BAHASA INDONESIA DIKSI DAN GAYA BAHASA Gaya bahasa

BAHASA INDONESIA

DIKSI DAN GAYA BAHASA

Gaya bahasa ditentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika diekspesikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau realita.

Gaya resmi misalnya dapat membawa pembaca/pendengar ke dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/ pendengar ke dalam situasi rileks tapi efektif.

Gaya bahasa berdasarkan nada yang dihasilkan pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu: 1. Gaya bahasa bernada rendah (gaya sederhana) menghasilkan ekspresi pesan yang mudah dipahami oleh berbagai lapisan pembaca, misalnya dalam buku-buku pelajaran, penyajian fakta, dan pembuktian.

2. Gaya bahasa bernada menengah, rangkaian kata yang disusun berdasarkan kaidah sintaksis dengan menimbulkan suasana damai dan kesejukan, misalnya: dalam seminar, kekeluargaan, dan kesopanan. 3. Gaya bahasa bernada tinggi mengekspresikan maksud degnan penuh tenaga, menggunakan pilihan kata yang penuh vitalitas, energi, dan kebenaran universal. Gaya ini menggunakan kata-kata yang penuh keagungan dan kemuliaan yang dapat menghanyutkan emosi pembaca dan pendengarnya. Gaya ini sering digunakan untuk menggerakkan massa dalam jumlah yang sangat banyak.

DIKSI Diksi adalah ketetapan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kapada pembaca dan pendengarnya.

Indikator ketepatan kata ini, antara lain: Mengkomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia. 2. Menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna. 3. Menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis 1.

Syarat-syarat ketetapan pilihan kata: 1. 2. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermcam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika, dan kesopanan. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda.

Membedakan makna kata secara cermat, kata yang miirip ejaannya, misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh) dan syarat (ketentuan) 4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern = terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual. 5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus mengetahui maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir sehar usnya koordinasi. 3.

6. 7. 8. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susuna (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan. Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat. umtuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata khusus, sedan buatan Tokyo). Menggunakan kata yang berubah makna dengna cermat, misalnya: isu (berasal dari kata inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara), isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar

Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku, serta buku dan kitab; berhomofoni, misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan; dan berhomografi, misalnya: apel buah dan apel upacara, buku ruas dan buku kitab. 10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern. Kata konkret atau kata khusus, 9. misalnya: mangga, sarapan, dan berenang.

Fungsi diksi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca. Menciptakan komunikasi yang baik dan benar. Menciptakan suasana yang tepat. Mencegah perbedaan penafsiran. Mencegah salah pemahaman. Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

Perubahan Makna Faktor penyebab perubahan makna: 1. Kebahasaan Perubahan makna yang ditimbulkan oleh factor kebahasaan meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat. a. Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan rekanan. Kalimat berita Ia makan. Makna berubah jika intonasi kalimat diubah, misalnya: Ia makan? Ia maakaaan. Perbedaan kalimat berikut ini diakibatkan oleh perubahan intonasi. Paman teman saya belum menikah. Paman, teman, saya, belum menikah

Perubahan struktur frasa: kaleng susu ( kaleng bekas tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis penyakit anak) anak dokter (anak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter) c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk. b) tua (tidak muda)jika ditambah awalan ke menjadi ketua. , makna berubah menjadi pemimpin; sayang ( cinta) berbeda dengan penyayang (orang yang mencintai) memukul (orang yang memukul) berbeda dengan dipukul (orang yang dikenai pukulan).

Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah. Perhatikan kalimat berikut ini: (1) Ibu Rina menyerahkan laporan itu lantas dibacanya. (2) Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu. Kalimat pertama: salah bentuk kata sehingga menghasilkan makna Ibu rina dibaca setelah menyerahkan surat. (Aneh bukan? ) kesalahan terjadi pada kesejajaran bentuk kata menyerahkan diserahkan, seharusnya men yerahkan dibentuk pasif menjadi diserahkan. d)

2. Kesejarahan Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita. Kini setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali, dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia disbanding kata wanita. Perhatikan penggunaan kata yang bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan degnan pemakaian pada masa sekarang. Prestasi orang itu berbobot. (sekarang berkualitas) Prestasi kerjanya mengagumkan. (Sekarang kinerja)

3. Kesosialan Masalah sosial berpengaruh terhadapa perubahan makna. Kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumunan. Kemudian kata itu tiak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan sebagainya. Perhatikan kata-kata berikut: Petani kaya disebut petani berdasi Militer disebut baju hijau Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa

4. Kejiwaan Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: a. Rasa takut b. Kehalusan ekspresi c. Kesopanan Misalnya pada masa Orde Baru, orang takut (khawatir) banyak utang(komersial) merupakan kinerja buruk bagi pemerintah, kata tersebut diganti dengan bantuan atau pinjaman. Padahal, utang (komersial) dan bantuan berbeda makna. Demikian pula, kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan.

Perhatikan contoh berikut: a. Tabu: Pelacur disebut tunasusila atau penjaja seks komersial (PSK) Germo disebut hidung belang b. Kehalusan (pleonasme) Bodoh disebut kurang pandai Malas disebut kurang rajin c. Kesopanan Kekamar mandi disebut ke belakang Sangat baik disebut tidakburuk

5. Bahasa Asing ◦ Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya: tempat orang terhormat diganti dengan VIP. ◦ Perhatikan cotoh berikut ini: ◦ Jalur kereta khusus disebut busway ◦ Kereta api satu rel disebut monorel

6. Kata Baru Kreativitas pemakai bahsa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan bahasa sebagai alt ekspresidan komunikasi. Kebutuhan tersebut mendorong untuk menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya, misalnya: chip, server, download, website, dvd dan, sebagainya.

5. Denotasi dan Konotasi Makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa. Kata denotasi lezim disebut sebagai berikut: a) Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) factual dan objektif. b) Makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya) c) Makna lugas, yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias.

Konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Misalnya: Megawati dan Susilo Bambang Yuhoyono berbut kursi presiden. Kalimat tersebut tidak menunjukkan makna bahwa Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono tarik-menarik kursi karena kata kursi berarti jabatan presiden.

6. Sinonim ialah persamaan makna kata. Artinya dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan penguacapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya: wanita bersinonim dengan perempuan. Perhatikan contoh kata bersinonim berikut: a. Hamil, bunting b. Hasil, produksi, prestasi, keluaran c. Kecil, mikro, minor, mungil d. Korupsi, mencuri e. Strategi, teknik, taktik, siasat, kebijakan f. Terminal, halte, perhentian, stasiun, pangkalan, pos
- Slides: 25