DOKTRIN PERTUMBUHAN BERIMBANG VS KONSEP PERTUMBUHAN TIDAK BERIMBANG
DOKTRIN PERTUMBUHAN BERIMBANG VS KONSEP PERTUMBUHAN TIDAK BERIMBANG OLEH : KELOMPOK 5
DOKTRIN PERTUMBUHAN BERIMBANG DOKTRIN INI DIDUKUNG OLEH : (Rosenstein-Rodan) 1902 – 1985 (Ragnar Nurkse) 1907 - 1959 (Arthur Lewis)
Pertumbuhan Berimbang (Balanced Growth) • Dikutip dari Nafziger (1990, p. 85) bahwasanya : “The synchronised application of capital to a wide range of different industries” teori ini mengandaikan perlunya pengerahan modal secara serentak di dalam berbagai industri sebagai upaya untuk keluar dari lingkaran-lingkaran setan atau (viciouscircle)
Untuk Mengatasi Lingkaran Setan Tersebut terdapat 2 Versi : 1. Model Teori The Big Push (Teori Dorongan Besar) Rosenstein-Rodan Ragnar Nurkse 2. Model Keseimbangan Antara Jalur Pembangunan dan Pola Investasi yang seimbang dari semua sektor Ragnar Nurkse dan Arthur Lewis
Teori Big Push : Rosenstein-Rodan Teori ini muncul setelah melihat keprihatin Rodan pasca perang di Eropa Timur yang berdampak pada perekonomian di Eropa Barat dan Tenggara. Menurutnya seluruh industri yang ada harus direncanakan dianggap seperti perusahaan raksasa atau Trust.
Lanjutan. . . . • Menurutnya Industrialisasi dan infrastruktur mampu mengurangi 25% pengangguran di sektor agraris secara cepat. • Industrialisasi harus dibarengi dengan investasi yang terkoordinasi serta mesti dilakukan diberbagai tempat secara serentak • Dorongan besar diperlukan dari negara untuk mengatasi jebakan “low-level equilibrium”
• Karena menurut rodan industri yang direncanakan secara bersama mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan cepat dibandingkan dengan industri yang tidak dirancang bersama. • Hal ini berkaitan dengan PMS (Product Marginal Sosial) yang diterima akan jauh lebih besar daripada PMPnya (Product Marginal Private) yang memungkinkan saling melengkapi antar berbagai industri yang membawa ke arah investasi yang paling menguntungkan.
• Dicontohkan oleh Rodan terdapat pekerja yang beralih ke industri misalnya Industri Sepatu. Bahwasanya upah yang diterima pekerja tidak hanya dibelanjakan untuk membeli sepatu saja tetapi untuk keperluan yang lain juga. • Oleh sebab itu, perlu rangkaian seluruh industri yang menyediakan barang-barang konsumen dibangun secara serentak agar industri mampu meluas melalui proses pelipatgandaan melalui upah yang diterima para pekerja itu, maka industri akan saling melengkapi sehingga mampu menggiring ke arah industrialisasi berencana skala besar
q Intervensi pemerintah dalam bentuk sebuah “investasi yang terkoordinasi” dapat mengatasi masalah dengan: mengkoordinasikan industri yang saling melengkapi; melihat eksternalitas sebagai keuntungan; dan mengumpulkan informasi yang cukup untuk memperhitungkan risiko. q Ketika titik-ambang bagi industrialisasi tercapai, insentif swasta yang normal dapat berlangsung dengan baik sehingga investasi dapat diambil-alih oleh swasta. q Dengan demikian, sebuah dorongan besar akan dapat mengeluarkan ekonomi dari lingkaran-setan (viciouscircle) keterbelakangan dan memungkinkan terciptanya lingkaran-malaikat (virtuous-circle) pertumbuhan
Teori The Big Push : Ragnar Nurkse • Kontribusi teoretisnya ialah penekanan pada pentingnya mencapai keseimbangan diantara berbagai sektor di dalam ekonomi • Nurkse sepaham dengan teori big push yang dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan akan tetapi perlu adanya beberapa perbaikan salah satunya koordinasi juga dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga swasta misalnya perbankan tidak hanya industri saja
Lingkaran Setan menurut Ragnar Nurkse
Pertumbuhan Berimbang Menurut Ragnar Nurkse • Nurkse lebih memperhatikan jalur-jalur bagi arah pembangunan dan pola investasi dimana Penggunaan Modal secara sinkron untuk berbagai macam industri akan mampu meningkatkan efisiensi ekonomi dan memperbesar ukuran pasar sehingga terdapat keseimbangan diantara berbagai sektor dan tidak ada penghambat maupun ekses kapasitas • Yang paling penting dalam hal ini adalah proposisi bahwa sektor agraris dan sektor industri harus diseimbangkan
Contoh Investasi Capital terhadap Beraneka Industri
Pertumbuhan Berimbang Menurut Arthur Lewis • Konsep teorinya membahas tentang pembangunan di negara-negara berkembang yang memiliki surplus tenaga -kerja • Seperti halnya Nurkse, dia melihat pentingnya keseimbangan agraris-industri
Model Pertumbuhan Berimbang Arthur Lewis
Lanjutan. . . .
Asumsi-Asumsi Terhadap Model Lewis • Hanya ada 2 sektor: agraris dan industri. • Semua buruh bermula dari sektor agraris. Oleh karena itu penggunaan buruh sangat tidak efisien. Produktivitas = sangat rendah atau mendekati nol. • Buruh dari sektor agraris akhirnya akan berpindah ke sektor industri sepanjang upah di sektor industri itu lebih tinggi daripada tingkat subsistensi.
• Jika lebih sedikit buruh yg bekerja di sektor agraris, efisiensi dan produktivitas tidak akan menjadi masalah. • Diasumsikan ketika industri mendapatkan profit, dia akan selalu MENABUNG dan melakukan INVESTASI. • Kuncinya ialah bahwa investasi dan tabungan harus lebih besar daripada inflasi dan upah. • Proses ini akan terus meningkatkan permintaan akan tenaga-kerja(bahwa tenaga-kerja harus terus surplus)
Kritik Terhadap Lewis • Teori Lewis bersifat pro-kapital; anti terhadap distribusi pendapatan bagi buruh; mengakibatkan meningkatnya ketimpangan karena mementingkan pertumbuhan. • Tidak mengakui pengaruh faktor-faktor kelembagaan dalam penentuan upah, misalnya kebijakan upah minimum, serikat pekerja, dan praktik tawar-menawar kolektif. • Asumsi mengenai sebuah Strata Kapitalis sebagai sumber investasi dan pertumbuhan tidak memiliki dasar kuat
Konsep Pertumbuhan Tidak Berimbang (Unbalanced Growth) • Dikemukakan Oleh : Albert Hirschman Walt Whitman Rostow
Alasan Munculnya Konsep Ini • Dorongan besar (Big Push) dalam praktik sulit dilakukan. • Walaupun tidak menolak pandangan paradigma pertumbuhan berimbang yg memerlukan dorongan besar (big push) utk memutuskan mata rantai kemiskinan dalam bentuk investasi kapital secara simultandi berbagai industri • Masalahnya justru kurangnya modal yg menghambat pembangunan di negara berkembang
Kaitan Industrial & Pertumbuhan Tak Berimbang Albert Hirschman • Kendala sumberdaya di negara berkembang membutuhkan prioritisasi, ke mana investasi harus dilakukan utk mengawalinya? • Menurutnya, kemampuan utk melakukan investasi akan timbul dan meningkat melalui praktek. Intensitas praktek ini akan sangat tergantung pada sektor ekonomi modern yg justru merupakan hal yg langka di banyak negara berkembang
• Karenanya, Hirschman sependapat dengan Singer yg menegaskan bahwa, “…penerapan teori pertumbuhan berimbang mensyaratkan adanya kemampuan yg amat besar yg telah kita identifikasikan sebagai sesuatu yg amat terbatas adanya di negara berkembang • Berdasarkan alasan di atas, Hirshman mengusulkan adanya big push tidak secara simultan di sejumlah besar industri, akan tetapi di beberapa cabang industri yg dipilih secara strategis melalui difusi pertumbuhan dari leading sector dalam ekonomi suatu negara maju ke lagging sector, dari industri yg satu ke industri yg lain.
• Hisrchman mengusulkan investasi pada industri 2 yg bersifat strategis, yaitu industri 2 yg mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage), dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yg optimal. • Hirschman sampai pada suatu konklusi bahwa industri 2 yg berada di tengah 2 proses atau mata rantai produksi akan cenderung mempunyai jumlah keterkaitan yg optimal
Teori Pertumbuhan Tak Berimbang Walt Whitman Rostow • Model tinggal-landas (take-off) diungkapkan oleh WW. Rostow sebagai model historis dari pertumbuhan ekonomi, berdasarkan pengalaman di Inggris. Model ini mengklaim bahwa modernisasi ekonomi terjadi dalam lima tahap berikut: 1. Traditional society 2. Preconditions for take-off 3. Take-off 4. Drive to maturity 5. Age of high mass consumption Rostow berpendapat bahwa pola ini merupakan kategorisasi historis universal tahapan pertumbuhan yang harus dilalui oleh setiap bangsa
• Akan tetapi menurut Rostow untuk bisa melampaui tahap traditional society dan mencapai tahap Take-off into sustained growth (tinggal landas) perlu adanya peningkatan laju investasi produktif antara < 5 % hingga >10% dan yang memungkinkan investasi dilakukan pada satu atau dua sektor ekonomi utama saja yang akan mendorong perkembangan industri terkait. Akibatnya produksi meningkat, keuntungan meningkat, dan diinvestasikan lagi
Balanced and Unbalanced Growth Study Cases • Indonesia (Balanced Growth) Dikutip dari (purnomo) bahwasanya pembangunan Indonesia dibentuk menjadi sektor industrialisasi dan pro investasi besaran. Tetapi sektor itu berpijak pada pertanian dimana sektor itu merupakan sektor unggulan Indonesia kala itu. Dan memang terjadi, ketika sektor pertanian itu tumbuh maka sektor lainnya akan menjadi terdukung. Seperti pariwisata, dll. Jika kita melihat pada tahun 2013 saat ini. Indonesia tetap berkembang pada sektor pertanian, namun sudah semakin luas. Dan relevansi yang di bangun oleh teori pertumbuhan berimbang dipromosikan oleh Rosenstein-Rodan, Nurkse maupun Arthur Lewis menggariskan agar sektor modern tidak boleh terlalu jauh meninggalkan sektor tradisional untuk beberapa kawasan di Indonesia sudah terjadi.
Lanjutan. . . . . • Namun belum semua wilayah di Indonesia sudah seimbang, hanya di kota-kota pusat di Indonesia yang biasanya sudah terjadi. Hal ini dikarenakan investor biasanya akan melihat potensi wilayah dulu sebelum mereka benar menginvestasikan modal mereka. Dan memang benar, masih banyak kondisi di desa terpencil yang belum sejahtera dan masih berkutat dengan “lingkaran kemiskinan
• Buleleng (Unbalanced Growth) Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali, yang memiliki luas wilayah paling besar diantara kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Bali. Menurut data yang dilansir dalam “Buku Profil Daerah Bali Tahun 2010” luas Kabupaten Buleleng adalah 1. 365, 88 km 2 atau 24, 23 persen dari total luas wilayah Provinsi Bali. Luasnya wilayah Kabupaten Buleleng tidak dibarengi dengan kondisi perekonomian yang lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bali, bahkan besarnya PDRB Kabupaten Buleleng dibawah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, padahal luas wilayah Kabupaten Badung hanya 7, 42 persen dari total luas wilayah Provinsi Bali dan Kota Denpasar hanya 2 persen dari total luas wilayah Provinsi Bali. Kabupaten Buleleng dapat dikatakan belum mampu memanfaatkan potensi (jika dilihat dari luas wilayahnya)
Daftar Pustaka • • • Budhi, P. D. (n. d. ). PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BULELENG. E-Jurnal Ep Unud , 165. Hutahaean, M. (2016). Paradigma Pertumbuhan Berimbang & Tidak Berimbang. 2 -18. Kevin M. Murphy, A. S. (1989). Industialization and the Big Push. Journal of Political Economy vol 97 no 5, 1003 -1006. NN. (n. d. ). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal Universitas Sumatera Utara, 22. Piyabha Kongsamut, S. R. (2000). BEYOND BALANCED GROWTH. Purnomo, R. A. (n. d. ). ARTIKEL PEMBANGUNAN INDONESIA MASA KINI Dihubungkan dengan Kontribusi Pemikir Ekonomi Pembangunan Modern. 4 -5. Rauch, J. E. (1994). BALANCED AND UNBALANCED GROWTH. NBER WORKING PAPER SERIES. ROSENSTEIN-RODAN, P. N. (n. d. ). Big Push. NATURA FACIT SALTUM, 210 -216. Temple, J. (2005). Balanced Growth. Journal Departement of Economics. Jhingan, M. L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja. Grafindo Persada
- Slides: 32