ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN

  • Slides: 32
Download presentation
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN Ns. M. Shodikin, M. Kep, Sp.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN Ns. M. Shodikin, M. Kep, Sp. Kep. MB. CWCS

I. REAKSI HIPERSENSITIVITAS DAN ALERGI

I. REAKSI HIPERSENSITIVITAS DAN ALERGI

PENDAHULAN � Tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik. �

PENDAHULAN � Tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik. � Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (Ig. G, Ig. A, Ig. M, Ig. D dan Ig. E) � Sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur selsel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.

� Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen

� Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. � Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.

DEFINISI Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif

DEFINISI Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan yang umumnya non-imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.

4 TIPE REAKSI HIPERSENTSITIVITAS

4 TIPE REAKSI HIPERSENTSITIVITAS

TIPE I : REAKSI ANAFILAKSI q q q Hipersensitivitas tipe I disebut juga sebagai

TIPE I : REAKSI ANAFILAKSI q q q Hipersensitivitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal Waktu reaksi berkisar antara 15 -30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10 -12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (Ig. E). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.

q q q Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah

q q q Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur Ig. E total dan antibodi Ig. E spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar Ig. E merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin. Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

TIPE II : REAKSI SITOTOKSIK q q Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa

TIPE II : REAKSI SITOTOKSIK q q Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (Ig. G) dan imunoglobulin E (Ig. E) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah: 1. Pemfigus (Ig. G bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal). 2. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darahmerah), 3. Sindrom Goodpasture (Ig. G bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

TIPE III : REAKSI IMUN KOMPLEKS Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen

TIPE III : REAKSI IMUN KOMPLEKS Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. q Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. q Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. q Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks. q

TIPE IV : REAKSI TIPE LAMBAT Sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit

TIPE IV : REAKSI TIPE LAMBAT Sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang ditemukan pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis. q Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan allergen. q

ETIOLOGI Faktor Internal 1) Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi -fungsi : asam

ETIOLOGI Faktor Internal 1) Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi -fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : Ig. A sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu. 2) Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat. 3) Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.

Fakor Eksternal q Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,

Fakor Eksternal q Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga). q Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

q Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya. BAHAN MAKANAN PERSENTASE Ikan

q Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya. BAHAN MAKANAN PERSENTASE Ikan Telur Susu Kacang Gandum Apel Kentang Coklat Babi Sapi 15, 4 % 12, 7 % 12, 2 % 5, 3 % 4, 7 % 2, 6 % 2, 1 % 1, 5 % 3, 1 %

PATOFISIOLOGI � � � Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam

PATOFISIOLOGI � � � Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T , dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil.

Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi

Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu, : 1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas. 2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian �

TANDA DAN GEJALA Adapun Gejala klinisnya : 1. Pada saluran pernafasan : asma 2.

TANDA DAN GEJALA Adapun Gejala klinisnya : 1. Pada saluran pernafasan : asma 2. Pada saluran cerna: mual, muntah, diare, nyeri perut. 3. Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam, gatal. 4. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir.

PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol dan terdapat gejala adanya urtikaria, angioderma,

PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol dan terdapat gejala adanya urtikaria, angioderma, pruritus dan pembengkakan pada bibir. q Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan. q Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan. q Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat). q

PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,

PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan). Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan. Ig. E total dan spesifik: harga normal Ig. E total adalah 1000 u/l sampai umur 20 tahun. Kadar Ig. E lebih dari 30 u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen 2. Hipertermi berhubungan dengan

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen 2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intrademal sekunder 4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih 5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen, ex: makanan)

INTERVENSI KEPERAWATAN � � � � � Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi

INTERVENSI KEPERAWATAN � � � � � Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Berikan oksigen tambahan Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic. Berikan kompres /mandi hangat; hindari penggunaan alcohol. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah). Monitor intake dan output cairan. Berikan bedak talek pada kulit. Kolaburasi dengan dokter untuk pemberian terapi. Hentikan penyebab alergi.

II. GANGGUAN AUTOIMUN

II. GANGGUAN AUTOIMUN

DEFINISI q Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang

DEFINISI q Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. q Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang dianggap sebagai benda asing atau berbahaya. q Benda asing itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.

Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi, biasanya, sistem

Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendiri. q Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak dalam menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. q

q Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek

q Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.

q Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid, lupus erythematosus sistemik

q Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid, lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis, glomerulonephritis, penyakit Addison, penyakit dan kasus infertilitas

PENYEBAB q Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal : 1. Senyawa yang ada

PENYEBAB q Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal : 1. Senyawa yang ada di badan. 2. Senyawa normal di tubuh berubah. 3. Senyawa asing yang menyerupai senyawa dalam badan. 4. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan. 5. Keturunan.

GEJALA q q q Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada

GEJALA q q q Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus : ginjal, paru-paru, jantung, dan otak. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, kelemahan, penyakit kuning, gatal, gangguan pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.

PENEGAKAN DIAGNOSA Peningkatan pengendapan laju erytrosit karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu

PENEGAKAN DIAGNOSA Peningkatan pengendapan laju erytrosit karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. q Jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi erytrosit. q Adanya antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik. q Faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. q

PENATALAKSANAAN q Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine,

PENATALAKSANAAN q Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Konsekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.

Kortikosteroid, seperti prednison, dexametason diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang mempunyai efek

Kortikosteroid, seperti prednison, dexametason diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang mempunyai efek samping menekan sistem kekebalan tubuh. q Kompres dingin, immobilisasi area yang sakit. q Asupan nutrisi TKTP harus mendapatkan perhatian. q Observasi tanda dan gejala infeksi. q Isolasi retriksi bila dipandang perlu. q

TERIMAKASIH

TERIMAKASIH