ACARA BIASA Lanjutan PEMERIKSAAN BUKTI PEMBUKTIAN Hal penting
ACARA BIASA (Lanjutan)
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) • Hal penting yang harus dilakukan oleh Hakim dalam pemeriksaan pengadilan adalah : dengan cara yang tepat (menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan pembuktian) menetapkan terbuktinya eksistensi fakta-fakta yang relevan untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam putusan akhir nanti, disamping penerapan hukum (rechtstoepassing) serta kadangkala menemukan hukum (rechtsvinding) • Membuktikan atau memberikan pembuktian adalah dengan alat-alat pembuktian tertentu memberikan suatu tingkatan kepastian yang sesuai dengan penalaran tentang eksistensi fakta-fakta (hukum) yang disengketakan. Yang dimaksud dengan fakta-fakta adalah : 1. Fakta-fakta hukum adalah kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang eksistensinya (keberadaannya) tergantung pada penarapan peraturan. Suatu fakta hukum kadangkala juga bersifat murni yuridis. Disamping itu, kenyataan mengenai adanya suatu peraturan dapat pula disebut sebagai fakta hukum. 2. Fakta-fakta biasa adalah kejadian-kejadian, keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta-fakta hukum tertentu.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan • Fakta-fakta merupakan dasar untuk menguji dan dasar untuk mengeluarkan keputusan yang baru. Dalam proses persidangan di muka Hakim TUN akan ditemukan macam kompleks fakta-fakta yang relevan, yaitu : 1. ada kompleks fakta-fakta yang relevan untuk menguji keputusan yang digugat. Dalam kenyataan nanti yang akan banyak yang disengketakan itu justru bukan keputusan yang digugat, melainkan fakta-fakta yang digunakan oleh Tergugat sebagai dasar untuk mengeluarkan keputusan digugat. Di sini fakta-fakta yang terungkap dalam proses itu diragukan kebenarannya untuk digunakan sebagai dasar pengeluaran keputusan yang disengketakan yang kemudain dalam putusan akhir pengadilan dapat berakibat dibatalkannya keputusannya tersebut. 2. fakta-fakta juga berperan untuk pengambilan keputusan (pengganti) yang baru sesudah dilakukan pembatalan (Pasal 97 ayat (9)). Sebaliknya di sini fakta-fakta yang akan digunakan untuk menerbitkan keputusan (pengganti) yang baru itu harus sudah memiliki suatu tingkat kepastian yang tidak meragukan. sehingga kalau yang menjadi pusat perhatian dalam proses berupa pengujian dari keputusan yang digugat, maka hakim perlu meneliti apakah tergugat pada waktu mengeluarkan keputusan tersebut bertolak pada fakta-fakta yang secara benar telah ditetapkan.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan • • • Pada prinsipnya semua fakta yang disengketakan yang nantinya akan menjadi dasar putusan Hakim harus dibuktikan. Akan tetapi ada fakta-fakta yang tertentu yang dikecualikan dari prinsip tersebut, yaitu : 1. fakta yang sudah diketahui secara umum (Pasal 100 ayat (2)). 2. hal-hal yang menurut pengalaman umum selalu terjadi; suatu perbuatan itu akan dianggap sebagai sebab dari suatu kejadian, apabila kejadian tersebut menurut pengalaman, umum dapatdiharapkan selalu akan terjadi karena perbuatan semacam itu. 3. fakta-falta prosesual yang terjadi selama pemeriksaan, hakim tidak memerlukan pembuktian dalam proses tersebut. 4. eksistensi hukum pun tidak perlu dibuktikan, karena hakim dianggap selalu mengetahui apa hukumnya (ius curia novit). Pembuktian yang berlaku dalam hukum Peratun adalah menganut ajaran pembuktian yang bebas yang terbatas, yaitu bahwa mengenai alat-lata bukti yang boleh digunakan dalam membuktikan suatu sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal 100 dan menurut pasal 107, hakim dibatasi wewenangnya untuk menilai sahnya pembuktian, yaitu paling sedikit harus ada dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 100 : (1) Alat bukti adalah : a. Surat atau tulisan; b. Keterangan ahli; c. Keterangan saksi; d. Pengakuan para pihak e. Pengetahuan hakim (2) keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan • • Pasal 107 : Hakim menentukan apa yang harsu dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyajinan hakim. Dari ketentuan tersebut, ajaran pembuktian meliputi luas pembuktian, pembebanan pembuktian (pembagian beban pembuktian) dan alat-alat pembuktian, serta penilaian hasil pembuktian. LUAS PEMBUKTIAN • Luas pembuktian merupakan fase pertama dalam proses pembuktian. Artinya dalam hal ini hakim menentukan fakta-fakta apa yang relevan bagi putusan akhir nanti. Setelah itu hakim meneliti menurut keyakinannya fakta-fakta mana yang dianggap sudah cukup pasti dan kemudian melihat fakta-fakta mana saja yang masih harus dibuktikan. PEMBAGIAN BEBAN PEMBUKTIAN • Mengenai siapakah yang harus membuktikan fakta-fakta, hakimlah yang menetapkan. • Walaupun para pihak dapat mengajukan usul-usulnya dan menawarkan diri untuk mengajukan usulnya dan menawarkan diri untuk membuktikan hal-hal yang dapat mempengaruhi putusan akhir kelak. Namun hakim-lah yang melakukan pembagian beban pembuktian • Yang dimaksud dengan beban pembuktian adalah kewajiban yang dibebankan kepada suatu pihak untuk membuktian sesuatu fakta di muka hakim yangs edang memeriksa perkara itu. • Mengenai pembagian beban pembuktian ketentuan Pasal 1865 KUHPerdata menentukan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia memiliki sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk kepada suatu peristiwa , diwajibkan membuktikan ada hanya atau peristiwa tersebut.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan • Teori beban pembuktian, meliputi : 1. Teori beban pembuktian yang Afirmatif. Dalam teori ini terdapat adagium ei incumbit probatio qui dicit, non qui negat, artinya beban pembuktian di bebankan kepada pihak yang mendalilkan sesuatu, bukan yang mengingkari sesuatu. 2. Teori hukum Subjektif Teori ini lahir dari teori Afirmatif dan berpangkal pada dalil bahwa beban pembuktian seharusnya diletakkan pada pihak yang meminta pada hakim agar hak subjektifnya yang didalilkannya diakui. Sehingga siapa yang berdasarkan hak subjektif menuntut sesuatu dan hal itu disangkal oleh pihak lawannya, maka yang menuntut sesuatu tersebut harus membuktikan fakta-fakta yang melahirkan hak subjektif tersebut. 3. Teori hukum Objektif Beban pembuktian tentang fakta-fakta yang dapat disimpulkan dari hukum objektif (yang termuat dalam peraturan-peraturan, pengecualian peraturan-peraturan pokok maupun tambahan) yang mempunyai akibat hukum secara positif maupun negatif itu ada para pihak. Menurut teori ini, hakim harus meneliti dalam aturan hukum material yang diterapkan unsur-unsur (fakta-fakta) apa saja yang harus ada agar dapat menimbulkan akibat hukum seperti yang didalilkan penggugat. 4. Teori Keadilan Menurut teori ini, beban pembuktian mengenai suatu fakta akan diletakkan pada pihak yang paling sedikit diberatkan oleh pembebanan pembuktian tersebut.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan • • Pangkal tolak pembagian beban pembuktian dalam proses Peratun 1. Pengumpulan bahan-bahan pembuktian itu dilakukan baik oleh pihak-pihak mupun oleh pengadilan sendiri; 2. Para pihak memang berwenang untuk membuktikan sesuatu, namun ia tidak otomatis wajib membuktikan dalil-dalilnya. Dalam hal ini mereka dapat menyerahkan dokumen-dokumen, membawa saksi-saksi untuk didengar. Hakim harus meluluskan usaha pembuktian tersebut. 3. Pengadilan dapat membebankan pembuktian seluruhnya atau sebagian kepada para pihak dan sebagian lagi dapat ia cadangkan untuk dicari kebenarannya oleh pengadilan sendiri. Pengadilan dapat meminta keterangan-keterangan lebih lanjut mengenai sesuatu hal yang belum jelas. 4. Apabila hakim berpendapat bahwa pembuktian mengenai sesuatu itu tidak akan dilakukan sendiri, maka hal tersebut dapat dibebankan kepada para pihak. 5. Cara pembebanan pembuktian kepada para pihak itu oleh hakim tiadk perlu dalam bentuk putusan sela. Cara pembagian beban pembuktian : 1. Siapa yang mendalilkan, dialah yang harus dapat menyampaikan bukti permulaan 2. Siapa yang mendalilkan, bahwa ia mempunyai suatu kepentingan khusus, harus membuktikannya. 3. Petunjuk yang terdapat dalam peraturan yang berlaku 4. Pihak mana yang dengan pembebanan pembuktian itu paling sedikit akan diberatkan 5. pihak manakah yang tampaknya berada dalam keadaan yang bertentangan dengan keadaan dirinya 6. Pihak manakah yang telah bertindak ceroboh, sehingga fakta-fakta yang relevan tersebut tidak dapat dibuktikan 7. Terbuktinya suatu fakta itu akan menguntungkan pihak yang mana
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan ALAT-ALAT BUKTI • Alat-alat bukti adalah keterangan–keterangan yang diajukan menurut cara tertentu dengan jalan mana lalu terbuktinya fakta-fakta yang sebelumnya tidak jelas. • Alat bukti harus diajukan selama proses sedang berjalan • Mengenai alat-alat bukti ditentukan dalam Pasal 100 secara limitatif, yaitu surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan para pihak dan pengetahuan hakim. Surat Atau Tulisan • Surat atau tulisan terdiri dari akta otentik, akta di bawah tangan, dan surat-surat lain yang bukan akta. • Dalam praktek yang banyak diajukan adalah surat resmi atau surat tidak resmi (dibawah tangan) yang merupakan unsur dilahirkannya keputusan yang sedang digugat. • Bukti yang berasal dari Tergugat adalah surat resmi dan bukan akta otentik yang disebut dengan surat jawatan yang ada kaitannya dengan perkara yang sedang diperiksa. . Keterangan ahli • Keterangan ahli selain yang ada yang diberikan di muka persidangan, ada pula yang berupa surat tertulis. • Keterangan yang diberikan di muka persidangan, dilakukan di bawah sumpah menurut persyaratan yang ditentukan dalam pasal 102, dimana yang diterangkan hanya yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya yang benar.
PEMERIKSAAN BUKTI (PEMBUKTIAN) – Lanjutan Pengakuan Para Pihak • Pasal 105 menentukan bahwa pengakuan para pihak yang dilakukan di muka pemeriksaan hakim tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim yang bersangkutan. • Keterangan yang diberikan para pihak merupakan garis penuntun untuk mencari kejelasan lebih lanjut mengenai fakta-fakta tertentu. Pengetahuan Hakim • Pengetahuan hakim adalah pengetahuan yang oleh hakim yang bersangkutan diketahui dan diyakini kebenarannya. • Salah satunya adalah hal-hal yang terjadi selama pemeriksaan oleh hakim tersebut atau hakim lain yang ditunjuk. PENILAIAN HASIL PEMBUKTIAN • Undang undang pasal 107 membatasi kebebasan hakim dalam menilai suatu hasil pembuktian dengan ketentuan bahwa untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Alat bukti dimaksud adalah alat bukti yang tercantum dalam pasal 100. • Walaupun pembuktian telah dilakukan dengan dua alat bukti, untuk sahnya pembuktian diperlukan adanya keyakinan hakim bahwa fakta yang dibuktikan dengan dua alat bukti tersebut adalah benar.
PUTUSAN • Mengenai putusan diatur dalam pasal 97 UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 tahun 2009. • Macam-macam putusan dalam proses pengadilan TUN yang merupakan putusan prosesual, yaitu : 1. Macam-maacam putusan yang dibuat oleh ketua sidang selama proses berjalan dengan menggunakan istilah : “memerintahkan”, “menugaskan”, memberikan “petunjuk” dan “penetapan”. 2. Yang diputuskan ketua pengadilan mengenai permohonan untuk menunda pelaksanaan dari keputusan yang digugat disebut “penetapan”. 3. Pada putusan ketua pengadilan pada acara singkat, menurut pasal 62 ayat (1) digunakan istilah “penetapan” dan gugatan dalam perkara perlawanan terhadap penetapan ketua pengadilan (pasal 62 ayat (2)). 4. Pada putusan ketua pengadilan mengenai permohonan beracara dengan Cumacuma digunakan istilah “penetapan”. 5. Dalam pemeriksaan acara persiapan, digunakan istilah “memerintahkan” 6. Terhadap putusan akhir digunakan istilah “Putusan”. • Pasal 97 ayat (6) menentukan, bahwa putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. • Fungsi diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum adalah aagar para pihak mengetahuinya dan juga fungsi umum yaitu pertanggungjawaban kepada umum, yaitu agar memberikan kemungkinan bagi umum agar dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas peradilan.
PUTUSAN (lanjutan) BENTUK DAN ISI PUTUSAN • Pasal 109 UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 tahun 2009 menentukan : (1) a. Kepala putusan harus berbunyi : “DEMI KEDAILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MASA ESA” b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersangkutan c. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa e. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan f. Amar putusan tentang pokok sengketa dan biaya perkara g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. (2) Tidak dipenuhi ketentuan tersebut dapat menyebabkan batalnya putusan pengadilan. • Sesuai dengan ketentuan Pasal 109, sebuah putusan dapat dibagi dalam : - Pembuka; - Uraian singkat tentang jalannya prosedur; - Pertimbangan; - Kesimpulan; - Diktum - Penutup
PUTUSAN (lanjutan) Pembuka Putusan, terdiri dari : - Nomor perkara, kemudian diikuti dengan judul - DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAHAN YANG MASA ESA - PUTUSAN atau PENETAPAN yang bersangkutan, kemudian nama. - Pengadilan yang mengambil putusan, diteruskan dengan - Nama serta identitas para pihak maupun kuasanya (kalau ada). Uraian singkat tentang jalannya prosedur Disebut juga dengan duduknya perkara yang berisi uraian singkat mengenai jalannya prosedur sejak masuknya surat gugat sampai sidang yang terakhir. Pertimbangan Dimulai dengan kepala “Tentang (pertimbangan) hukumnya” yang merupakan uraian mengenai pertimbangan putusan yang menyangkut pengumpulan pertimbangan putusan mengenai penilaian terhadap fakta-fakta yang diajukan selama pemeriksaan, baik yang diterima pihak-pihak, yang dibantah, keadaan-keadaan yang menurut jabatan dikemukakan oleh hakim termasuk tindakan atau keputusan yang digugat, kemudian diikuti dengan suatu gambaran dari kesimpulan-kesimpulan yang diambil Majelis baik mengenai segi fakta-faktanya maupun segi juridisnya.
PUTUSAN (lanjutan) Kesimpulan dalam putusan merupakan penutup dari pertimbangan yang menggambarkan penilaian akhir dari pengadilan yang didasarkan pada jalannya pertimbangan sebelumnya. Diktum Merupakan apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan. Bagian diktum dalam putusan diawali dengan “Memutuskan”. Diktum merupakan putusan pengadilan yang sebenarnya dianggap sebagai titik akhir yang terpenting bagi pihak-pihak yang bersengketa Dasar-dasar Diktum. Bahwa diktum putusan didasarkan pada penilaian akhir mengenai pokok sengketa yang lahir dari pertimbangan-pertimbangan majelis sebelumnya. Penilaian tersebut dapat berupa pendapat : 1. dapat memenuhi syarat untuk digugat 2. Gugatan yang diajukan tidak masuk dalam wewenang pengadilan yang bersangkutan 3. Pengugat harus dinyatakan tidak diterima dalam gugatannya. 4. Penggugat ternyata sudah tidak lagi berkepntingan dengan suatu putusan akhir. 5. Gugatan penggugat tidak mungkin dikabulkan karen gugatan tersebut dianggap tidak berdasar. 6. Gugatan tersebut dapat dikabulkan untuk sebagian. Jadi penggugat akan memenangkan gugatannya untuk sebagian.
PUTUSAN (lanjutan) Diktum mengenai Pokok Gugatan Ketentuan pasal 97 UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 tahun 2009 menentukan kemungkinan dari diktum putusan, yaitu : 1. Gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima. Diktum demikian bersifat deklaratoir yang tidak membawa perubahan apa-apa dalam hubungan hukum yang ada antara Penggugat dan Tergugat 2. Gugatan penggugat dinyatakan ditolak. Diktum seperti ini sudah mengandung isi yang lebih memberikan kepastian 3. Gugatan penggugat dikabulkan Dengan diktum seperti ini berarti setelah gugatan dinyatakan berdasar untuk seluruhnya atau sebagian lalu diikuti dengan diktum pembatalan atau pernyataan tidak sahnya keputusan yang disengketakan untuk seluruhnya atau sebagian. Penutup Memuat : - Hari tanggal pengucapan putusan - Bahwa putusan itu telah diucapkan di muka sidang yang terbuka untuk umum - Nama-nama hakim ketua sidang, para angota majelis, panitera dan panitera pengganti yang masuk dalam susunan sidang - Tanda tangan dari hakim ketua sidang, para hakim anggota serta panitera atau panitera pengganti yang ikut duduk dalam sidang - Hari tanggal pengiriman salinan putusan kepada para pihak - Pemberitahuan kepada para pihak tentang kemungkinan upaya banding serta tenggang banding yang dapat ditempuh
- Slides: 14