EPIDEMIOLOGI KLINIK Suharyo n Epidemiologi klinik adalah penerapan

  • Slides: 23
Download presentation
EPIDEMIOLOGI KLINIK Suharyo

EPIDEMIOLOGI KLINIK Suharyo

n Epidemiologi klinik adalah penerapan prinsip-prinsip epidemiologi dan metode dalam prakter klinik kedokteran

n Epidemiologi klinik adalah penerapan prinsip-prinsip epidemiologi dan metode dalam prakter klinik kedokteran

metode yang digumakan oleh dokter klinik untuk mengaudit proses dan outcome dari pekerjaannya konteks

metode yang digumakan oleh dokter klinik untuk mengaudit proses dan outcome dari pekerjaannya konteks populasi penderita bukan komunitas

n Kontradiksi epidemiologi fokus pada populasi kedokteran klinik fokus pada individu

n Kontradiksi epidemiologi fokus pada populasi kedokteran klinik fokus pada individu

n Pemikiran dasar: pembuatan keputusan klinik hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah yang baik sehingga perlu

n Pemikiran dasar: pembuatan keputusan klinik hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah yang baik sehingga perlu riset yang relevan dengan suatu dasar yang kuat

Fokus n Definisi Normal/abnormal (kelainan) n Diagnosis (ketepatan uji) n Risiko n Prognosis n

Fokus n Definisi Normal/abnormal (kelainan) n Diagnosis (ketepatan uji) n Risiko n Prognosis n Terapi n Pencegahan

Normalitas Dan Abnormalitas Normal adalah umum Kriteria pada umumnya digunakan di dalam praktik klinik

Normalitas Dan Abnormalitas Normal adalah umum Kriteria pada umumnya digunakan di dalam praktik klinik untuk mempertimbangkan halhal yang sering terjadi sebagai normal dan hal yang tidak sering terjadi sebagai abnormal. Keterbatasan utama dari normalitasan adalah hampir tidak ada dasar biologis untuk menggunakan sebuah titik tertentu sebagai penunjuk ke arah abnormalitasan.

Kriteria Abnormalitasan 1. Abnormal sebagai sesuatu yang tidak wajar Ø dalam klinik, normal biasanya

Kriteria Abnormalitasan 1. Abnormal sebagai sesuatu yang tidak wajar Ø dalam klinik, normal biasanya dianggap sebagai sesuatu yang paling banyak muncul atau dalam kondisi biasa. Apa saja yang sering muncul, dinyatakan normal dan apa yang jarang muncul disebut abnormal.

2. Abnormalitas yang berasosiasi dengan penyakit Ø Kriteria berdasarkan pada pengamatan terhadap orang yang

2. Abnormalitas yang berasosiasi dengan penyakit Ø Kriteria berdasarkan pada pengamatan terhadap orang yang sehat dan sakit dan upaya menentukan titik batas yang memisahkan kedua kelompok tersebut. Perbandingan kedua dsitribusi frekuensi tersebut sering memberikan hasil yang tumpang tindih. Memilih titik cut-off yang benar memisahkan kasus dan non kasus adalah tidak mungkin. Ø Selalu saja ditemukan orang sehat berada di sisi abnormal dari titik batas dan beberapa kasus yang sebenarnya berada pada sisi normal. Kesalahan tersebut dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan menggunakan istilah sensitivitas dan spesifisitas.

3. Abnormalitasan sebagai keadaan yang dapat diobati Ø Kesulitan dalam membedakan normal dan abnormal

3. Abnormalitasan sebagai keadaan yang dapat diobati Ø Kesulitan dalam membedakan normal dan abnormal dengan menggunakan kriteria tertentu mengarahkan pada pemakai kriteria yang ditentukan berdasarkan kejadian dari uji cora acak yang terkendali, yang menunjukkan bahwa pada suatu tingkat, pengobatan yang diberikan lebih memberikan manfaat daripada kerugian, tetapi hal ini jarang dijumpai dalam praktik klinik.

Pengertian Diagosis Diagnosis berasal dari bahasa Yunani : Dia = melalui. Gnosis = Ilmu

Pengertian Diagosis Diagnosis berasal dari bahasa Yunani : Dia = melalui. Gnosis = Ilmu pengetahuan. Jadi diagnosis berarti : Penetapan suatu keadaan yang menyimpang atau keadaan normal melalui dasar pemikiran dan pertimbangan ilmu pengetuahuan.

Ø Uji Diagnostik diagnostik biasanya diartikan sebagai hasil tes yang dilakukan di laboratorium. Ø

Ø Uji Diagnostik diagnostik biasanya diartikan sebagai hasil tes yang dilakukan di laboratorium. Ø Semua informasi klinik yang didapatkan dari riwayat penyakit (anamnesis), pemerikasaan fisik atau sinar X. Prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan apakah hasil-hasil pemerikasaan tersebut bisa memberikan bukti uji diagnostik.

Tujuan Uji Diagnostik Ø Adalah untuk mebantu memastikan diagnosis-diagnosis yang paling memungkinkan dengan pertimbangan

Tujuan Uji Diagnostik Ø Adalah untuk mebantu memastikan diagnosis-diagnosis yang paling memungkinkan dengan pertimbangan – pertimbangan demografis dan gejala yang ada penderita.

Ø Diagnosis seharusnya merupakan proses ilmiah , meskipun sesungguhnya tidak selalu apakah klinisi mencoba

Ø Diagnosis seharusnya merupakan proses ilmiah , meskipun sesungguhnya tidak selalu apakah klinisi mencoba untuk melakukan pembuktian atau penyangkalan terhadap hipotesis. Karena uji diagnostik biasanya meliputi investigasi di laboratorium, maka prinsip – prinsip yang dapat membantu menentukan nilai dari uji tersebut seyogyanya dapat diterapkan guna menaksir besarnya nilai diagnostik dari gejala dan tanda yang ada.

Ketepatan Hasil Tes Ø Tes dinyatakan positif ( abnormal) atau negatif (normal) dan penyakit

Ketepatan Hasil Tes Ø Tes dinyatakan positif ( abnormal) atau negatif (normal) dan penyakit dinyatakan ada atau tidak ada. Ø Ada 4 kemungkinan interpretasi dari hasil tes, 2 diantaranya benar dan 2 lainnya salah. Tes itu memberikan jawaban yang benar apabila ia positif dengan adanya penyakit atau negatif bila tanpa penyakit. Sebaliknya tes ini bisa memberikan pengertian yang keliru jika ia positif tapi penyakitnya tidak ada (positif palsu) atau negatif tetapi penyakitnya ada (negatif palsu).

Nilai Dari Sebuah Uji Sebuah penyakit mungkin telah terjadi atau belum, dan hasil sebuah

Nilai Dari Sebuah Uji Sebuah penyakit mungkin telah terjadi atau belum, dan hasil sebuah uji diagnostik adalah positif atau negatif. Jadi terdapat 4 kombinasi kemungkinan status penyakit dan hasil uji seperti pada gambar berikut :

Penyakit Hasil Uji Diagnosis Ada Tidak Ada Total Positif a b a+b Negatif c

Penyakit Hasil Uji Diagnosis Ada Tidak Ada Total Positif a b a+b Negatif c d c+d a+c b+d a+b+c+d Total a= positif sebenarnya b= positif palsu c= negatif palsu d=negatif sebenarnya

n Sensitivitas n Spesifisitas n Nilai prediksi positif n Nilai prediksi negitif – Probabilitas

n Sensitivitas n Spesifisitas n Nilai prediksi positif n Nilai prediksi negitif – Probabilitas hasil uji yang positif pada orang yang mengidap penyakit = a/(a+c) – Probabilitas hasil uji yang negatif pada orang yang tdk mengidap penyakit = d/(b+d) – Probabilitas menderita penyakit di antara mereka dg hasil uji positif = a/(a+b) – Probabilitas tidak menderita penyakit di antara mereka dg hasil uji negatif = a/(c+d)

Suatu uji dapat memberikan jawaban – jawaban yg benar (benar – benar positif dan

Suatu uji dapat memberikan jawaban – jawaban yg benar (benar – benar positif dan benar – benar negatif) dan jawaban salah (positif palsu dan negatif palsu). Pengelompokan ini hanya dapat dibuat bila terdapat metode yang tepat untuk menentukan secara cukup multlak ada atau tidak adanya penyakit, sehingga akurasi uji dapat dinilai melalui perbandingan dengannya. Ø Metode tersebut jarang diperoleh, khususnya untuk penyakit tdk menular. Namun, amat penting untuk menentukan validitas, akurasi, presisi dari uji tersebut. Ø

Ø Pengetahuan dan karakteristik lain dari uji tersebut juga penting guna menentukan kegunaan praktisnya.

Ø Pengetahuan dan karakteristik lain dari uji tersebut juga penting guna menentukan kegunaan praktisnya. Yang tidak kalah penting adalah uji prediksi nilai positif dan negatif.

n Uji prediksi nilai positif n Uji prediksi nilai negatif – Kemungkinan untuk menderita

n Uji prediksi nilai positif n Uji prediksi nilai negatif – Kemungkinan untuk menderita penyakit pada seorang penderita yang hasil ujinya menunjukkan abnormal. – Kemungkinan bagi seorang penderita untuk tidak menderita penyakit saat hasil ujinya menunjukkan negatif.

Nilai prediksi dipengaruhi sensitivitas dan spesifisitas uji serta prevalensi penyakit di populasi yang bersangkutan.

Nilai prediksi dipengaruhi sensitivitas dan spesifisitas uji serta prevalensi penyakit di populasi yang bersangkutan. Ø Bahkan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, jika prevalens rendah, nilai prediksi positif mungkin sangat rendah. Ø Mengingat variasi prevalensi penyakit yang lebar, prevalensi merupakan determinan yang lebih penting dibandingkan sensitivitas dan spesifisitas. Ø