ASAL MULA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

ASAL MULA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL D I S U N DR. RIZKAN ZULYADI AMRI, SH, MH 1

Hukum Pidana Internasional meliputi dua subtopik, yaitu mengenai eksistensi Hukum Pidana Internasional dan mengenai Hukum Pidana Internasional sebagai disiplin hukum Pembedaan bab ini ke dalam dua subtopik tersebut di atas, didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: 1. Subtopik, “pertumbuhan dan perkembangan Tindak Pidana Internasional dan Kebutuhan Pengaturannya” menitikberatkan pada uraian mengenai latar belakang sosial pertumbuhan dan perkembangan akan kebutuhan tindak pidana internasional sebagai upaya untuk mencegah dan

memberantas akibat-akibat yang merugikan kepentingan masyarakat internasional, baik pada era perkembangan masyarakat internasional tradisional maupun pada era perkembangan masyarakat internasional modern sampai saat ini. Subtopik, “Hukum Pidana Internasional sebagai disiplin hukum” menitikberatkan pada uraian mengenai perkembangan pengaturan tindak pidana internasional dan penempatannya sebagai disiplin hukum yang relatif baru di tengah disiplin hukum lainnya

Pembedaan atas dua subtopik tersebut di atas, diperlukan untuk menegaskan bahwa Hukum Pidana Internasional “tidak identik” dengan Hukum Pidana Nasional ataupun dengan Hukum Internasional 3. Hukum Pidana Internasional memiliki karakteristik tertentu dan khas berbeda dengan disiplin hukum lainnya, khususnya hukum pidana nasional dan hukum internasional 2.

A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DAN KEBUTUHAN PENGATURANNYA a) b) Perkembangan jenis tindak pidana di dalam era masyarakat internasional tradisional di mulai dengan peperangan antarsuku (tribes) dengan tujuan menguasai tanah dan harta kekayaan serta masyarakat oleh suku yang menang perang atas suku yang kalah perang Hubungan antara masyarakat suatu suku bangsa dan suku bangsa lain telah diatur dan di perjanjikan dalam suatu perjanjian atau (pacts), dilandaskan atas kepentingan timbal balik dan diberlakukan melalui kekuatan senjata bila diperlukan

c) Pengaturan mengenai perjanjian tersebut yang lebh kukuh dibandingkan dengan perjanjian sebelumnya, terjadi pada era masyarakat kerajaan, khususnya pada masa kejayaan Kerajaan Romawi dibawah Kaisar Justinianus (abad 16 Masehi), dimana kekuatan undang, Justinianus telah memberikan dukungan perdamaian ke seluruh Kerajaan Romawi termasuk jajahannya

d) Pengaturan-pengaturan yang berasal dari pengajaran hukum yang diberikan oleh ahli-ahli hukum seperti Cicero dan St. Augustine. Mereka yang melakukan tindakan pelanggaran atas hukum kebiasaan dan hukum Tuhan dari suatu bangsa disebut dan dikenal kemudian sebagai kejahatan internasional e) Perkembangan tindak pidana internasional setelah perang salib diawali dengan munculnya tindakan pembajakan di laut (piracy), yang dipandang sebagai musuh semua bangsa karena telah merusak hubungan perdagangan antarbangsa yang dianggap sangat penting pada masa itu.

f) Era penjajahan disertai dengan penyebaran agama kristen dengan cara-cara kekasaran dan kekejaman telah berkecamuk terutama yang telah dilakukan oleh Kerajaan Spanyol terhadap penduduk pribumi Indian, pada masa itu muncullah seorang profesor theologia, Francisco de Vittoria (1480 -1546) yang memperingatkan kerajaan bahwa ancaman perang dan peperangan tidak dapat dibenarkan dengan alasan perbedaan agama, perluasan kerajaan, dan kemenangan yang bersifat pribadi sekali pun dengan alasan untuk “selfdefence”, maka kerugian atau kekerasan sedapat-dapat nya diperkecil

g) Seorang ahli hukum Belanda, Hugo Grotius menulis dan menerbitkan treatise, “De Jure belli as pacis libri tres” (The Law of War and Peace in Three Books) pada tahun 1625. Buku ini menegaskan: 1. 2. 3. Mereka yang melaksanakan perang untuk menang atau dengan niat tidak benar layak untuk dituntut Mereka yang melaksanakan perang secara melawan hukum bertanggungjawab atas akibat-akibat yang terjadi dan sepatutnya diketahui Sekalipun jenderal atau prajurit yang sesungguhnya dapat mencegah kejadian/kerugian sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya

h) i) Perjanjian Versailes yang mengakhiri Perang Dunia I, ternyata dalam praktik hukum internasional tidak berhasil melaksanakan ketentuan pasal 227 yang menetapkan antara lain, penuntutan dan penjatuhan pidana atas pelaku kejahatan perang Pada tahun 1927, liga bangsa-bangsa telah membuka era baru dalam sejarah Hukum Pidana Internasional dengan menetapkan bahwa perang agresi atau war of agression merupakan international crime

j) Perang Dunia II telah melahirkan berbagai tindak pidana baru yang merupakan pelanggaran atas perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani di antara negara anggota Liga Bangsa-Bangsa tersebut. Pelanggaranpelanggaran tersebut adalah dalam bentuk kekejaman yang tiada taranya serta pelanggaran atas hukum perang yang tiada bandingannya oleh pihak tentara Jerman dan sekutunya

k) Beberapa tindak pidana atau jehatan tersebut di atas, anatara lain adalah agresi (agression), kejahatan (pracy), penculikan (kidnapping), dan narkotika (narkotic crimes) sudah termasuk tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat

B. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL SEBAGAI DISIPLIN HUKUM a) Bertitik tolak pada uraian mengenai eksistensi tindak pidana internasional tersebut di atas, maka pertumbuhan dan perkembangan hukum pidana internasional sebagai disiplin hukum tidak terlepas dari perkembangan yang melatarbelakangi lahirnya hukum pidana internasional

b) Berdasarkan keterangan itu dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan hukum pidana internasional sebagai disiplin hukum berasal dari dua sumber, sebagai berikut: pertama, berasal dari perkembangan kebiasaan yang terjadi di dalam praktik hukum internasional (custom) dan kedua, berasal dari perjanjian internasional (treatis)

c) Di dalam praktik perjanjian internasional. Schwarzenberger telah mengajukan bukti-bukti mengenai perkembangan kelahiran hukum pidana internasional, antara lain sebagai berikut: Perjanjian mengenai pracy, yaitu: 1. i. Antara kerajaan Inggris dan Amerika Serikat (Jay Treaty, November 19, 1794) yang menetapkan antara lain memberikan kewenangan kepada kerajaan Inggris untuk memperlakukan kejahatan di atas kapal Perancis

i. ii. Dekalrasi Wina (1815) yang menetapkan perdagangan budak sebagai kejahatan terhadap prinsip kemanusiaan dan moralitas universal Perjanjian Nyon (Nyon Agreement (1937)) yang menetapkan kapal selam yang menyerang sebuah kapal dagang dipandang sebagai pracy

4. Hukum Internasional di Dalam Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Di dalam kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), prinsip-prinsip umum hukum internasional telah diterapkan di dalam banyak kasus yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan kebiasaan-kebiasaan yang diakui oleh masyarakat internasional

Kejahatan-kejahatan yang diajukan dituntut di dalam peradilan Nuremberg adalah: crimes against peace (misalnya, memulai tindakan perang dengan melakukan agresi atau melanggar perjanjian-perjanjian yang telah disepakati); crimes against humanity (misalnya, membunuh atau membasmi kelompok -kelompok berdasarkan agama dan ras) dan crimes under the law of war, dan pemufakatan untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.

Hukum pidana Internasional sebagai disiplin hukum memiliki dan telah memenuhi empat unsur sebagai berikut: 1. Asas hukum pidana internasional asas-asas hukum yang bersumber pada hukum internasional dapat dibedakan dala asas umum dan asas khusus. Asas umum hukum pidana internasional tidak berbeda dengan asas yang dianut di dalam hukum internasional, yaitu asas pacta sunt servanda, sedangkan asas khusus dan pertama di dalam hukum pidana internasional berasal dari:

I) Hugo Grotius, yaitu: asas au dedere au punere, yang berarti: terhadap pelaku tindak pidana internasional dapat di pidana oleh negara tempat locus delicti terjadi dalam batas teritorial negara tersebut atau diserahkan atau diekstradisi kepada negara peminta yang memilik yuridiksi untuk mengadili pelaku tersebut

II. Bassioni (1986), yaitu: asas au dedere au judicare berarti: setiap negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk melakukan kerja sama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional

Perbedaan kedua asas hukum pidana internasional tersebut di atas, terletak pada pemahaman dan persepsi mengenai kedaulatan negara; namun demikian, sekalipun dapat dibedakan, kedua asas tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain; bahkan kedua asas tersebut bersifat saling melengkapi satu sama lain (complementary)

2. kaidah-kaidah hukum pidana internasional meliputi semua ketentuan di dalam konvensi internasional tentang kejahatan internasional, dan perjanjian-perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral mengenai kejahatan internasional dan ketentuan-ketentuan lain yang mungkin ada sepanjang mengenai tindak pidana internasional

3. Proses instrumen penegakkan hukum pidana internasional a) Direct enforcement system penegakkan hukum pidana internasional secara langsung memiliki dua tujuan, yaiut pertama, merupakan suatu upaya untuk melaksanakan pembentukan suatu Mahkamah Pidana Internasional; dan kedua, suatu upaya mengajukan tuntutan dan peradilan terhadap pelaku tindak pidana internasional melalui Mahkamah (Pidana) Internasional

Masalah lain yang cukup sulit di dalam kerangka pembentukan Mahkamah Pidana Internasional ini adalah masalah yurisdiksi kriminal. Dalam kaitan ini, telah diajukan tiga wilayah yuridiksi kriminil sebagai bahan antisipasi yakni sebagai berikut: I) Wilayah yuridiksi kriminil pertama, termasuk yuridiksiterhadap kejahatan antara lain, genocide, hijacking dan war crime sebagaimana ditetapkan di dalam Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol tahun 1977

II) III) Wilayah yuridiksi kriminil kedua, berkaitan denga persetujuan khusus oleh suatu negara dalam kasus-kasus tertentu lainnya Wilayah yuridiksi kriminil ketiga, adalah yuridiksi yang diperoleh dari Dewan Keamana PBB (security Council) atas pelbagai tindak pidanan yang diterapkan di dalam perjanjian internasional atau berdasarkan hukum internasinal

b) Indirect enforcement system penegakan hukum pidana internasional secara tidak langsung adalah suatu upaya mengajukan tuntutan dan peradilan terhadap para pelaku tindak pidana internasional melalui undang-undang nasional

4. Objek hukum pidana internasional tindak pidana internasional yang telah diatur di dalam konvensi-konvensi internasional dan merupakan masalah sentral serta merupakan kajian utama di dalam hukum pidana internasional

PERISTILAHAN, DEFINISI DAN LINGKUP HUKUM PIDANA INTERNASIONAL D I S U N DR. RIZKAN ZULYADI AMRI, SH, MH 29

A. 1. 2. PENGERTIAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Hukum pidana internasional adalah hukum yang menentukan hukum pidana nasional yang akan diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan yang nyata-nyata telah dilakukan bilamana terdapat unsur-unsur internasional di dalamnya Hukum pidana nasional adalah hukum pidana yang berkembang didalam kerangka orde baru peraturan perundang-undangan nasional dan dilandaskan pada sumber hukum nasional

3. Hukum pidana dan masyarakat yang lebih luas besar terdiri dari negara dan rakyat berarti standar hukum pidana yang telah berkembang di dalam kumpulan masyarakat tersebut

4. Ada 6 pengertian Hukum Pidana Internasional menurut Schwarzenberger adalah: I. Hukum Pidana Internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasional memiliki lingkup kejahatan-kejahatan yang melanggar kepentingan masyarakat internasional, akan tetapi melaksanakan penangkapan, penahanan dan peradilan atas pelaku-pelakunya di serahkan sepenuhnya kepada yuridiksi kriminil negara yang berkepentingan dalam batas teritorial negara tersebut

II. Hukum Pidana Internasional adal arti aspek internasional yang diterapkan sebagai ketentuan dalam hukum pidana nasional menyangkut kejadian-kejadian dimana suatu negara yang terikat pada hukum internasional berkewajiban memperhatikan sanksi-sanksi atas tindakan perorangan sebagaimana ditetapkan di dalam hukum pidana nasional

III. Hukum Pidana Internasional dalam arti kewenangan internasional yang terdapat di dalam hukum pidana nasional ketentuan-ketentuan di dalam hukum internasional yang memberikan kewenangan atas negara nasional untuk mengambil tindakan atas tindak pidana tertentu dalam batas yuridiksi kriminilnya dan memberikan kewenangan pula kepada negara nasional untuk menerapkan yuridiksi kriminil di luar batas teritorialnya terhadap tindak pidana tertentu, sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam hukum internasional

IV. Hukum Pidana Internasional dalam arti ketentuan hukum pidana nasional yang diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang beradab hukum pidana internasional dimaksud adalah hukum pidana nasional yang secara minimal dapat memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi hak untuk hidup, kemerdekaan, dan hak kepemilikan dari warganya atau warga negara asing

V. Hukum Pidana Internasional dalam arti kerja sama internasional dalam mekanisme administrasi peradilan pidana nasional semua aktivitas atau kegiatan penegakan hukum pidana nasional yang memerlukan kerja sama antar negara, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral

VI. Hukum Pidana Internasional dalam arti kata materil dipersoalkan pula sejauh manakah hukum internasional sudah mengakui adanya internasional crimes dengan konsekuensinya yaitu negara dapat menjadi subjek hukum pidana internasional dan dimintakan pertanggungjawaban pidananya

B. LINGKUP PEMBAHASAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Lingkup pembahasan hukum pidana internasional meliputi empat objek studi sebagai berikut: Tindak pidana internasional sejarah perkembangan, konsepsi, dan konvensi internasional yang berkaitan erat dengan tindak pidana internasional 2. Masalah yuridksi kriminl atas tindak pidana internasional 1.

Prosedur penegakan hukum pidana internasional termasuk masalah perkembangan kerja sama bilateral dan multilateral di dalam mencegah dan memberantas tindak pidana internasional 4. Instrumen penegakan hukum pidana internasional perkembangan masalah pembentukan Mahkamah Pidana Internasional 3.

1. Jenis-jenis tindak pidana internasional perkembangan yang bersifat kontekstual ini adalah perkembangan situasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat internasional pada masanya, sedangkan perkembangan yang bersifat selektif normatif adalah penetapan golonan tindak ini sebagai tindak pidana internasional yang hanya dapat dilakukan berlandaskan konvensi-konvensi internasional tertentu

ADAPUN KEJAHATAN INTERNASIONAL TANTANGAN KONVENSI PBB TENTANG CINITED CONVONTION AGAINST TRANSNASTIONAL (CRIMER, 2000) Jenis-jenis kejahatan: 1. Korupsi 2. Pencucian uang 3. Perdagangan uang 4. Perdagangan orang (perempuan dan anak) 5. Penyelundupan orang 6. senjata

21 jenis kejahatan internasional sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Agression (serangan) War crimes (Kejahatan peperangan) Undawfull use of weapons (penggunaan senjata secara tidak sah) Crime against humanity (kejahatan terhadap kemanusian) Genocide (pembasmian etnis tertentu) Racial discrimination adn apartheid ( Slyvery and related crime (perbudakan dan kejahatan) Unlawfull human experimentation (eksperimen manusia yang tidak sah)

9. 10. 11. 12. 13. 14. Piracy (pembajakan) Aircraft Hijacking (pembajakan pesawat terbang) Threat and use of force against internationally protected person (ancaman dan penggunaan kekerasan terhadap orang yang dilindungi secara internasional) Taking of civilian hostages (mengambi sandera sipil) Drug offenses (pelanggaran narkoba) Internasional traffic in obscene publication (lalu lintas internasional dalam publikasi cabul)

15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Destruction and/or theft of national treasures (kehancuran dan/atau pencurian harta nasional) Environmental protection (perlindungan lingkungan) Theft of nuclear materials (pencurian bahan nuklir) Unlawfull use of the mails (penggunaan surat tidak sah) Interference of the submarine cables (gangguan kabel kapal selam) Falsification and counterfeiting (pemalsuan mata uang) Bribery of foreign public officials (penyuapan pejabat publik asing)

Penetapan ke-22 jenis kejahatan internasional tersebut di atas adalah disebabkan pertimbangan -pertimbangan sebagai berikut: Adanya konvensi-konvensi internasional yang menerapkan kejahatan-kejahatan tersebut sebagai kejahatan internasional 2. Adanya pengakuan berdasarkan hukum kebiasaan internasional bahwa tindakan tersebut telah menciptakan suatu kejahatan internasional 1.

Adanya pengakuan berdasarkan prinsip umum hukum internasional bahwa tindakan-tindakan tersebut harus dipandangsebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan terhadap telah ada suatu draft perjanjian yang disampaikan kepada PBB 4. Adanya larangan terhadap tindakan-tindakan tersebut oleh perjanjian-perjanjian internasional, sekalipun tidak disebutkan secara tegas demikian dan juga dakui dalam tulisan-tulisan para pakar 3.

2. Kriteria tindak pidana internasional I. Unsur internasional; termasuk kedalam unsur ini adalah a) Ancaman secara langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia b) Ancaman secara tidak langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia c) Menggoyahkan perasaan manusia

Unsur internasional; termasuk kedalam unsur ini adalah a) Tindakan yang memiliki dampak terhadap lebihdari satu negara b) Tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara dari lebih satu negara c) Sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara III. Unsur necessity (unsur kebutuhan) Kebutuhan akan kerjasama antar negara untuk melakukan penanggulangan II.

ASPEK HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL DI DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL D I S U N DR. RIZKAN ZULYADI AMRI, SH, MH 49

A. HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL Teori aliran dualisme tidak lepas dari beberapa kelemahan sebagaimana diungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja (1989: 41 -41) sebagai berikut: 1. Teori dasar aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber segala hukum baik hukum nasional maupun hukum internasional adalah kemauan negara sulit untuk diterima karena hukum yang ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia yang beradab.

Kebenaran argumentasi aliran ini mengenai berlainannya subjek hukum dari hukum nasional dan hukum internasional dibantah oleh kanyataan bahwa dalam suatu lingkungan hukum, seperti hukum nasional, dapat saja subjek hukum itu berlainan, seperti ada pembagian hukum perdata dan hukum publik 3. Argumentasi kaum dualis yang mengemukakan adanya perbedaan struktural antara hukum nasional dan hukum internasional, ternyata perbedaan yang dikemukakan hanyalah perbedaan gradualdan tidak merupakan perbedaan yang hakiki atau asas 2.

4. Bahwa pemisahan mutlak antara hukum nasional dan hukum internasional tidak dapat menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam praktik sering sekali hukum nasional itu tunduk pada atau sesuai hukum internasional

I. Paham monisme dengan primat hukum nasional alasan utama anggapan ini adalah: 1. Bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini 2. Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional (Mochtar Kusumaatmadja 1989: 43)

Kelemahan paham monisme menurut Mochtar Kusumaatmadja (1989: 43 -44): 1. Kelemahan mendasar dan cukup gawat bahwa paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sehingga sebagai hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal sebagaimana diketahui tidak benar 2. Pada hakikatnya, pendirian paham kaum monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasionalyang mengikat negara

2. Paham monisme dengan primat hukum internasional Mochtar Kusumaatmadja (1989: 44) pada dasarnya, menyetujui pandangan paham ini, namun demikian ia kurang setuju perihal supremasi hukum internasional yang dikaitkan dengan hierarki dan pendelegasian wewenang (struktural) dan mengemukakan kelemahan cara pandang ini sebagai berikut:

I. II. Bahwa, pandangan hukum nasional bergantung pada hukum internasional dan mau tidak mau mengendalikan pula bahwahukum internasional telah ada lebih dahulu dari hukum nasional, bertentangan dengan kenyataan sejarah, yang menyatakan bahwa hukum nasional justru sudah ada sebelum adanya hukum internasional Dengan demikian, tidak dapat dipertahankan pula dalil yang menyatakan bahwa kekuatan mengikat hukum nasional diperoleh dari hukum internasional atau bahwa hukum nasional merupakan derivasi dari hukum internasional

B. PENGARUH TEORI MONSME DAN DUALISME TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Perkembangan dunia pada dewasa ini yang berbagi antara negara-negara utara dan selatan dengan berpegang teguh kepada Piagam Perserikatan Bangsa (PBB), memperkuat pandangan bahwa kedua teori tersebut di atas tidak dapat dipertahankan lagi sekalipun dalam praktik hukum internasional, masih sering terjadi bahwa teori primat hukum nasional lebih dominan daripada teori primat hukum internasional

Kesimpulan dari kedua teori tersebut: 1. ketentuan-ketentuan hukum internasional sering ditafsirkan berbeda oleh setiap bangsa negara sejalan dengan kepentingan nasional negara yang bersangkutan 2. Perbedaan penafsiran yang sering terjadi adalah mengenai penerapan berlakunya hukum nasional suatu negara atas suatu kasus tindak pidana internasional di luar batas teritorial negara yang bersangkutan

3. 4. Dalam menghadapi kasus-kasus tindak pidana internasional yang membahayakan ketahanan nasional suatu negara pengaturan tentang locus delicti atau tempat tindak pidana, diluar batas tetorial perlu di pertimbangkan dalam pembentukan hukum pidana nasional Perbedaan penafsiran sebagaimana tersebut pada butir (2) telah menimbulkan banyak kasus mengenai konflik yurisdiksi kriminil di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya

5. 6. Dalam praktik hukum internasional asas berlakunya hukum pidana yang dominan adalah asas perlindungan dengan asas teritorial atau territoriality principle Dalam mengahadapi tindak pidana internasional, sebagaimana dimaksud pada butir (4) di atas, Tampak faktor kepentingan nasional suatu negara secara relatif lebih diutamakan di dalam menentukan berlakunya hukum nasional negara yang bersangkutan jika dibandingkan dengan faktor kepentingan masyarakat internasional
- Slides: 60