FILSAFAT MANUSIA ESENSI MANUSIA Materialisme Esensi manusia bersifat

FILSAFAT MANUSIA ESENSI MANUSIA

Materialisme Esensi manusia bersifat materi atau fisik yang menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res ekstensa) dan objektif. l Peristiwa atau gejala yang belum terpecahkan karena akal belum mampu memahaminya, bukan karena kekuatan spiritual. l

Penjelasan terhadap peristiwa atau gejala harus berdasarkan data yang bersifat inderawi, bukan dicari dunia spiritual karena dunia spiritual itu tidak ada l Peristiwa atau gejala yang terjadi tidak bergerak dengan sendirinya, tetapi ada sebab eksternal yang mendahului atau menggerakkannya l

Materialisme disebut juga Naturalisme dan menekankan adanya hukum kausalitas, sebab akibat atau stimulus respon. l Kaum Materialisme atau Naturalisme sangat deterministik dan tidak mengakui kebebasan atau independensi manusia. l

Faham materialisme dalam psikologi ada psikologi behaviourisme, karena : 1. Menganggap gejala psikologis berasal dari peristiwa mekanis, elektris atau kimiawi dalam otak atau syaraf ; 2. Gejala psikologis disamakan dengan perilaku objektif yang menempati ruang dan waktu serta dapat diukur atau dikuantifikasi ; l

3. Perilaku manusia disamakan dengan gejala alam sehingga dapat dijelaskan dengan hukum sebab akibat ; 4. Stimulus eksternal tertentu dianggap menentukan perilaku manusia sehingga manusia dianggap tidak mempunyai kehendak menentukan sendiri.

l l l Manusia adalah bagian dari alam, manusia adalah objek yang substansinya adalah keluasan Manusia adalah kumpulan sel dan system syaraf Manusia adalah daging tanpa jiwa Manusia adalah bagian yang menempati ruang dan waktu Manusia berkembang dan menyusut sejalan dengan perjalanan waktu.

Idealisme l l Faham idealisme disebut juga faham spritualisme. Ada kenyataan atau kekuatan spiritual di belakang setiap peristiwa dan esensi kenyataan spriritual adalah berpikir (res cogitans), Kenyataan spiritual tidak dapat diukur berdasarkan pengamatan empiris dan hanya dapat dijelaskan dengan kesadaran manusia.

l l l Hukum tersebut dinilai sebagai manifestasi kenyataan yang lebih tinggi yaitu Roh Absolut (Tuhan) Peristiwa terjadi setelah didesain terlebih dahulu oleh kekuatan spriritual, setiap gerak alam mempunyai tujuan, tidak terjadi secara kebetulan tapi telah diatur oleh kekuatan spiritual. Kenyataan bersifat spriritual, maka hal-hal yang ideal seperti agama, dan nilai-nilai mengarahkan perilaku manusia.

l l Manusia berperilaku untuk menggapai dan mengaktualisasikan tujuan berdasarkan nilai-nilai bukan bergerak secara mekanis dengan sumber yang berasal dari kekuatan internal. Perilaku, kebudayaan atau kesenian adalah simbol aktivitas jiwa karena menjadi produk jiwa yang berusaha mengekspresikan diri.

l l Berpandangan deterministik, menyatakan bahwa manusia tidak bebas, berhingga dan hanya perwujudan Roh Absolut (Tuhan), berbeda dengan Tuhan yang bebas dan tidak berhingga. Ada yang tidak berpandangan deterministik, yakni penganut faham personalisme yang menyatakan bahwa roh bersifat individual dan masing-masing berdiri sendiri sehingga setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan dirinya.

Dualisme Kenyataan sejati bersifat fisik dan spiritual, karena tidak semua kejadian bersifat fisik sehingga dapat diukur atau diamati l Tidak semua kejadian bersifat spiritual atau roh saja tetapi ada materinya. l

Tubuh adalah substansi yang menempati ruang dan waktu sehingga dapat diamati. l Jiwa tidak bisa diamati, namun bisa dibuktikan secara rasional karena substansinya adalah berpikir (res cogitans). l

Vitalisme Perilaku manusia adalah perwujudan dari energi atau kekuatan yang tidak rasional dan instintif. l Bila kekuatan tersebut dinilai rasional maka itu bentuk proses rasionalisasi saja. l

Biologi mengajarkan bahwa kehidupan ditentukan oleh kekuatan untuk bertahan hidup yang sifatnya tidak rasional dan instingtif. l Sejarah membuktikan bahwa peristiwa besar terjadi akibat dorongan yang tidak rasional, liar dan bersifat instingtif l

Eksistensialisme Tidak memandang esensi manusia secara abstrak, statis, umum, namun memandang secara kongkrit, individual dan dinamis. l Hanya manusia yang mampu keluar dari dirinya (bereksistensi). l

Manusia mampu melampui keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya dan berusaha lepas dari keterbatasan yang dimilikinya l Manusia berusaha mencari makna kebebasan dan kehidupan yang otentik l

Strukturalisme Manusia tidak bebas dan perilakunya terstruktur oleh sistem bahasa dan budayanya. l Tidak ada perilaku dan kesadaran manusia yang bersifat indidual dan bebas dari sistem tersebut l

Strukturalisme menolak kebebasan, tidak mengakui individu atau kesadaran. l Keberadaan manusia tidak tergantung pada dirinya sendiri namun tergantung pada kedudukannya dalam sistem bahasa dan kebudayaan. l