DELIK KUMPUL KEBO DALAM KONSEP RUU KUHP DAN
“DELIK KUMPUL KEBO DALAM KONSEP (RUU) KUHP DAN PERBANDINGAN BERBAGAI NEGARA” Riswan Munthe
Kumpul Kebo Dalam Konsep (RUU) KUHP “Kumpul Kebo” merupakan istilah populer di masyarakat untuk menyebut perbuatan hidup bersama di luar pernikahan yang sah. Dalam berbagai istilah asing, kumpul kebo ini diidentikkan dengan sebutan “samen leven, “living in nonmatrimonial union”, “conjugal union”, atau “cohabitation”. Sehubungan dengan dimasukkannya tindak pidana kumpul kebo ke dalam Konsep (RUU) KUHP, akhir-akhir ini muncul pendapat yang pro dan kontra.
Kritik dari pandangan kontra antara lain menyatakan bahwa: 1. Banyak negara masalah susila tidak pernah dipersoalkan karena memang negara tidak berhak untuk mengurus moral dan rasa kesusilaan masyarakat dan diaturnya masalah kumpul kebo berarti memasuki ranah kehidupan seks pribadi (individu). 2. Kalau revisi KUHP lolos (antara lain dijadikannya kumpul kebo sebagai tindak pidana), maka akan membuka pintu (berpotensi) bagi terciptanya konflik horizontal.
1. 2. 3. Menurut pandangan yang pro: Suatu realitas sosial dan memunculkan problem sosial tetapi tidak ada aturannya dan belum terjamah oleh hukum. Oleh karena itu, wajar jika kemudian diwadahi dalam peraturan yang konkret. Belum ada bukti bahwa pemberlakuan sanksi pidana bagi pelaku kumpul kebo akan tercipta konflik horizontal. Selama ini di kampung-kampung pun berlaku norma yang menolak pelanggaran moral seperti itu, sehingga pelakunya acap digerebek petugas hansip dan warga yang merasa terganggu.
Beberapa latarbelakang pemikiran konsep KUHP mengangkat perbuatan kumpul kebo sebagai suatu tindak pidana dan di masukkan sebagai salah satu jenis delik kesusilaan, sbb: - Landasan sosio-filosofis dan sosiokultural sistem hukum nasional. 1. penyusunan konsep KUHP baru dilatarbelakangi oleh kebutuhan dan tuntutan nasional untuk melakukan pembaruan dan sekaligus perubahn KUHP lama (wetboek van strafrecht) warisan zaman kolonial Belanda. Jadi berkaitan erat dengan ide “penal reform” (pembaruan hukum pidana).
2. upaya melakukan pembaruan hukum pidana (penal form) pada hakikatnya termasuk bidang “penal policy” yang merupakan bagian yang terkait erat: a. b. Dengan “law enforcement policy”, artinya pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) memperbarui subtansi hukum (legal substance) untuk lebih mengefektifkan penegakan hukum. Dengan “ criminal policy”, artinya pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya nasional) untuk memberantas kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat.
c. Dengan “social policy”, artinya pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusian dalam rangka mencapai dan menunjang tujuan nasional.
Pembaruan hukum pidana nasional seyogianya juga dilatarbelakangi dan berorientasi pada ide-ide dasar (basic ideas) pancasila yang mengandung di dalamnya keseimbangan nilai/ide/paradigma: a. Moral religius (ketuhanan). b. Kemanusian (humanistis). c. Kebangsaan. d. Demokrasi. e. Keadilan sosial.
Tindak Pidana Kumpul Kebo di Berbagai Negara 1. KUHP Republik Federal Yugoslavia, Pasal 193 merumuskan sebagai berikut: 1) Yang dipidana adalah kumpulkebo antara orang dewasa dan anak yang telah mencapai usia 14 tahun, pidananya tidak kurang dari tiga bulan penjara. 2) Pidana yang sama juga dikenakan kepada orang tua atau wali yang mengizinkan atau mendorong/membujuk anak diatas 14 tahun untuk kumpul kebo dengan orang lain.
3) Apabila ayat (2) dilakukan untuk keuntungan pribadi, maksimum pidananya lima tahun penjara berat. 4) Apabila perkawinan berlangsung, penuntutan tidak dilakukan, dan apabila telah dilakukan penuntutan, penuntutan itu tidak dilanjutkan.
2. KUHP Singapura Pasal 493 berbunyi: Mengancam pidana terhadap seorang laki- yang hidup bersama sebagai suami istri atau melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita yang karena tertipu telah percaya bahwa ia telah kawin secara sah dengan laki-laki itu.
3. KUHP Malaysia (kanun Kaseksaan) Pasal 493 berbunyi: “Seorang laki-laki yang dengan cara memperdayakan atau menipu seorang wanita yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan menurut UU, sehingga percaya bahwa ia telah menikah secara sah dengan laki-laki itu, dan hidup bersama atau melakukan persetubuhan dengannya atas kepercayaan tersebut, diancam pidana penjara selama tidak lebih dari 20 tahun dan denda”
4. KUHP China Pasal 259 berbunyi: “mereka yang hidup bersama atau kawin dengan seseorang yang diketahuinya adalah suami istri/suami dari anggota angkatan bersenjata yang masih aktif, dipidana dengan pidana penjara tiga tahun atau kurang, atau dikenakan tahanan/kurungan”.
5. KUHP Kanada Pasal 293 berbunyi: Poligami dijadikan tindak pidana dan ancaman dengan pidana maksimal lima tahun penjara. 2) Menurut Pasal 293 (1), yang dimaksud dengan tindak pidana “poligami” ialah setiap orang: a. Yang melakukan atau ikut serta melakukan atau dengan cara apa pun menyetujui/menyepakati untuk melakukana atau untuk ikut serta melakukan: 1) setiap bentuk poligami. 2) setiap bentuk bersama sebagai suami istri dgn lebih dari satu orang pada saat yang sama, apakah hal itu diakui atau tidak oleh UU sebagai bentuk ikatan perkawinan. atau 1)
b. Yang menyelenggarakan, membantu untuk melakukan upacara, perjanjian, atau setuju untuk mendukung hubungan tersebut. 3) Kumpul kebo termasuk delik poligami. Artinya, kumpul kebo yang dijadikan tindak pidana bukan sekedar hidup bersama dengan orang lain, melainkan hidup bersama sebagai suami istri dengan lebih dari satu pada saat yang sama. 4) Menurut pasal 293 ayat (2) untuk adanya tindak pidana poligami ini tidak perlu dibuktikan bahwa tersangka telah melakukan atau bermaksud melakukan hubungan seksual.
- Slides: 16