Capability Maturity Model Apa itu Capability Maturity Model
Capability Maturity Model Apa itu Capability Maturity Model ? Capability Maturity Model (CMM) adalah model kematangan kemampuan (kapabilitas) untuk membantu pendefinisian dan pemahaman proses-proses pada suatu organisasi. Sejarah Capability Maturity Model Pengembangan model ini dimulai pada tahun 1986 oleh SEI (Software Engineering Institute) atas permintaan Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Departement of Defense(DOD). CMM awalnya ditujukan sebagai suatu alat untuk secara objektif menilai kemampuan kontraktor pemerintah untuk menangani proyek perangkat lunak yang diberikan. Walaupun berasal dari bidang pengembangan perangkat lunak, model ini dapat juga diterapkan sebagai suatu model umum yang membantu pemahaman kematangan kapabilitas proses organisasi di berbagai bidang. Misalnya rekayasa perangkat lunak, rekayasa sistem, manajemen proyek, manajemen risiko, teknologi informasi, serta manajemen sumber daya manusia.
Pengertian CMM secara harfiah: • Capability diterjemahkan menjadi kapabilitas yang berarti kemampuan yang bersifat laten. Capability lebih mengarah kepada integritas daripada kapabilitas itu sendiri. Definisi integritas adalah kemampuan untuk menepati janji. • Maturity berarti matang atau dewasa. Matang merupakan hasil proses. • Model didefinisikan sebagai suatu penyederhanaan yang representatif terhadap keadaan di dunia nyata. Jadi secara keseluruhan CMM dapat didefinisikan sebagai berikut : CMM adalah sebuah penyederhanaan representatif yang digunakan untuk mengukur tingkat kematangan sebuah software development house dalam menyajikan, membuat, dan mengembangkan perangkat lunak sebagaimana telah dijanjikan secara tertulis dalam perjanjian kerja sama.
Keyword utama dari CMM adalah mengukur. Mengukur didefinisikan sebagai suatu proses untuk memetakan sebuah kondisi ke dalam sebuah skala/ukuran. Nilai-nilai yang dilihat dalam pengukuran CMM: 1. 2. 3. 4. Apa yang diukur (Parameter) Bagaimana cara mengukurnya (Metode) Bagaimana standar penilaiannya (Skala Penilaian) Bagaimana Interpretasinya (Bagi Manusia) CMM dikembangkan dipromosikan oleh pusat rekayasa perangkat lunak Institute (SEI), penelitian dan pengembangan yang di sponsori oleh Departemen Pertahanan AS. SEI didirikan pada tahun 1984 untuk mengatasi isu-isu rekayasa perangkat lunak dan untuk memajukan metodologi rekayasa perangkat lunak. Lebih khusus lagi, SEI didirikan untuk mengoptimalkan proses pengembangan, memperoleh, dan menjaga sistem perangkat lunak untuk Departemen Pertahanan
Secara umum, maturity model biasanya memiliki ciri sebagai berikut: 1. Proses pengembangan dari suatu organisasi disederhanakan dideskripsikan dalam wujud. tingkatan kematangan dalam jumlah tertentu (biasanya empat hingga enam tingkatan) 2. Tingkatan kematangan tersebut mengandung beberapa persyaratan tertentu yang harus diraih. 3. Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara sekuensial, mulai dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhiran (tingkat terakhir merupakan tingkat kesempurnaan). 4. Selama pengembangan, entitas bergerak maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya tanpa boleh melewati salah satunya, melainkan secara bertahap berurutan.
Sejarah CMM ke CMMI, yang pada awalnya disebut CMM (Capability Maturity Model) sebagai ukuran standar kematangan pengembangan perangkat lunak memiliki sejarah panjang, sebelum diterima secara global. Diawali oleh Walter Shewhart di tahun 1930, yang memulai penelitian tentang perbaikan proses dengan metode kontrol kualitas statistik, yang kemudian semakin diperluas oleh W. Edwards Deming, Philip Crosby dan Joseph Juran di era 80 -an. Watts Humprey, Ron Radice dan lainnya semakin mengembangkan penelitian ini, melalui serangkaian implementasi di IBM dan SEI. CMM kemudian mulai dikembangkan, hingga akhirnya diakui sebagai salah satu standar ukuran kematangan kapabilitas pengembang perangkat lunak. Apalagi sejak DOD (Departement of Defense) Pemerintah Amerika Serikat, mensyaratkan bahwa setiap pengembang perangkat lunak yang mendapatkan proyek dalam lingkungan DOD, harus memiliki tingkat kematangan CMM level 3, perkembangan CMM semakin mendunia.
Dalam perkembangan yang selanjutnya, selama kurun waktu 20 tahun lebih, dan semakin banyak perusahaan pengembang perangkat lunak yang menunjukkan hasil yang signifikan akibat penggunaan CMM, maka, semakin banyak pula perusahaan yang mencoba menerapkan skema CMM dalam mendukung proses bisnis perusahaan. Penggunaan CMM pun semakin meluas, bukan saja pada sebatas industri perangkat lunak, tapi semakin meluas pada industri lainnya. Oleh karena itu, SEI pun mulai mengembangkan suatu model standar ukuran kematangan yang baru, yang bisa diterapkan kepada seluruh industri, lahirlah yang dinamakan CMMI atau Capability Maturity Model Integration.
SKEMA CMMI pada dasarnya merupakan sebuah konstelasi yang terdiri atas CMMI for Development (CMMI-DEV), CMMI for Acquisition (CMMI – ACQ) dan CMMI for Services (CMMI-SVC). Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga konstelasi ini kemudian digabungkan menjadi CMMI saja, dengan 5 tahap kematangan dan mengadopsi 22 area kunci proses. 5 tahap kematangan CMMI adalah 1. Tahap 0 disebut Incomplete 2. Tahap 1 disebut Performed 3. Tahap 2 disebut Managed 4. Tahap 3 disebut Defined 5. Tahap 4 disebut Quantitatively Managed 6. Tahap 5 disebut Optimizing.
Gambar dibawah ini menunjukkan komponen area kunci proses CMMI.
Namun lebih umum dan sering di jadikan patokan ialah yang terdiri dari lima level. Diantaranya : 1. Level 1 : Initial 2. Level 2 : Repeatable 3. Level 3 : Defined 4. Level 4 : Manageable 5. Level 5 : Optimizing Kecuali tingkat initial, setiap tingkat maturity memiliki beberapa key process area (KPA), yaitu bidang yang harus menjadi perhatian sebuah perusahaan untuk meningkatkan proses dalam pengembangan perangkat lunaknya dan harus diselesaikan dinilai untuk bisa berada pada level tersebut.
Level CMM dapat dilihat pada gambar berikut :
Area kunci proses dalam CMMI adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Requirements Management (REQM) Project Planning (PP) Project Monitoring and Control (PMC) Supplier Agreement Management (SAM) Process and Product Quality Assurance (PPQA) Configuration Management (CM) Measurement and Analysis (MA) Organizational Process Focus (OPF) Organizational Process Defintion (OPD) Organizational Training (OT) Integrated Project Management (IPM) Risk Management (RSKM) Product Integration (PI) Requirements Development (RD)
15. Technical Solution (TS) 16. Validation (VAL) 17. Verification (VER) 18. Decision Analysis dan Resolution (DAR) 19. Quantitative Project Management (QPM) 20. Organizational Process Performance (OPP) 21. Causal Analysis and Resolution (CAR) 22. Organizational Innovation and Deployment (OID). Masing-masing area kunci proses, memiliki tujuan yang harus dicapai. Setiap Area Kunci Proses memiliki purpose statement, introductory notes dan related process Areas. • Purpose Statement menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dalam area kunci proses tersebut. • Introductory Notes menjelaskan konsep umum yang melatarbelakangi area kunci proses yang dimaksud. • Related Process Area menjelaskan keterkaitan setiap area kunci proses yang ada.
Contoh pendeskripsian Area Proses pada CMMI Dalam hal ini, kami mengambil contoh 2 macam area proses yaitu Requirements Management (REQM/ Manajemen Persyaratan posisi pada Level 2) dan Project Planning (PP/ Perencanaan Proyek posisi pada Level 2) Manajemen Persyaratan (REQM, Requirements Management) 1. Mengelola Persyaratan : 1. 1 Memperoleh Pemahaman terhadap Persyaratan 1. 2 Memperoleh Komitmen terhadap Persyaratan 1. 3 Mengelola Perubahan Persyaratan 1. 4 Memelihara Keterlacakan Dua Arah dari Persyaratan 1. 5 Mengidentifikasi Ketidakkonsistenan antara Pekerjaan Proyek dan Persyaratan Perencanaan Proyek (PP, Project Planning) 1. Membangun Estimasi : 1. 1 Mengestimasi Lingkup Proyek 1. 2 Membangun Estimasi Hasil Kerja dan Atribut Tugas 1. 3 Mendefinisikan Proyek Siklus Hidup 1. 4 Menentukan Estimasi Kerja dan Biaya
2. Mengembangkan Rencana Proyek 2. 1 Membangun Anggaran dan Jadwal 2. 2 Mengidentifikasi Risiko Proyek 2. 3 Merencanakan Data Manajemen 2. 4 Merencanakan Sumber Daya Proyek 2. 5 Merencanakan Pengetahuan dan Ketrampilan yang Dibutuhkan 2. 6 Merencanakan Keterlibatan Pemangku Kepentingan 2. 7 Membangun Rencana Proyek 3. Memperoleh Komitmen terhadap Rencana 3. 1 Meninjau Rencana yang Berdampak terhadap Proyek 3. 2 Merekonsiliasi Tingkat Pekerjaan dan Sumber Daya 3. 3 Memperoleh Komitmen terhadap Rencana
Selanjutnya, untuk setiap area kunci proses, memiliki specific goals dan generic goals. Pengertian specific goals cenderung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai dalam implementasi area kunci proses tersebut. Sedangkan untuk generic goals memiliki pengertian kepada tujuan yang lebih umum. Dari specific goals diturunkan specific practices, yang akan menjadi panduan manual atau operasional, yang harus dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan spesifik/khusus yang terkait. Begitu pula dengan generic practices, merupakan penerapan operasional yang harus dilakukan dalam mencapai generic goals. Untuk setiap generic goals dan specific goals memiliki generic practice elaborations, typical work products dan subpratices.
Typical works products merupakan daftar contoh keluaran atau output dari setiap specific practices. Sedangkan generic practice elaborations menjelaskan panduan bagaimana melaksanakan generic practices pada area kunci proses yang berkaitan. Untuk subpractices (pada specific practices dan generic practices) menjelaskan panduan untuk mengartikan dan melaksanakan specific dan generic practices terkait. Hal yang dapat kita garis bawahi adalah CMMI merupakan program untuk perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement programme). Perbaikan yang terus-menerus merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam implementasi CMMI. Bukan hanya sekedar mendapatkan sebuah pengakuan, melainkan suatu pembentukan budaya baru dalam pengembangan perangkat lunak, yakni budaya perbaikan yang terus-menerus. Hal ini berarti, dalam mengimplementasi CMMI, diperlukan suatu perubahan pola pikir yang signifikan. Pola pikir yang diperbaharui dapat melahirkan suatu awareness baru, dan dengan adanya awareness tersebut, implementasi CMMI bisa berlangsung terusmenerus. Pada akhirnya, hasil improvement akan dikenali dan terukur, dan terutama memiliki pengaruh signifikan dalam menghasilkan produk yang berkualitas.
(Gambar 5 tahap kematangan CMMI)
Penjelasan Level – level tahapan dari Capability Maturity Model 1. Initial Kriteria dari initial level adalah: a. Tidak ada manajemen proyek b. Tidak adanya quality assurance c. Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan (change management) d. Tidak ada dokumentasi e. Adanya seorang ahli yang tahu segalanya tentang perangkat lunak yang dikembangkan, dan sangat bergantung pada kemampuan individual. Sukses pada level ini didasarkan pada kerja keras dan kompetensi yang tinggi orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut atau dapat juga dikatakan perusahaan ini belum menjalankan tujuan dan sasaran yang telah didefinisikan oleh CMMI. Permasalahan yang tak terduga ada di mana , baik maupun buruk . Masalah utama yang dihadapi oleh perangkat lunak organisasi ialah mengenai pengelolaan , bukan secara teknis.
2. Repeatable Ciri-ciri dari repeatable level adalah : a. Kualitas perangkat lunak mulai bergantung pada proses bukan pada orang b. Terdapat manajemen proyek sederhana c. Terdapat quality assurance sederhana d. Terdapat dokumen sederhana e. Terdapat software configuration management sederhana f. Tidak adanya knowledge management g. Tidak adanya komitmen untuk selalu mengikuti SDLC dalam kondisi apapun h. Tidak adanya stastikal control untuk estimasi proyek i. Rentan perubahan struktur organisasi. Pada tahap ini , sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan proses-proses yang terjadi saling menyesuaikan diri agar dapat diambil kebijakan. Setiap orang yang berada proses ini dapat mengakses sumber daya yang cukup untuk mengerjakan tugas masing-masing. Setiap orang terlibat aktif pada proses yang membutuhkan. Setiap aktivitas dan hasil pekerjaan berupa memonitor, mengontrol, meninjau, serta mengevaluasi untuk menjaga kekonsistenan pada deskripsi yang telah diberikan.
3. Defined Ciri-ciri dari level Defined adalah : 1. SDLC sudah ditentukan 2. Komitmen untuk mengikuti SDLC dalam keadaan apapun 3. Kualitas proses dan produk masih bersifat kualitatif atau hanya perkiraan saja 4. Tidak menerapkan Activity Based Costing 5. Tidak adanya mekanisme umpan balik yang baku. Pada level 3 , sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2 dan Level 3. Proses dicirikan dengan terjadinya penyesuaian dari kumpulan proses standar sebuah organisasi menurut pedoman-pedoman pada organisasi tersebut, menyokong hasil kerja, mengukur, dan proses menambah informasi lain menjadi milik organisasi.
4. Managed Ciri-cirinya Managed Level adalah: 1. Sudah ada Activity Based Costing yang digunakan untuk estimasi proyek berikutnya 2. Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan proyek masih bersifat kuantitatif 3. Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data karena proses pengumpulan data masih dilakukan secara manual 4. Sudah memiliki mekanisme umpan balik 5. Tidak ada mekanisme pencegahan defect Pada level 4 , sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada pada Level 2, 3, dan 4. Proses yang terjadi dapat terkontrol dan ditambah menggunakan ukuran-ukuran dan taksiran kuantitatif. Sasaran kuantitatif untuk kualitas dan kinerja proses ditetapkan dam digunakan sebagai kreteria dalam manajemen proses.
5. Optimized Ciri – ciri Optimized Level adalah : 1. Pengumpulan data secara automatis 2. Adanya mekanisme pencegahan defect 3. Adanya mekanisme umpan balik yang sangat baik 4. Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan juga peningkatan kualitas proses. Pada proses ini suatu organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada di Level 2, 3, 4, dan 5. Optimized level ini fokus kepada peningkatan proses secara berkesinambungan melalui inovasi teknologi. Pada level 5 , perbaikan proses yang berkesinambungan adalah jalan kehidupan. Fokusnya adalah pada pencegahan terjadinya cacat dan mendorong inovasi . Dalam organisasi yang belum matang , tidak ada yang mungkin bertanggung jawab untuk proses perbaikan. Organisasi yang matang biasanya memiliki partisipasi 70 -80 % dalam kegiatan perbaikan pada setiap waktu dan setiap orang yang terlibat didalamnya . Perbaikan proses yang berkesinambungan berarti perubahan yang dikendalikan dan perbaikan diukur dalam kemampuan proses.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan CMM • Manajemen Perubahan Manajemen perubahan merupakan kunci sukses dari program perbaikan proses, beserta mekanisme-mekanisme untuk memfasilitasi pengembangan , implementasi , dan penerapan proses , metode , dan alat-alat. ( Kitson , 1992) 1. Menyiapkan prioritas sesuai dengan visi perusahaan dan strategi bisnis. 2. Koordinasi Proses Organisasi 3. Kinerja dari Waktu pemasaran, kualitas , biaya , dan hasil produk akan didukung oleh proses organisasi. • Kepemilikan proses Seorang pemilik proses yaitu Software Engineering Process Group (SEPG) bertanggung jawab atas efektivitas proses dan efisiensi , metode , dan alat. Mengetahui bahwa manajer proyek dan pemilik proses mungkin memiliki pandangan yang bertentangan, maka kebijakan harus dalam bentuk tertulis untuk menangani konflik tersebut. Dalam hal terjadinya jalan buntu antara proyek manajer dan pemilik proses , keduanya akan menyajikan analisis risiko ke Komite Eksekutif untuk persetujuan akhir dari proses yang telah di sesuaikan.
• Kesadaran Sebuah aspek penting dalam implemetasi dari model ini adalah untuk membuat seluruh organisasi menyadari inisiatif dan proses. Hal ini dapat dicapai melalui seminar dan lokakarya. • Pedoman rapat Dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan kegiatan kelompok kerja , sejumlah pertemuan membutuhkan pemandu yang mana petunjuk diperlukan untuk menetapkan kebijakan . ( Laporte , 1997) Fasilitator dalam pertemuan tersebut memainkan peran yang sangat penting menjelaskan hasil pada akhir pertemuan. • Pengambilan Keputusan Sebuah metode partisipatif pengambilan keputusan dengan mengacu pada proses perbaikan akan sangat membantu dalam menangkap praktek-praktek terbaik dari berbagai kelompok sehingga memperkaya proses organisasi dan kualitas produk dan mengurangi waktu pemasaran. ( Paulk , 1993)
• Tim Evaluasi Survei periodik untuk mengevaluasi efisiensi tim akan menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kemampuan. Survey tersebut( Pfeffer , 1998) dapat mengatasi masalah berikut : 1. Tujuan dan sasaran 2. Pemanfaatan sumber daya 3. Kepercayaan dan resolusi konflik 4. Kontrol dan kepatuhan terhadap prosedur 5. Komunikasi antarpribadi 6. Pemecahan masalah 7. Eksperimentasi dan kreativitas. Hal ini akan membantu dalam memberikan masukan yang diperlukan pada waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan Manajemen organisasi.
Langkah-langkah dalam CMMI : 1. Mendefinisikan lima tingkat kematangan pengembangan perangkat lunak 2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting untuk kualitas perangkat lunak danperbaikan proses 3. Organisasi melakukan penilaian praktek pengembangan perangkat lunak • Menentukan di mana mereka cocok dalam model kemampuan • Mengidentifikasi area untuk perbaikan 4. Rencana yang diperlukan untuk meng-upgrade proses pembangunan
Praktik-praktik terbaik CMMI dipublikasikan dalam dokumen yang disebut model, yang masing-masing ditujukan untuk berbagai bidang yang berbeda. Diantaranya : 1. Development (pengembangan) pada agustus 2006 CMMI ver 1. 2 CMMI -DEV (CMMI for Development) yang dirilis pada Agustus 2006 dan ditujukan untuk proses pengembangan produk dan jasa 2. Acquisition (akuisisi) CMMI-ACQ (CMMI for Acquisition) yang dirilis pada November 2007 dan ditujukan untuk manajemen rantai suplai, akuisisi, serta proses outsourcing di pemerintah dan industri.
Kegunaan CMM meliputi: Ø Untuk menilai tingkat kematangan sebuah organisasi pengembang perangkat lunak Ø Untuk menyaring kontraktor yang akan menjadi pengembang perangkat lunak Ø Untuk memberikan arah akan peningkatan organisasi bagi top management di dalam sebuah organisasi pengembang perangkat lunak Ø Sebagai alat bantu untuk menilai keunggulan yang dimiliki sebuah perusahaan dibandingkan perusahaan pesaingnya. Ø Meningkatkan produktivitas dan menekan resiko proyek. Ø Menekan resiko dalam pengembangan perangkat lunak. Ø Meningkatkan kepuasan pelanggan. Ø Mempunyai fitur-fitur yang bersifat institusional, yaitu komitmen, kemampuan untuk melakukan sesuatu, analisis dan pengukuran serta verifikasi implementasi.
Kegunaan CMM meliputi: 1. Memfilter perusahaan mana yang berhak ikutan tender 2. Menentukan arah pengembangan software house (yang dikembangkan software housenya bukan software) yang paling efektif dalam meningkatkan kualitas proses (bukan kualitas product). Implementasinya = kebijakan manajemen. Contohnya : 1. standarisasi 2. pelatihan 3. penggunaan source control dan bug management 4. pembuatan dokument perencanaan design 5. pengukuran 6. penerapan sdlc Hubungannya : kalau prosesnya sudah jelas harusnya kualitasnya jelas terukur.
Beberapa keuntungan yang diperoleh saat perusahaan menerapkan CMMI: Penilaian studi kualitas (assessing) atas proses kematangan (maturity) terkini. Meningkatkan kualitas struktur organisasi dan pemrosesan dengan mengikuti pendekatan best-practice. Digunakan dalam proses uji-kinerja (benchmarking) dengan organisasi lainnya. Tersedianya “Road Map” untuk peningkatan lebih lanjut.
Perusahaan Internasional yang mengimplementasikan CMMI: Huawei (CMMI Level 5) Litbang di Huawei menjadi bagian terpenting dari industri teknologi baik software maupun hardware. Inilah yang membuat Huawei terbukti responsif terhadap kebutuhan masa depan dan masa kini pelanggan. Investasi di area ini penting untuk terus-menerus mengembangkan teknologi, solusi dan layanan yang tujuan akhirnya adalah memaksimalkan keuntungan dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Perusahaan Internasional yang mengimplementasikan CMMI: Pada akhir September 2008, sekitar 44% dari total 96. 800 karyawan Huawei terlibat dalam R&D. Sebagai bagian terintegrasi dari keseluruhan proses, Huawei menanamkan kembali 10% pendapatan dari hasil penjualannya untuk riset dan pengembangan di mana 10% tersebut diarahkan untuk mendanai pengembangan berbagai teknologi mutakhir dan teknologi dasar setiap tahunnya. Perusahaan Internasional lainnya yang meraih level maturity 5 adalah Toshiba, NASA dan ATSI (The Association of Thai Software Industry).
DAFTAR PUSTAKA - JURNAL STUDI TINJAUAN PERBANDINGAN KIPI DAN CMMI SEBAGAI FRAMEWORK STANDAR KEMATANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERANGKAT LUNAK DI INDONESIA-Stanley Karouw. pdf - Jurnal Nasional “ Kematangan Industri Perangkat Lunak Indonesia (KIPI v 1. 0) Dan Capability Maturity Model (CMM) ” oleh Andri Wijaya-STMIK MDP Palembang. pdf - Mardhany , Rima P. 2012. Mapping of COBIT 5 with Other Standards and Frameworks (2). http: //Mapping of COBIT 5 with Other Standards and Frameworks (2). ppt//. Diakses 07 Maret 2014 - Pramono, Wisnu. 2011. Capability Maturity Model – CMM. http: //Wishnu Arief Pramono Capability Maturity Mode - CMM. htm//. Diakses 07 Maret 2014 - Choubey, Vinay. 2011. Model Kematangan Kemampuan. http: //Model kematangan kemampuan _ Perangkat lunak (Bahasa Indonesia). htm//. Diakses 07 Maret 2014 - Rinaldo, Degaz. 2011. CMMI (Capability Maturity Model Integration). http: //Degaz Rinaldo CMMI (Capability Maturity Model Integration). htm//. Diakses 07 Maret 2014 - Kumta, Gita A. 2002. CAPABILITY MATURITY MODEL A HUMAN PERSPECTIVE.
- Slides: 35