BEDHAYA KETAWANG KRATON SURAKARTA HADININGRAT Budi Wahyu Kurniawan
BEDHAYA KETAWANG KRATON SURAKARTA HADININGRAT Budi Wahyu Kurniawan Dra. Emy Wuryani, M. Hum. bwahyu 838@gmail. com emy. wuryani@staff. uksw. edu
I. Pendahuluan • Di Indonesia, tari merupakan satu dari benang-benang kesinambungan yang kokoh pada kebudayaan. Seni tari menjadi salah satu alat untuk merepresentasikan identitas budaya suatu daerah. Sejak lama tari telah mampu memperkokoh kehidupan perseorangan serta masyarakat. Seni tari diartikan sebagai keindahan bentuk anggota badan manusia yang bergerak, berirama, dan berjiwa yang harmonis (Hariyani, 2007: 19). • Bentuk seni tradisi (termasuk tari) pada umumnya tidak hadir semata-mata sebagai cetusan baru yang tiba-tiba ada, tetapi bertolak dari pola dan akar tradisi yang sudah ada sebelumnya. Tari bedhaya yang dikenal sekarang ini merupakan salah satu contoh dari tradisi masa lampau yang tumbuh di istana.
• Tari bedhaya merupakan salah satu aktivitas religius kaum ningrat Jawa, yang latar belakang penyusunannya dipengaruhi oleh pemikiran Jawa yang bersifat Syiwaistis. Sembilan penari dalam tari bedhaya berhubungan erat dengan eksistensi Sembilan Shakti dalam wujud sembilan penari yang lahir karena aktivitas Dewa Syiwa. Dengan demikian diperkirakan tari bedhaya dilatar belakangi oleh pemikiran Hindu Jawa yang bersifat Syiwaistis.
II. Landasan Teori • E. B. Tylor mengungkapkan kebudayaan adalah keseluruhan yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta adat kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. • Definisi lain dikemukakan oleh Raph Linton, yang menyebut, bahwa kebudayaan adalah kondisi dari tingkah laku yang dipelajari dan didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu.
III. Metode Penelitian • Bentuk dari penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitan misalnya: perilaku, persepsi, tindakan dan lainnya (Moeloeng, 2012: 6). • Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Bentuk penelitian ini semata-mata berdasarkan atas asumsi mutu data yang digunakan (Tanudirjo, 1989 : 37). Selain itu semua yang di kumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, maka bentuk dari penelitian Kualitatif bertujuan agar dapat mendeskripsikan secara rinci tentang Tari Bedhaya Ketawang.
IV. Hasil dan Pembahasan • Tari Bedhaya merupakan salah satu tari bedhaya di Keraton Surakarta yang keberadaanya sangat disakralkan. Tari tersebut oleh kalangan Keraton Surakarta merupakan reaktualisasi hubungan mistis panembahan senapati sebagai raja Mataram Baru yang pertama dengan penguasa laut jawa yaitu Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencana Sari. • Peran penari merupakan salah satu pendukung utama yang akan menentukan keberhasilan atau kemantapan sajian tari. Maka tidaklah mudah untuk menjadi penari Bedhaya, selain di tuntut kualiatas penari, ada pula persyaratan-persyaratan lain yang harus ditaatinya. • Jumlah Sembilan penari pada tari Bedhaya merupakan simbol makrokosmos (jagad raya) yang ditandai dengan Sembilan arah mata angin yaitu: tengah (sebagai pusat), utara, selatan, timur, barat, timur laut, barat laut, tenggara dan barat daya. Selain itu jumlah Sembilan tersebut juga merupakan simbol alam semesta dengan isinya yang mencangkup: bintang, bulan, matahari, angkasa (langit), bumi (tanah), air, api, angin, dan mahluk hidup yang ada di dunia.
Implikasi dalam pendidikan Dalam Tari Bedhaya Ketawang terdapat pola-pola lantai yang mengandung makna dalam kehidupan. Makna yang di ajarkan dalam tari Bedhaya Ketawang dapat digunakan dalam rangka membentuk pendidikan karakter siswa. Hendaknya tetap terus dilestarikan Tari Bedhaya Ketawang dengan cara dimasukan sebagai pengetahuan muatan lokal daerah dalam tingkat satuan pendidikan.
Terima Kasih •
- Slides: 8