ASUHAN KEPERAWATAN SNNT STRUMA NODUSA NON TOKSIK Created

  • Slides: 42
Download presentation
ASUHAN KEPERAWATAN SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK) Created by MAYA

ASUHAN KEPERAWATAN SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK) Created by MAYA

DEFINISI Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid

DEFINISI Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

KLASIFIKASI Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul; bila

KLASIFIKASI Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. 2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas. 3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

ETIOLOGI Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid

ETIOLOGI Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain : 1. Defisiensi yodium 2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. 3. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

MANIFESTASI KLINIK v Tyroid membesar dengan lambat. v Awalnya kelenjar ini membesar secara difus

MANIFESTASI KLINIK v Tyroid membesar dengan lambat. v Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. v. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. v. Klien tidak ada keluhan krn tdk ada hipo atau hipertyroid

v. Benjolan di leher. v. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.

v. Benjolan di leher. v. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. v. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras. 3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada 4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada. 5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. 2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid) 3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T 4 (troksin) dan T 3 (triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal T 3=0, 6 -2, 0 , T 4= 4, 6 -11

4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul. 5. Kepastian histologi

4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul. 5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman

6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu : a) Nodul dingin

6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu : a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah. b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain

PENATALAKSANAAN 1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang

PENATALAKSANAAN 1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat. 2. Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

3. Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi

3. Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0, 2 cc – 0, 8 cc.

4. Tindakan operasi (strumektomi) Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan

4. Tindakan operasi (strumektomi) Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

5. L-tiroksin selama 4 -5 bulan Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu

5. L-tiroksin selama 4 -5 bulan Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi. 6. Biopsy aspirasi jarum halus (FNAB) Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm

KOMPLIKASI 1. Gangguan menelan atau bernafas 2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga

KOMPLIKASI 1. Gangguan menelan atau bernafas 2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh) 3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

Konsep Keperawatan A. Pengkajian 1. Pengumpulan Data a. Identifikasi klien. b. Keluhan utama klien.

Konsep Keperawatan A. Pengkajian 1. Pengumpulan Data a. Identifikasi klien. b. Keluhan utama klien. c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat penyakit dahulu e. Riwayat kesehatan keluarga f. Riwayat psikososial

Pemeriksaan Fisik v Keadaan umum v Kepala dan leher v Sistim pernafasan v Sistim

Pemeriksaan Fisik v Keadaan umum v Kepala dan leher v Sistim pernafasan v Sistim Neurologi v Sistim gastrointestina. L v Aktivitas/istirahat v Eliminasi v Integritas ego v Makanan/cairan v Rasa nyeri/kenyamanan v Keamanan v Seksualitas

DIAGNOSA KEPERAWATAN I. Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. d obstruksi trakea,

DIAGNOSA KEPERAWATAN I. Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. d obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal. II. Gangguan komunikasi verbal b. d cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

Lanjutan DX KEPERAWATAN III. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada

Lanjutan DX KEPERAWATAN III. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat. IV. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

Lanjutan DX KEPERAWATAN V. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan

Lanjutan DX KEPERAWATAN V. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya. VI. Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.

INTERVENSI KEPERAWATAN Resti terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Tujuan: Jalan nafas klien efektif

INTERVENSI KEPERAWATAN Resti terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Tujuan: Jalan nafas klien efektif 2. Kriteria: Tidak ada sumbatan pada trakhea

3. Rencana tindakan: • Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas. • Dengarkan suara

3. Rencana tindakan: • Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas. • Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi. • Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis. • Atur posisi semifowler • Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif. • Melakukan suction pada trakhea dan mulut. • Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

4. Rasional • Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan. • Ronchi bisa sebagai indikasi adanya

4. Rasional • Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan. • Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas. • Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring. • Memberikan suasana yang lebih nyaman. • Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas. dan ventilsassi • Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas. • Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan. 1.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan. 1. Tujuan : Klien dapat komunikasi secara verbal 2. Kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata. 3. Rencana tindakan: • Kaji pembicaraan klien secara periodik • Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak. • Kunjungi klien sesering mungkin • Ciptakan lingkungan yang tenang.

4. Rasionalisasi: • Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema

4. Rasionalisasi: • Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan. • Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak. • Mengurangi kecemasan klien • Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat. 1.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat. 1. Tujuan : Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol. 2. Criteria Tidak terdapat cedera

3. Rencana tindakan/intervensi • Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi

3. Rencana tindakan/intervensi • Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru). • Evaluasi refleksi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia. • Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tempat tidur pada posisi yang rendah. • Memantau kadar kalsium dalam serum. • Kolaborasi Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).

4. Rasional Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis

4. Rasional Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid. • Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan. • Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang. • Kalsium kurang dari 7, 5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti. • Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi. 1. Tujuan: Rasa nyeri berkurang 2. Kriteria hasil: Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.

3. Rencana tindakan • Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil

3. Rencana tindakan • Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil • Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri. • Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi. • Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim. • Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

4. Rasionalisasi • Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka. •

4. Rasionalisasi • Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka. • Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi. • Mengurangi ketegangan otot. • Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan. • Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya. 1. Tujuan: Pengetahuan klien bertambah. 2. Kriteria hasil: Klien berpartisipasi dalam program keperawatan

3. Rencana tindakan: • Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi. • Hindari makanan yang banyak mengandung

3. Rencana tindakan: • Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi. • Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll. • Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D. 4. Rasionalisasi: • Mempertahankan daya tahan tubuh klien. • Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid. • Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan. 1. Tujuan Perdarahan

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan. 1. Tujuan Perdarahan tidak terjadi. 2. Kriteria hasil Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.

3. Rencana tindakan: • Observasi tanda-tanda vital. • Pada balutan tidak didapatkan tanda basah

3. Rencana tindakan: • Observasi tanda-tanda vital. • Pada balutan tidak didapatkan tanda basah karena darah. • Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih. ( > 50 cc).

4. Rasionalisasi: • Dengan mengetahui perubahan tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara

4. Rasionalisasi: • Dengan mengetahui perubahan tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini. • Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi. • Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.

IMPLEMENTASI SESUAI RENCANA TINDAKAN DAN EVALUASI SESUAI DENGAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

IMPLEMENTASI SESUAI RENCANA TINDAKAN DAN EVALUASI SESUAI DENGAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

SELAMAT BELAJAR!

SELAMAT BELAJAR!