Bismillahirrahmanirrahim ALAMIN SEBELUM DIANGKAT MENJADI RASUL Sebelum diangkat
Bismillahirrahmanirrahim
AL-AMIN SEBELUM DIANGKAT MENJADI RASUL • Sebelum diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad tidak pernah dipanggil oleh para penduduk Makkah dengan nama aslinya, melainkan dengan julukannya, ‘al-Amin’. Pada saat itu, Nabi Muhammad memang lebih terkenal dengan julukannya itu. Jadi sungguh menyenangkan bila sekarang kita mengulang-ulang bacaan wirid : • “La ilaha illallah al-malik al-haqq al-mubin. Muhammad rasulullah shadiq al-wa’d al-amin…” • (Tiada Tuhan selain Allah: Maharaja, Mahabenar, Mahamenjelaskan. Muhammad utusan Allah yang selalu menepati janji dan yang terpercaya).
• Ketika penduduk Makkah merenovasi Baitullah setelah sebagian dindingnya rusak akibat banjir, muncullah persoalan pelik perihal siapa yang paling pantas untuk meletakkan kembali Hajar Aswad. Pada saat itu para utusan kabilah telah menghunuskan pedang mereka masing-masing. Rupanya masing-masing menganggap bahwa kabilahnyalah yang paling pantas mendapatkan kehormatan untuk meletakkan kembali Hajar Aswad hingga nyaris saja pecah pertempuran. Untung saja di tengah perselisihan itu muncul sebuah kesepakatan untuk menunjuk siapa pun yang pertama kali masuk ke Masjidil Haram sebagai hakim. Seketika itu juga para utusan kabilah memasang mata ke arah gerbang Masjidil Haram, menanti siapakah gerangan yang akan muncul. • Sesaat kemudian, tiba-tiba masuklah Rasulullah dengan wajahnya yang cerah bagai purnama. Sontak para utusan kabilah yang tengah berselisih itu sama berseru, “Itu dia, sang al-Amin… kami semua rida bila dia yang memutuskan perkara ini… Itu Muhammad!”[1] Padahal saat itu Rasulullah sama sekali tidak tahu apa yang tengah terjadi. • Sikap yang ditunjukkan para utusan itu muncul disebabkan kepercayaan penuh mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Walaupun belum diangkat menjadi nabi, namun Muhammad SAW telah mendapat kepercayaan dari semua orang, sebab beliau memang memiliki semua sifat yang wajib dimiliki oleh seorang nabi.
• Kelebihan yang sesungguhnya adalah kelebihan yang diakui oleh musuh. Itulah yang terjadi pada Abu Sufyan yang saat itu masih memusuhi Rasululah SAW, namun ia mengakui kejujuran Beliau. Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Abbas RA yang dinukil dari Abu Sufyan, dia berkata: • ‘’Suatu ketika Heraklius mengirim utusan kepadaku saat aku tengah bersama kafilah Quraisy yang sedang berniaga di negeri Syam. Kebetulan pada saat itu tengah berlangsung kesepakatan genjatan senjata antara Rasulullah dengan kaum musyrik Quraisy. Setibanya di Baitul Maqdis, Heraklius lalu memanggilku beserta rombongan ke istananya dengan dihadiri oleh para pembesar Romawi. Setelah menghadirkan seorang penerjemah, Heraklius bertanya: • • Heraklius : “Siapakah di antara kalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku nabi itu? ” • A Sufyan : “Akulah yang paling berdekatan nasab dengannya. ” Jawabku • Heraklius : “Suruh dia mendekat dan minta semua temannya berdiri di belakangnya. ” ujar Heraklius sambil menunjuk ke arahku. “Katakan kepada mereka bahwa aku akan bertanya kepada lelaki ini. Jika ternyata dia berbohong padaku, maka mereka harus mengatakan bahwa dia berbohong. ” Ucap Heraklius kepada penerjemahnya • A Sufyan : Demi Allah, sungguh jika bukan karena malu untuk berbohong, saat itu aku pasti • berbohong. Lalu Heraklius mengajukan pertanyaan pertama kepadaku: • Heraklius : “Bagaimana nasab lelaki itu di antara kalian semua? ” • A Sufyan : “Di antara kami, dia memiliki nasab yang istimewa. ” Jawabku.
Heraklius bertanya kembali Heraklius : “Apakah ada di antara kalian yang pernah menyampaikan apa yang disampaikannya itu sebelumnya? ” A Sufyan : “Tidak, ” jawabku. Heraklius : “Apakah ada nenek moyangnya yang menjadi raja? ” tanyanya lagi. A Sufyan : “Tidak, ” jawabku. Heraklius : “Apakah yang menjadi pengikutnya itu orang-orang terpandang, ataukah orang-orang lemah? ” A Sufyan : “Orang-orang lemah, ” jawabku. Heraklius : “Apakah mereka semakin bertambah, ataukah semakin berkurang? ” tanyanya. A Sufyan : “Pengikutnya terus bertambah, ” jawabku. Heraklius : “Apakah ada di antara mereka yang murtad setelah memeluk agama barunya? ” A Sufyan : “Tidak ada, ” jawabku. Heraklius : “Apakah kalian pernah menemukannya berdusta sebelum dia menyampaikan kenabiannya? ” A Sufyan : “Tidak pernah, ” jawabku. Heraklius : “Apakah dia berkhianat? ” tanyanya. A Sufyan : “Tidak, ” jawabku, “Saat ini kami tengah berada dalam masa ketika kami tidak mengetahui apa yang dilakukannya. ” Sungguh aku tidak menemukan kata-kata lain selain yang kuucapkan itu. Heraklius : “Apakah kalian memeranginya? ” tanya Heraklius lagi. A Sufyan : “Ya, ” jawabku. Heraklius : “Bagaimana peperangan antara kalian dia? ” tanyanya. A Sufyan : “Peperangan antara kami dan dia naik turun”. “Terkadang dia menang, terkadang kami menang. ” Heraklius : “Apa yang diperintahkannya kepada kalian? ” A Sufyan : “Dia memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dan meninggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kami. Dia juga memerintahkan kami untuk melaksanakan salat, bersikap jujur, menjaga kehormatan, dan berbuat baik kepada kerabat.
Heraklius lalu berkata kepada penerjemahnya: Heraklius : “Katakan kepadanya: ‘Aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, ternyata kau mengatakan bahwa dia memiliki nasab yang istimewa. Memang demikianlah seorang rasul diutus di tengah kaumnya. Aku bertanya kepadamu apakah ada orang selain dia yang menyampaikan apa yang disampaikannya, ternyata kau mengatakan tidak. Menurutku, kalau memang ada orang lain yang menyampaikan apa yang dikatakannya itu sebelumnya, maka aku dapat berkata bahwa dia hanyalah orang yang mengikuti omongan orang sebelumnya. Aku bertanya kepadamu apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, ternyata kau menjawab tidak. Menurutku, kalau memang ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, maka dapat kukatakan bahwa dia hanyalah orang yang menuntut kekuasaan leluhurnya. Aku bertanya kepadamu apakah kalian pernah mendapatinya berdusta sebelum dia mengaku sebagai nabi, ternyata kau menjawab tidak. Dari situ aku tahu bahwa dia tidak mungkin menyebarkan dusta kepada orang banyak dan berdusta atas nama Allah…”[2] Sebetulnya hadis di atas masih panjang, namun tampaknya cukuplah kita kutip sampai di sini saja. Hal penting yang harus kita perhatikan di sini adalah adanya dua bukti kebenaran Rasulullah SAW, yaitu: pertama, ucapan Heraklius sang Kaisar Romawi sebagaimana yang telah dikutip di atas; kedua, jawaban Abu Sufyan yang mengakui kebenaran Rasulullah SAW meski saat itu dia belum memeluk agama Islam. Hanya saja sayangnya, ternyata Heraklius menyia-nyiakan kesempatan emas yang menghampirinya itu, sebab kecintaannya kepada kekuasaan telah membuatnya kehilangan peluang untuk mencapai kekuasaan hakiki yang kekal. Setelah mengetahui kebenaran Rasulullah, Heraklius menolak masuk Islam dan bergabung dengan kaum muslimin. Tapi meski begitu, Heraklius tetap menunjukkan penghormatan ketika surat yang dikirimkan Rasulullah sampai ke tangannya. Jadi setidaknya, pengakuan Heraklius atas kebenaran Rasulullah cukup menyenangkan kita.
Sebenarnya, apa yang diucapkan Heraklius memiliki makna yang dalam. Ya. Apakah mungkin seseorang yang tidak pernah sekali pun berdusta kepada orang banyak –meski sekadar gurauan- sampai usia empat puluh tahun akan dapat berdusta atas nama Allah padahal dia semakin dekat dengan ajal? Sebelum memeluk Islam, Yasir bertanya kepada putranya yang bernama Ammar: “Hendak ke manakah engkau? ” Dia menjawab: “Menemui Muhammad Saw. ” Ternyata jawaban itu sudah cukup baginya. Dia adalah al-Amin (yang tepercaya). Demikianlah penduduk Makkah mengenalnya. Jika dia berkata bahwa dia adalah seorang nabi, maka dia memang benar-benar seorang nabi. Karena tidak ada seorang pun yang pernah menemukannya berdusta. Apa yang diucapkan Yasir itu tidak hanya terlontar dari satu dua orang saja, tapi diyakini kebenarannya oleh setiap orang sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi.
Video FORTY Movie #3
KEJUJURAN & KEBENARAN
Jujur; Sikap Terpuji Bagi Siapa Pun 1. Salah satu alasan orang menerima Islam; Negara Turki 2. Membuat hidup lebih bahagia 3. Jepang, salah satu negara terjujur di dunia
Video dompet Jepang
Sifat Wajib Bagi Para Nabi
KEJUJURAN DALAM BERPERILAKU
JUJUR PADA ORANG LAIN
JUJUR KEPADA ALLAH
SETIAP YANG KAUUCAPKAN HARUSLAH KEBENARAN, TAPI TAK SEMUA KEBENARAN HARUS KAUUCAPKAN
CUKUP BAGI SESEORANG MENDAPATKAN DOSA BILA MENGATAKAN SEMUA YANG DIDENGARNYA
JUJUR vs TA’RIDL Nabi Ibrahim Alaihissalam 1. Aku sakit 2. Dia yang melakukannya 3. Dia adalah saudariku
LINGKARAN SALEH
SEPINTAR-PINTARNYA GAGAK MENYEMBUNYIKAN BANGKAI, AKAN TERCUIM PULA BAUNYA
Penggembala Domba dan Serigala
Sayembara Raja untuk Menaman Bunga yang Paling Bagus Kuncupnya
Video Polapike (ranting)
SANGKYU 16: 54 161219
- Slides: 25