DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Aparatur Sipil Negara sebagai
DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
Aparatur Sipil Negara sebagai unsur utama Sumber Daya Manusia Aparatur Negara memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Peningkatan Kompetensi Perencanaan sebagai unsur manajemen, wajib dimiliki oleh setiap ASN . Untuk meningkatkan kompeten teknis Perencanaan Jalan bagi apparatus Sipil Negara, maka perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat) agar kedepannya semua pelaksanaan Konstruksi bisa terwujud berasaskan efektifitas dan keekonomian.
Klasifikasi Jalan Bagian Jalan Parameter Perencanaan
PENGERTIAN JALAN UU No 38 tahun 2004 : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
KLASIFIKASI JALAN Jalan diklasifikasikan berdasarkan : Fungsi/Peran Status Spesifikasi Penyediaan Prasarana Kelas
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN FUNGSI/PERANANNYA Jalan Arteri • Melayani angkutan jarak jauh • Kecepatan rata tinggi • Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien Jalan Kolektor • Melayani angkutan pengumpulan/pe mbagian jarak sedang • Kecepatan rata sedang • Jumlah jalan masuk dibatasi Jalan Lokal Jalan Lingkungan • Melayani angkutan setempat • Perjalanan jarak dekat • Kecepatan rendah • Jumlah jalan masuk tidak dibatasi • Melayani angkutan lingkungan • Jarak perjalanan dekat • Kecepatan rendah
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN STATUSNYA Jalan Nasional • merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan Provinsi • merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan Kabupaten • jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan ibukota kabupaten-ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten-pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan Kota • adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan Desa • merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN SPESIFIKASI PENYEDIAAN PRASARANA JALAN Jalan Bebas Hambatan Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN KELAS JALAN KELAS I • Jalan Arteri dan Kolektor • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST ≤ 10 ton) KELAS III • Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST = 8 ton, lebar kendaraan ≤ 2500 mm) • Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST = 8 ton, lebar kendaraan ≤ 2100 mm) KELAS IV • Jalan Arteri • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST ≥ 10 ton)
BAGIAN-BAGIAN JALAN
1. Kendaraan Rencana Jenis Dimensi Kendaraan (m) Dimensi Tonjolan (m) Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Radius Putar Min. (m) Kendaraan Rencana Bina Marga 1) Kode AASHTO 2) Mobil Penumpang P 1, 3 2, 13 5, 79 0, 91 1, 52 7, 31 Bus S-Bus 11 3, 2 2, 44 10, 91 0, 76 3, 66 11, 86 Truk 2 as SU 4, 1 2, 44 9, 15 1, 22 1, 83 12, 80 4, 1 2, 44 12, 0 1, 2 1, 8 Truk 3 as Truk 4 as WB-12 4, 1 2, 44 13, 87 0, 91 0, 86 12, 20 Truk 5 as WB-15 4, 1 2, 44 16, 79 0, 91 0, 62 13, 72
2. Volume Lalu-Lintas Volume lalu-Lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan selama satuan waktu (kendaraan/hari, kend/jam). Volume Lalu. Lintas untuk keperluan desain kapasitas geometrik jalan perlu dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Volume yang umumnya dilakukan pada desain kapasitas ruas jalan adalah sbb : § Volume Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR). § Volume Harian Rata-rata Tahunan (LHRT). § Volume Lalu Lintas Harian rencana (VLHR). § Volume Jam Rencana (VJR). § Kapasitas jalan.
3. Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh yang dinyatakan dalam Km/Jam. Hobbs (1979) membagi kecepatan kendaraan menjadi 3: Kecepatan Sesaat (Spot Speed) • Kecepatan yang diukur disuatu tempat dalam sesaat. Kecepatan Gerak • Kecepatan dari hasil bagi antara jarak dengan lama bergerak kendaraan. Kecepatan Perjalanan • kecepatan yang dihitung dari hasil bagi antara jarak dengan lama menempuh, termasuk tundaan yang terjadi.
4. Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. 3 Faktor penting yang mempengaruhi Jarak Pandang : Waktu PIEV (Perception Time, Intelection Time, Emotion Process, Volition) Waktu untuk menghindari keadaan Bahaya Kecepatan kendaraan
Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi unuk menghentikan kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan didepan. Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh = 0, 695 V + 0, 011471 V 2 Jarak Tanggap (Jht) Jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi sadar melihat adanya halangan yang menyebabkan harus berhenti sampai pengemudi menginjak rem (waktu PIEV). AASHTO merekomendasikan waktu tanggap adalah 2, 5 detik. Jarak Pengereman (Jhr) jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. AASHTO 2004 menyarankan menggunakan nilai perlambatan kendaraan sebesar 3, 4 m/detik² untuk penentuan Jarak pandang Henti.
Jarak Pandang Henti Berdasarkan Berbagai Pedoman Kecepatan (Km/Jam) AASHTO 2004 (m) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 20 35 50 65 85 105 130 160 185 220 250 285 Bina Marga No. 038/T/BM/1997 (m) 16 27 40 55 75 120 175 250 RSNI T 14 -2004 (m) 35 50 65 85 105 130 160 185
Jarak Pandang Menyiap (Js) Jarak Pandang Menyiap adalah jarak yang memungkinkan kendaraan menyiap kendaraan lain didepannya dengan aman hingga kendaraan tersebut kembali pada lajurnya semula. Jarak pandang menyiap diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm ( 50 cm tinggi Jok dan 55 cm tinggi mata orang posisi duduk) dan tinggi halangan adalah 105 cm. Dasar Pengukuran Jarak Pandang sesuai Standar Bina Marga
Jm (Jarak Menyiap) = d 1 + d 2 + d 3 + d 4 d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m). berdasarkan waktu PIEV. d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur semula (m). d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara 30 – 100 meter. d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
Panjang setiap komponen jarak pandang menyiap (AASHTO 2004) Panjang jarak pandang menyiap (Bina Marga 1997) Vr (Km/Jam) Js (m) 120 100 80 60 50 40 30 20 800 670 550 350 200 150 100
Kendaraan Rencana Volume Lalu Lintas Kapasitas Jalan Tingkat Pelayanan Jalan Kecepatan Rencana Gaya-gaya yang Bekerja
Kendaraan Rencana adalah kendaraan dengan standard tertentu (bentuk, ukuran, dan daya/kemampuan) yang digunakan sebagai kriteria perencanaan bagian-bagian jalan. Kendaraan rencana ini dikelompokkan menjadi kelompok mobil penumpang, bis/truk, semi trailer, dan trailer.
Volume Lalu-Lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan selama satu-satuan waktu (kend/hari, kend/jam, kend/menit). Volume lalu lintas untuk perencanaan geometrik jalan biasanya dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yaitu hasil mengalikan setiap jenis kendaraan dengan ekivalensi mobil penumpang (smp) jenis kendaraan tersebut.
Kapasitas Jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu penampang bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam. Ratio Volume/Kapasitas disebut RVK adalah perbandingan antara volume lalulintas dengan kapasitas jalan. Kapasitas Rencana adalah kapasitas ideal dikalikan dengan faktor kondisi jalan yang direncanakan (seperti terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia, MKJI 1997). Sesuai dengan Permen PU No 19/PRT/M/2011 nilai RVK ditentukan sesuai dengan fungsi jalan, yaitu : § RVK ≤ 0, 85 untuk Jalan Arteri dan Jalan Kolektor. § RVK ≤ 0, 90 untuk Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan.
Tingkat Pelayanan Jalan merupakan kondisi gabungan dari rasio volume dan kapasitas (V/C) dan kecepatan. Rasio. V/C juga disebut Derajat Kejenuhan (MKJI 1997).
Kecepatan Rencana (Desain Speed) adalah kecepatan kendaraan yang mendasari perencanaan teknis geometri jalan, merupakan kecepatan kendaraan yang dapat dicapai bila melaju tanpa gangguan dan aman. Pada saat desainer menetapkan kecepatan rencana sebagai dasar perencanaan, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan seperti : § Biaya Pembangunan Jalan. § Medan yang dilalui. § Fungsi jalan. § Perkiraan Arus Lalu-Lintas. § Keselamatan Pengendara. § Biaya Operasi kendaraan sebagai faktor ekonomis, dll.
Tabel Kecepatan Rencana jalan TOL (sumber: Standar BM No. 007/BM/2009)
F = m. a F = (G. V 2)/(g. R) Keterangan : § F : Gaya Sentrifugal. § m : Masa Kendaraan. § a : Percepatan Sentrifugal § G : Berat Kendaraan. § g : Gaya Gravitasi. § V : Kecepatan Kendaraan. § R : Jari-jari Tikungan.
Alinyemen Horizontal Alinyemen Vertikal Koordinasi Alinyemen Horizontal dan Vertikal
Alinyemen Horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus dan lengkung) sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal. Aspek penting dalam alinyemen horizontal : § Gaya sentrifugal. § Bentuk-bentuk busur peralihan § Bentuk-bentuk tikungan § Diagram superelevasi § Pelebaran perkerasan pada tikungan § Jarak pandang pada tikungan
1. Derajat Lengkung Derajat lengkung (Do) adalah besar sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 m. 2. Jari-jari Tikungan Ket : Rmin = jari-jari minimum (m) - ↑R = ↓D = semakin tumpul lengkung horizontal rencana V = kecepatan kendaraan (km/jam) - ↓R = ↑D = semakin tajam lengkung horizontal rencana emaks = superelevasi maksimum (%) F = koefisien gesekan melintang
3. Distribusi Nilai Superelevasi dan Koefisien Gesek Melintang Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh komponen gaya berat kendaraan akibat adanya superelevasi (e) dan gaya gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban kendaraan. Di Indonesia untuk distribusi nilai superelevasi ( e ) yang digunakan untuk perencanaan berdasarkan metode Bina Marga adalah sebesar 8 % dan 10 %. Distribusi nilai e dapat dilihat pada table dibawah ini. emaks = 0, 10 emaks = 0, 08
4. Panjang Bagian Jalan yang Lurus Mempertimbangkan factor keselamatan Pemakai Jalan, Bina marga menetapkan maksimum bagian jalan yang lurus berdasarkan waktu tempuh kurang dari 2, 5 menit yang sesuai dengan Kecepatan Rencana (Vr). Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m) Datar Perbukitan Pegunungan Arteri 3. 000 2. 500 2. 000 Kolektor 2. 000 1. 750 1. 500 5. Lengkung Peralihan Lengkung peralihan diperlukan agar pengemudi dapat menyesuaikan manuver kendaraan pada bagian-bagian geometrik jalan yang bertransisi dari alinyemen lurus ke lingkaran, atau dari lurus ke lurus atau juga dari alinyemen llingkaran ke lingkaran. Bentuk-bentuk alinyemen yang menggunakan lengkung peralihan
6. Landai Relatif Landai relatif adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tinjuan atas perubahan bentuk penampang melintang jalan dan belum diperhitungkan terhadap gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertical jalan. Landai Relatif Maksimum yang ditetapkan Bina Marga (1994) dan AASHTO 2004 Kelandaian Maksimum Kecepatan Rencana (Km/Jam) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 130 Bina Marga (Luar Kota 1994) AASHTO 2004 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150 1/125 1/133 1/143 1/154 1/167 1/182 1/200 1/213 1/227 1/263 1/286
7. Pemilihan Bentuk Tikungan Pemilihan bentuk tikungan menurut Bina Marga (1997) Pemilihan bentuk tikungan menurut AASHTO (1990)
8. Jarak Pandang dan Daerah Bebas Samping pada Lengkung Horizontal Ket : AB = Garis Pandang. M = Jarak daerah bebas samping ke sumbu lajur sebelah dalam, m Ө = sudut pusat lengkung sepanjang Jh Jh = jarak pandang henti, m Lc = panjang lengkung busur lingkaran Ri = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m
Alinyemen Vertikal didefinisikan sebagai proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal, berbentuk penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang atau profil jalan.
1. Kelandaian Minimum 2. Kelandaian Maksimum Kelandaian Minimum jalan diperlukan untuk kepentingan Drainase Jalan (Surface Drain), agar supaya secepatnya air hujan dapat mengalir kesaluran samping, sehingga tidak terjadi Genangan pada permukaan Jalan. Perencana perlu mempertimbangkan beberapa hal sbb : § Landai datar (0%) untuk jalan tanpa kerb dan terletak diatas tanah timbunan. Pada kondisi ini lereng melintang jalan cukup untuk mengalirkan air diatas perkerasan jalan kemudian ke Talud. § Landai 0, 30 – 0, 50 % untuk jalan yang menggunakan Kerb dan terletak diatas tanah timbunan. Kerb yang digunakan sebaiknya Kerb dengan saluran. Jenis Medan berdasarkan Kelandaian Medan Jalan Datar Perbukitan Pergunungan Notasi Kelandaian Medan D B G < 10, 0 % 10, 0 – 25, 0 % ≥ 25 % Kelandaian maksimum adalah kelandaian yang memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Di asumsikan untuk Truk yang bermuatan penuh dengan penurunan kecepatan masih lebih atau sama dengan 50 % dari kecepatan awal. Kelandaian maksimum menurut Bina Marga (1997) VR (Km/jam) LMAKS < 40 40 50 60 80 100 110 120 10 10 9 8 5 4 3 3
3. Panjang Kritis 4. Lajur Pendakian Panjang Kritis adalah panjang landai maksimum yang harus ada untuk memepertahankan kecepatan sehingga penurunan kecepatan ≤ 50 % dari kecepatan rencana selama satu menit. Sesuai Standar Geometri untuk Jalan Tol No 007/Bm/2009, lajur pendakian selebar 3, 60 m disediakan apabila panjang kritis dilampaui, jalan memiliki VLHR > 25. 000 SMP/hari, dan persentase truk > 15 %. Panjang Landai Kritis Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk keperluan Jalur Pendakian : § Arus lalu Lintas yang mendaki melebihi 200 Kend/jam. § Arus lalu lintas Truk > 20 Kend/Jam. Lajur Pendakian pada Jalan Tol
3. Lengkung Vertikal Parabola Sederhana Persamaan Parabola : Pada titik PPV : Ket : Note : § Titik PLV = Titik Permulaan Lengkung Vertikal. § Ev bernilai + : Lengkung Vertikal Cembung § Titik PTV = Titi Permulaan Tangen Vertikal. § Ev bernilai - : Lengkung Vertikal Cekung § L = Panjang Proyeksi Lengkung Vertikal. § = Panjang Lengkung Vertikal (asumsi). § g 1 = Kelandaian bagian Tangen vertical sebelah kiri. % § g 2 = Kelandaian bagian tangent vertical sebelah kanan, % § A = Perbedaan aljabar landai, dinyatakan dalam persen = g 1 - g 2 § Ev = pergeseran vertical titik PPV terhadap lengkung vertical.
4. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L Dari gambar disamping, diperoleh persamaan : Untuk jarak pandang = jarak pandang henti, maka h 1 = 1, 08 m; h 2 = 0, 60 m, sehingga persamaan menjadi : Ket : § L = Panjang Lengkung Vertikal, m § S = Panjang Jarak pandang, m § A = Perbedaan Aljabar landai, % § H 1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan, m § h 2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h 1 = 1, 08 m; dan h 2 = 1, 08 m, maka persamaan menjadi : Note : Desain lengkung vertikal yang menggunakan jarak pandang henti sebagai dasar menentukan panjang lengkung vertikal cembung, maka jalan dengan lengkung tersebut perlu dilengkapi dengan rambu dan marka dilarang mendahului.
5. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L Dari gambar disamping, diperoleh persamaan : Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang henti, dengan h 1 = 1, 08 m; dan h 2 = 0, 60 m, maka persamaan menjadi : Ket : § L = Panjang Lengkung Vertikal, m § S = Panjang Jarak pandang, m § A = Perbedaan Aljabar landai, % § h 1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan, m § h 2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h 1 = 1, 08 m; dan h 2 = 1, 08 m, maka persamaan menjadi :
6. Tabel Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cembung 7. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak Pandang Henti
8. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Kenyamanan Pengguna 9. Jarak Pandang Henti Lengkung Vertikal Cekung Untuk mengurangi dampak gaya sentrifugal yang berlebihan sehingga memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan, maka panjang AASHTO menetapkan Panjang Lengkung Vertikal Minimum : Lminimum = 0, 6 V Ket : § L = Panjang Lengkung Vertikal Cembung minimum, m § V = Kecepatan Rencana, Km/Jam. Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung: pada
Tabel : Panjang Minimum Lengkung Vertikal, Bina Marga (1997) < 40 Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) 1 40 – 60 0, 6 40 – 80 ≥ 60 0, 4 80 - 150 Kecepatan Rencana (Km/jam) Panjang Lengkung (m) 20 – 30 10. Kenyamanan Pengemudi Gaya sentrifugal dan Gravitasi dapat berdampak ketidaknyamanan pada pengemudi dan penumpang kendaraan. Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum berdasarkan AASHTO 2004 mengikuti persamaan berikut : L = AV 2/395 Panjang Lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak Pandang Henti. Ket : § V = Kecepatan rencana, Km/jam § A = Perbedaan aljabar landai. § L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
11. Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung AASHTO 2004 memberikan batasan bentuk lengkung vertical dengan panjang minimum L = K. A, dengan K = 30. Panjang Lengkung Vertikal Minimum berdasarkan bentuk visual lengkung adalah : Lminimum = 30 A Ket : § L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum, m § A = Perbedaan Aljabar Landai.
12. Jarak Pandang Bebas S < L Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi Truk = 2, 40 m dan tinggi objek = 0, 6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk, maka persamaan bisa disederhanakan menjadi : L = AS 2/(800 C-1200) Ket : Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung Vertikal Cekung untuk S < L adalah : § L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m § A = Perbedaan Aljabar landai, % § S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m § C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang melintas, m § h 1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m § h 2 = Tinggi objek dari muka jalan, m
13. Jarak Pandang Bebas S > L Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi Truk = 2, 40 m dan tinggi objek = 0, 6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk, maka persamaan bisa disederhanakan menjadi : L = 2 S - (800 C-1200)/A Ket : Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung Vertikal Cekung untuk S > L adalah : § L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m § A = Perbedaan Aljabar landai, % § S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m § C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang melintas, m § h 1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m § h 2 = Tinggi objek dari muka jalan, m
Hasil perencanaan yang baik perlu memperhatikan keterpaduan antara tiga eleman yaitu Alinyemen Vertikal, Alinyemen Horisontal dan potongan melintang Jalan. Koordinasi antara alinyemen Vertikal dan Horisontal harus memenuhi ketentuan sbb ; § Alinyemen Horisontal berimpit dengan alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal. § Hindari Tikungan tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau bagian atas lengkung vertikal cembung. § Hindarkan Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang. § Hindarkan, dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal. § Hindarkan Tikungan tajam diantara bagian jalan yang lurus dan panjang.
1. Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung pada Jalan Lurus Pada alinyemen horizontal yang lurus hindari jika ada lengkung vertikal cembung beriringan dengan lengkung vertikal cekung seperti gambar dibawah ini : 2. Lengkung Vertikal Cembung pendek dipisahkan dengan tangent vertikal yang pendek Pada lengkung horizontal hindari jika terdapat dua lengkung vertikal cembung berdekatan dengan jarak pemisah yang pendek.
3. Lengkung Horizontal Lengkung Vertikal tepat pada 4. Lengkung Horizontal berbalik arah dengan tangent yang pendek Lengkung horizontal berbalik arah dengan tangent yang pendek pada vertikal cembung, akan mengurangi keselamatan pengguna jalan.
5. Lengkung Horizontal diawal Lengkung Vertikal Lengkung horizontal berada diawal tanjakan pada lengkung vertikal cekung mengakibatkan kesan patahnya jalan, karena lengkung vertikal cekung diawali dengan lengkung vertikal cembung sehingga mengurangi tingkat keselamatan jalan. 6. Desain Jalan di dekat Sungai Desain alinemen horizontal seyogyanya mengikuti kondisi alam sekitarnya.
Jalur dan Lajur Lalu Lintas Bahu Jalan Saluran Tepi Kereb Median Trotoar Pengaman Tepi
Jalur Lalu Lintas Lajur Lalu Lintas Jalur lalu lintas {travelled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Oleh sebab itu, jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalu lintas.
Bahu jalan adalah bagian tepi jalan yang dipergunakan sebagai tempat untuk kendaraan yang mengalami kerusakan berhenti atau digunakan oleh kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi yang sedang menuju tempat yang memerlukan bantuan kedaruratan dikala jalan sedang mengalami tingkat macet yang tinggi. Selain itu bahu juga dipergunakan sebagai tempat menghindar dari kecelakaan lalu lintas terutama pada jalan yang tidak dipisah dengan median jalan, khususnya pada saat ada kendaraan yang menyalib tetapi kemudian dari arah yang berlawanan datang kendaraan, sehingga kendaraan yang datang dari depan bisa menghindar dan masuk bahu jalan.
JENIS-JENIS BAHU JALAN Tipe Perkerasan • Bahu yang tidak diperkeras • Bahu yang diperkeras Letak Bahu • Bahu Kiri/Bahu Luar • Bahu Kanan/Bahu Dalam
Secara garis besar median berfungsi sebagai: § menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat. § menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/ mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah. § menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi. § mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kereb. Pada umumnya trotoar memiliki lebar antara 1, 5 - 3 m.
Saluran tepi jalan berguna untuk : § mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan, § menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak terendam air. Umumnya bentuk saluran tepi jalan adalah trapesium, atau empat persegi panjang.
Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.
JENIS-JENIS KEREB BERDASARKAN FUNGSI Kereb Peninggi (Mountable Curb) • Kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanyaterdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10 -15 cm. Kereb Penghalang (Barrier Curb) • Kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25 - 30 cm. Kereb Berparit (Gutter Curb) • Kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan Jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10 -20 cm. Kereb Penghalang Berparit (Barrier Gutter Curb) • Kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20 - 30 cm.
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi timbunan lebih besar dari 2, 5 meter, dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
JENIS-JENIS PENGAMAN TEPI Pengaman Tepi dari Besi (Guard Rail) Pengaman Tepi dari Beton (Parapet) • Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar pengaman. • Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana 80 - 100 km/Jam. Pengaman Tepi dari Tanah Timbunan • Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80 km/jam. Pengaman Tepi dari Batu Kali • Tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika)dan pada jalan dengan kecepatan rencana ≤ 60 km/jam. Pengaman Tepi dari Balok Kayu • Tipe ini dipergunakan umuk kecepatan rencana ≤. 40 km/jam dan pada daerah parkir
- Slides: 65