung sudah tampak bahwa objek dari HGU adalah tanah negara (Pasal 28 UUPA jo Pasal 4 ayat (1) PP 40 Tahun 1996), dengan catatan: a) apabila tanah yang akan dijadikan objek HGU merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi, maka terhadap tanah tersebut dimintakan dulu pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan; b) jika tanah yang akan dijadikan objek HGU itu adalah tanah yang sudah mempunyai hak, maka hak tersebut harus dilepaskan terlebih dahulu; c) apabila di atas tanah yang dimohon terdapat tanaman dan/atau bangunan milik orang lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah, maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru.

Peralihannya. Pasal 28 ayat (3) UUPA jo. Pasal 16 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa HGU dapat ‘beralih’ dan ‘dialihkan’ kepada pihak lain. Dapat ‘beralih’ artinya bahwa jika pemegang haknya meninggal dunia, hak tersebut jatuh kepada ahli warisnya. HGU juga dapat dialihkan kepada pihak lain. Negara mengurangi kebebasan hak dalam pemindahan haknya itu. Misalnya, untuk menjamin agar jangan sampai perusahaannya jatuh di tangan pihak yang tidak dapat mengusahakannya dengan baik

Hapusnya. Pasal 34 UUPA menyatakan bahwa HGU hapus karena: (a) jangka waktunya berakhir; (b) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; (c) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d) dicabut untuk kepentingan umum; (e) diterlantarkan; (f) tanahnya musnah; (g) ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2), yakni pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat sebagai HGU

TERIMA KASIH
Perbedaan hak milik terjadi pada kegiatan
Aset bernilai rendah
Contoh kasus psak 73
Aset identifikasian adalah
Contoh pelan strata
Carta alir proses permohonan hak milik strata
Akta pengambilan tanah 1960 (akta 486)
Akta hakmilik strata 1985 pindaan 2016 pdf
Hak milik bersama
Ciri perisian hak milik
Contoh fail arkib negara
Dasar hukum leasing
Penggolongan perusahaan leasing
Dasar hukum sewa guna usaha
Salah satu bentuk badan usaha milik negara adalah
Bumd adalah
Pengertian perusahaan daerah
Hak mendiami
Manfaat karya rekayasa teknologi tepat guna adalah
Contoh kota eopolis
Hak atas pelayanan kesehatan