AKUNTANSI PPN DAN PPn BM HARIRI SE M
AKUNTANSI PPN DAN PPn. BM HARIRI, SE. , M. Ak Universitas Islam Malang 2016
Sejarah Singkat PPN dan PPn. BM �Tanggal 13 Februari 1950 : Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1950 (Pajak Penjualan) �Tanggal 1 Oktober 1951 : Undang-Undang Darurat No. 19 Lembaran Negara No. 94 Tahun 1951 �Tanggal 1 April 1985 : Berlakunya PPN dan PPn. BM �Tahun 2009 : Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 Perubahan atas UU PPN dan PPn. BM �Tanggal 1 April 2010 : Berlakunya atas perubahan UU PPN dan PPn. BM
Objek Pajak � Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha: Penyerahan barang yang kena pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP. b. Barnag tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud. c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan BKP pada butir 1 di atas, siapa pun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atas pekerjaannya atau tidak tetap dikenai pajak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha: Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai PPN. Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean,
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam daerah Daerah Pabean dikenai PPN. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak berupa maket gedung desain kantor dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut, terutang PPN.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Berbeda bila dibandingkan dengan pengusaha yang melakukan kegiatan seperti pada angka 1 dan/atau angka 3, terhadap pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP (Pasal 3 A ayat (1) Undang PPN dan PPn. BM). 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Termasuk dalam kategori BKP Tidak Berwujud antara lain: a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau hanya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya; b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah;
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean. Batas kegiatan dari jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
�Barang Kena Pajak BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPn. BM. Dari uraian tersebut bahwa BKP dipersyaratkan: 1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang, Hak Paten, Hak Cipta dan lain) 2. Dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
Dalam Pasal 4 A UU PPN yang memberikan peluang pengaturan tentang jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah: 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumber jenisnya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas. 2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Tidak dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak daerah. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
�Jasa Kena Pajak JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPn. BM.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah Terhadap penyerahan BKP di samping dikenakan PPN sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN dan PPn. BM dikenai juga Pajak Penjualan dan Barang Mewah (PPn. BM). Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam PPn. BM adalah: 1. Pengenaan terhadap PPn. BM ini hanya satu kali yaitu pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor. BKP yang tergolong mewah. 2. PPn. BM tidak dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN. Namun demikian, apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPn. BM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi.
�Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagai Objek PPn. BM adalah: 1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan 2. Impor BKP yang tergolong mewah.
Tarif Pajak Tarif PPN 1. Tarif PPN sebesar 10%. 2. Tarif PPN atas ekspor BKP sebesar 0%. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setingginya 15% (lima belas persen). Tarif PPn. BM 1. Tarif PPn. BM adalah serendah-rendahnya 10% dan paling tinggi 200%. 2. Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenai pajak dengan tarif 0%.
�Dasar Pengenaan Pajak 1. Harga jual 2. Penggantian 3. Nilai ekspor 4. Nilai impor
Cara Menghitung Pajak �Cara menghitung PPN yang Terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak �PPN dan PPn. BM menjadi Bagian dari Harga PPN atau PPn. BM Terutang = 1/110 x Dasar Pengenaan Pajak Atau = 1/130 x Dasar Pengenaan Pajak
�Penghitungan PPN dan PPn. BM dalam Satu Transaksi Contoh: PT Yulanda adalah sebagai importir melakukan impor Air Conditioner (AC) sebanyak 2. 000 unit dari Jepang dengan harga impor (CIF) US$500 per unit, atas impor AC terutang Bea Masuk 50%. Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Rp. 12. 000 per US$1. Perhitungan PPN dan PPn. BM sebagai berikut:
Harga impor (CIF) : 2. 000 x $500 x Rp. 12. 000 = Rp. 12. 000 Bea Masuk 50% x Rp. 12. 000 = Rp. 6. 000 Nilai Impor = Rp. 18. 000 PPN Terutang 10% x Rp. 18. 000 = Rp. 1. 800. 000 PPn. BM 20% x Rp. 18. 000 = Rp. 3. 600. 000 Jumlah yang harus dibayar importir = Rp. 23. 400. 000
Pencatatan Harga Perolehan & Penyerahan BKP Dalam UU PPN disebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan mencatat semua jumlah harga perolehan dan penyerahan BKP / JKP dalam pembukuan perusahaan. �Besarnya PPN : v Dapat dikreditkan v Tidak dapat dikreditkan �Pencatatan retur barang : ü Retur Penjualan : Di catat dalam buku penjualan, dalam hal ini mengurangi jumlah penjualan dan Pajak Keluaran. ü Retur Pembelian : Di catat dalam buku pembelian, hal ini mengurangi jumlah pembelian
� Saat PPN terutang : Pada prinsipnya PPN di pungut berdasarkan 2 prinsip : 1. Prinsip Akrual : Sesuai pasal 11 ayat (1) UU PPN, PPN terutang pada saat penyerahan barang, jasa / impor barang. 2. Prinsip Kas : Sesuai pasal 11 ayat (2) UU PPN, PPN terutang pada saat penerimaan pembayaran. � Ada 2 cara pembukuan PPN dalam akuntansi : 1. Metode Faktur : PPN terhutang di catat pada saat faktur dikeluarkan F. P di buat pada saat pembayaran / pada saat penyerahan. Biasanya digunakan oleh PKP yang telah dikukuhkan. 2. Metode kas : PPN di catat pada saat penerimaan pembayaran. Pencatatan tidak tergantung pada pembuatan faktur. Biasanya digunakan oleh perusahaan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP.
Kewajiban Bagi Pengguna Norma Penghitungan Penghasilan Neto Berikut ini beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengguna norma penghitungan penghasilan neto. �Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan. �Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan diatas dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)/Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan Dalam perhitungan PPN sangat penting bagi Pengusaha Kena Pajak untuk mengetahui bahwa PPN atas barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang telah dibayarkan pada saat perolehan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak tidak semua dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. Jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Pembelian/ Perolehan Aktiva, Pembelian Barang Kena Pajak (PKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pengeluaran Untuk Biaya Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Yang Tidak Dapat Dikreditkan Sebagai Pajak Masukan antara lain :
� Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
� Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn. BM atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn. BM. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
� Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. � Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2 a) Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn. BM. � Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, tidak dapat dikreditkan pada untuk Masa Pajak lebih dari 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. � Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi telah dibebankan sebagai biaya atau ditambahkan (dikapitalisasi) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan tidak
Akuntansi Pajak Dalam akuntansi komersial tidak mengatur terendiri perilaku akuntansi khusus untuk PPN dan PPn. BM, PSAK hanya mengakur Akuntansi Pajak Penghasilan. Namun demikian baik dalam melakukan pencatatan yang harus dipersiapkan antara lain sebagai berikut: �Akun Pajak Masukan Untuk mencatat besarnya Pajak Masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya transaksi pembelian. �Akun Pajak Keluaran Untuk mencatat Pajak Keluaran yang dipungut atau disetorkan ke Kas negara atas
�Transaksi Pembelian dan Penjualan secara tunai Transaksi perolehan BKP dan/atau JKP Data pembelian BKP yang diterima langsung Faktur Pajaknya: Harga BKP 100. 000 Rabat 10% 10. 000 90. 000 Potongan Tunai 3% 2. 700. 000 Harga Setelah Potongan 87. 300. 000 PPN 10% 8. 730. 000 Jumlah Pembayaran Tunai 96. 030. 000
Ayat Jurnal yang dibuat. �Pihak Pembeli Tgl Akun Pembelian Pajak Masukan Kas dan Bank Debit Kredit 87. 300. 000 8. 730. 000 96. 030. 000 �Pihak Penjual Tgl Akun Kas dan Bank Penjualan Pajak Keluaran Debit Kredit 96. 030. 000 87. 300. 000 8. 730. 000
TERIMA KASIH
- Slides: 30