5 BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN ALQURAN DR Yusuf Al
5. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR’AN DR. Yusuf Al. Qaradhawi
BIOGRAFI DR. Yusuf Al. Qaradhawi
• Yusuf al Qardawi lahir di Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, Kairo, Mesir. 9 September 1926. Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf. Sedangkan al Qardawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama daerah tempat mereka berasal, yakni al Qardhah.
• Pada usia 10 tahan, Qardawi sudah hafal al Quran. Qardawi menamatkan pendidikannya di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, kemudian beliau melanjutkan ke Universitas al-Azhar di fakultas Ushuluddin. Beliau lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan judul disertasi “Zakat dan dampaknya dalam penanggunalangan kemiskinan”, yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang membahas permasalahan zakat secara komprehensif dengan nuansa modern.
• Al-Qardawi mengalami keterlambatan dalam memperoleh gelar doktornya disebabkan karena ia meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia berhijrah ke Qatar pada tahun 1961 dan di sana ia berkiprah dengan mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, beliau juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapatkan kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya. Selain itu, pada tahun 1957, Qardawi juga menyempatkan diri memasuki Institut Pembahasan dan Pengkajian Arab Tinggi dengan meraih diploma tinggi bahasa dan sastra Arab.
• Dalam perjalanan hidupnya, Qardawi pernah merasakan hidup di penjara sejak masa mudanya. Saat Mesir dipimpin oleh Raja Faruk, dia dipenjara tahun 1949, saat ia masih berumur 23 tahun, hal ini disebabkan karena ia terlibat dengan gerakan Ikhwanul Muslimin. Pada bulan April 1956 ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober ia ditangkap kembali dan mendekam selama dua tahun di penjara militer. • Qardawi adalah seorang yang terkenal dengan khutbahnya yang berani sehingga beliau sempat dilarang untuk berkhutbah di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu.
• Al-Qardawi dikaruniai tujuh orang anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai ulama modern yang moderat dan sangat terbuka, ia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing. Beliau sama sekali tidak mewajibkan anak perempuan dan anak laki-lakinya untuk menempuh pendidikan tertentu. Salah seorang putrinya mendapatkan gelar doktor Fisika di bidang nuklir di Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga di Inggris, dan yang ketiga masih menempuh S 3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S 1 -nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki pertama beliau menempuh S 3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan anak terakhirnya telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.
• Al-Qardawi merupakan ulama modern yang tidak setuju dengan adanya dikotomi ilmu. Beliau berpandangan bahwa ilmu itu bisa saja islami dan bisa saja tidak islami, tergantung orang yang memandang dan mempergunakannya. Karena sebab pemisahan ilmu itulah yang menurut beliau menjadi penyebab lambatnya kemajuan umat Islam. • Sikap Qardawi seperti ini juga dapat kita lihat dalam pendidikan anak-anaknya. Dari tujuh anaknya hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan di luar negeri yang notabene bukan Universitas Islam.
• Yusuf Al-Qardawi dikenal sebagai ulama dan pemikir Islam yang unik sekaligus istimewa, keunikan dan keistimewaannya terlihat dari metodologinya yang khas dalam menyampaikan risalah Islam. Berkat metodologinya itulah ia mudah diterima di kalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat. Kapasitasnya itulah yang membuat Qardawi kerap kali menghadiri pertemuan internasional para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika sebagai wakil dari kelompok Islam.
• Qardawi memiliki posisi vital dalam pergerakan Islam kontemporer. Waktunya dihabiskan untuk berkhidmat kepada Islam, melalui ceramah, dan menyampaikan masalah-masalah aktual dan keislaman di berbai tempat dan negara menjadikan pengaruh beliau yang sederhana dan pernah dipenjara oleh pemerintah Mesir ini cukup besar, khususnya dalam pergerakan Islam kontemporer melalui karya-karyanya yang mengilhami kebangkitan Islam modern.
• Tidak kurang dari 125 buku yang telah ditulis oleh beliau dalam berbagai dimensi keislaman, sedikitnya ada 13 aspek kategori dalam karya-karya Qardawi, seperti dalam masalah: fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, ulum al Quran dan as Sunnah, akidah dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh Islam, sastra dan lain sebagainya. Sebagian karya beliau telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk ke dalam bahasa Indonesia. Sedikitnya 55 judul buku Qardawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
• Selain sebagai pengajar dan dai, beliau aktif dalam berbagai kegiatan sosial untuk membantu saudaranya, umat Islam, di berbagai belahan dunia.
• Mengenal Kitab Kaifa Nata’amal Ma’a al Qur’an
Kronologi Penulisan Buku • Buku ini merupakan turunan yang menjadi karya kedua Yusuf Qardawi setelah terciptanya buku dengan judul Kaifa Nata’aman Ma’ as-Sunnah An-Nabawiyah (Bagaimana kita berinteraksi dengan Sunnah Nabawy), atas usulan seorang rekan beliau di Al-Ma’had Al-Alamy Lil-Fikril-Islamy, yang memiliki peranan yang cukup menonjol. • Buku ini mampu mengenyahkan banyak syubhat, mampu meluruskan berbagai pemahaman, meletakkan rambu petunjuk dan batasan yang kokoh, sehingga dapat membantu menciptakan pemahaman yang benar dan perilaku yang lurus.
Kronologi Penulisan Buku 2 • Kemudian karena banyaknya tuntutan kepada beliau yang mengatakan “kami membutuhkan buku lain yang dapat melengkapi tujuan dikeluarkannya buku di atas, dengan judul, Kaifa Nata’amal Ma’ al Qur’an (Bagaimana berinteraksi dengan al Quran). Kemudian beliau menjawab “itu sudah pasti”. Dari situlah beliau memulai menulis dengan pertimbangan bahwa al Quran adalah sumber pertama, sedang as Sunnah merupakan sumber kedua. Hal itu disebabkan banyaknya celah dan kesalahan dalam memahami as Sunnah.
Kronologi Penulisan Buku 3 • Menurut Qardawi, sebenarnya guru beliau yaitu Muhammad Al Gazhaly juga pernah menulis buku dengan judul yang sama, Kaifa Nata’amal Ma’ al Qur’an, yang berisi debat antara dirinya dengan Ustadz Umar ubaid Hasanah, ketika Al Ghazaly sedang berada di Ad-Dauhah. Ketika itu, Ustadz Hasanah melontarkan pertanyaan yang cukup panjang lebar, lalu dijawab oleh Al. Ghazaly dengan uraian yang rinci. Buku ini menitikberatkan pada jawaban-jawaban yang dilontarkan Ustadz Hasanah, sehingga jawabannya pun tidak keluar dari pertanyaan itu. Karena buku ini tidak membutuhkan metode penulisan dan tidak mencakup semua masalah tentang bagaimana berinteraksi dengan al Quran, maka Qardawi pun menulisnya dengan mengacu pada penulisan ilmiah dengan topik-topik yang cukup lengkap.
Pengantar • Buku ini merupakan karangan al Qardawi yang cukup baru, di dalamnya berisi kajian dan uraian yang cukup komplit, tentang bagaimana seharusnya seorang muslim hidup menyatu dengan al Quran, baik ketika dia membaca, memahami, menafsiri dan menakwilinya, dan juga berbagai hal yang harus diperhatikan ketika berhubungan dengan al Quran.
Pendahuluan Buku • Setelah mengucap pujian kapada Allah dengan membawakan sebuah ayat al Quran, Al-Qardawi lantas memuji Nabi Muhammad SAW dengan mengucapkan shalawat dan salam kepadanya. Setelah itu, Al-Qardawi menyebutkan beberapa ayat yang terkait dengan al Quran dan juga menyertakan berbagai keistimewaan al Quran. Selain itu Qardawi juga melihat bagaimana besarnya perhatian orang Islam terhadap al Quran sehingga ada di antara mereka yang menghitung jumlah ayat dan kata-katanya.
Tujuan Al-Qur’an • Al Quran yang ingin mempertautkan manusia dengan Tuhan-Nya agar manusia menyembahnya dan bertakwa dalam segala urusan. • Al Quran bertujuan membersihkan jiwa manusia, yang jika ia baik maka masyarakat akan baik pula, tapi jika ia rusak maka rusaklah seluruh masyarakat. • Al Quran yang memiliki maksud untuk membentuk rumah tangga yang menjadi unsur dasar pembentukan masyarakat, memberikan keadilan pada wanita yang menjadi tiang rumah tangga. Pembentukan umat yang baik, yang merupakan amanat Allah kepada umat ini untuk memberikan kesaksian atas semua manusia, yang dikeluarkan untuk memberikan manfaat bagi manusia dan menyampaikan petunjuk kepada mereka.
Hak-hak Al-Qur’an • Namun ada hak-hak al Quran yang harus kita perhatikan antara lain, kita harus memperlakukannya dengan cara yang baik, ketika menghafal, membaca, dan mendengarkan, menyimak dan memperhatikannya. Kita juga harus berinteraksi dengan baik ketika menafsirkan dan memahaminya. Selain itu kita juga berinteraksi dengan al Quran dengan cara mengikutinya, mengamalkannya, berhukum dengan syariatnya dan menyeru kepada petunjuknya.
Pembagian Buku • Buku ini berisi empat bab mengenai barbagai permasalahan di atas. Pembahasan di setiap bab mengacu pada al Quran itu sendiri, yang sekaligus sebagai topik dan juga dali-dalilnya.
Daftar Isi Bab I • kekhususan-kekhususan al Quran dan tujuannya Bab II • interaksi dengan al Quran, dalam masalah menghafal, membaca dan menyimak Bab III • Interaksi dengan al Quran dalam masalah pemahaman dan penafsiran Bab IV Interaksi dengan al Quran dalam masalah mengikuti dan mengamalkan, berhukum dan berdakwah
BAB I • Al-Qardhawi menuangkan pemikiran-pemikirannya dengan menjelaskan kekhususan dan tujuan al Quran berdasarkan pada al Quran itu sendiri beserta beberapa kandungan yang ada di dalam al Quran.
BAB I • Salah satu pemikiran al Qardawi tentang sifat-sifat terpenting bagi suatu umat yaitu, rabbaniyah, washatiyah, dakwah, dan persatuan. • Wasathiyah yang dimaksud di sini adalah wasathiyah yang universal dan menyeluruh dalam berbagai aspek, baik dalam aspek akidah, persepsi, syiar, ibadah, akhlak, prilaku, aturan, dan tatanan hukum, pemikiran, dan perasaan. • Wasathiyah antara unsur material dan spiritual, antara idealisme dan realitas, antara akal dan sanubari, antara individual dan sosial, antara prinsip dan perkembangan.
BAB I • Begitu Qardawi sangat menekankan pada sikap moderat, karena itulah ia dikenal dengan ulama modern yang moderat. • Hampir di setiap lini kehidupan sikap wasathiyah ini dianjurkan oleh Qardawi. • Hal ini sesuai dengan apa yang datang dari sebuah riwayat yang artinya “sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengan”. Artinya, dalam setiap perkata kita tidak seharusnya mengambil sikap yang ekstrem dan tidak juga terlalu longgar.
BAB II • Pada Bab ini, Al- Qardawi berpendapat tentang sebuah hadits yang menyebutkan, • “. . Tiga ayat yang dibaca lebih baik daripada tiga ekor unta, empat ayat yang dibaca lebih baik daripada empat ekor unta, begitu seterusnya sesuai dengan bilangannya. ” • Menurut Qardawi, mempelajari dua, tiga, atau empat ayat bukan berarti menghapal hurufnya semata, tapi yang dimaksud adalah mempelajari ilmu sekaligus amal yang terkandung dalam ayat-ayat itu.
BAB II • Hal ini terkait bagaimana berinteraksi dengan al Quran dalam mengajarkannya. • Pemahaman ayat itu sangat diperlukan sekali karena itulah tujuan dari mempelajari al Quran itu, di samping membaca dan menghafalnya juga penting.
BAB II • Qardawi juga berbicara mengenai adab membaca al Quran secara batin. Yang dimaksud di sini adalah tadabbur makna-makna al Quran. • Tadabbur menurut beliau adalah melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya. • Al-Qardawi melihat tadabbur dekat dengan tafakkur. Hanya saja tafakkur lebih diartikan sebagai pemusatan hati dan pikiran ke dalil. Smentara tadabbur memusatkan perhatian ke kesudahan.
BAB II • Di sini perhatian terhadap apa yang kita baca sangat ditekankan. Karena itu, untuk berusaha melakukan tadabbur ini tentu berbeda-beda bagi setiap orang. • Seorang Arab akan berbeda dengan orang non-Arab. Bagi non-Arab mungkin akan mendapatkan kesulitan, karena ia dituntut untuk terlebih dahulu memahami arti dari apa yang ia baca tersebut. Hal ini berbeda dengan orang Arab yang memang al Quran tersaji dalam bahasa Arab.
BAB II • Pendapat Qardawi tentang khusyu’ dan tangis ketika membaca al Quran. Beliau menunjukkan cara supaya bisa melakukan hal tersebut. Antara lain supaya mendatangkan kesedihan ialah dengan memperhatikan ancaman dan peringatan, lalu pembaca melihat kekurangan dan keterbatasannya dalam melaksanakan perintah, hingga dengan begitu ia bisa bersedih dan menangis. Jika seseorang masih juga tidak bisa menghadirkan sedih dan tangis ketika membacanya, maka hendaklah ia bersedih dan menangis karena tidak bisa menghadirkan rasa sedih dan tangis itu.
BAB II • Ketika kita berinteraksi dengan al Quran maka hendaknya kita dapat menciptakan harmonisasi dengan al Quran. • Al Qardawi mengharuskan dalam membaca al Quran untuk menciptakan harmonisasi dengan al Quran yang dibacanya, artinya seseorang harus berinteraksi dengan akal dan hatinya ketika membacanya, dalam keadaan sadar dan menghadirkan hati, bukan dalam keadaan lalai dan berpaling.
BAB II • Di antara ciri ini adalah dengan menyibukkan akal untuk memikirkan makna yang diucapkannya, sehingga ia mengetahui makna setiap ayat, memperhatikan perintah dan larangan serta dia yakin bisa menerimanya. Jika dia tidak bisa memahami apa yang dibacanya hendaknya ia meminta ampun. Jika melewati ayat rahmat, maka ia merasakan kegembiraan dan memohon. Jika melewati ayat azab, maka ia merasakan ketakutan dan memohon perlindungan. Jika dia melewati ayat larangan, maka dia merasakan larangan itu dan mengagungkan, dan jika melewati ayat doa, maka dia merunduk dan berdoa.
BAB III • Bab ini menerangkan tentang Interaksi dengan al Quran dalam masalah pemahaman dan penafsiran, penjelasan tentang cara yang lebih sistematis dalam penafsiran, pengungkapan penyimpangan, posisi tafsir ilmiah antara orang-orang yang mendukung dan menentangnya. Bab ini merupakan bab yang cukup luas dan terpenting dalam kajian ini.
BAB III • Pada pembahasan pemahaman dan penafsiran al Quran dalam kitab ini, Qardawi banyak mengambil pendapat-pendapat yang telah ada sebelumnya. Beliau mengetengahkan pengertian tafsir bil-Ma’tsur dan bil-Ra’yi. Qardawi juga memaparkan beberapa hadits yang memperingatkan tafsir bil-Ra’yi serta berbagai pendapat terkait berbagai golongan dalam mebaca al Quran.
BAB III • Dalam menafsirkan al Quran, Al-Qardawi memiliki pemikiran tentang metode yang paling ideal dalam menafsiri al Quran. Berikut beberapa metode dalam menafsiri al Quran yang ada dalam kitab Kaifa Nata’amal Ma’a al Quran. 1. Mengompromikan antara Dirayah dan Riwayah 2. Tafsir al Quran dengan al Quran 3. Menafsiri al Quran dengan as Sunnah yang shahih 4. Memanfaatkan tafsir para sahabat dan tabi’in 5. Memutuskan berdasarkan ketetapan bahasa 6. Memperhatikan hubungan kalimat 7. Memperhatikan sebab-sebab turunnya ayat 8. Menjadikan al Quran sebagi dasar rujukan
BAB IV • Pada bab ini beliau mengingkapkan, bahwa tidak selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam firman-Nya: • "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. " (Al Jumu'ah: 5).
BAB IV • Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang bagi aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT.
BAB IV • Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu --terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia juga petunjuk itu.
BAB IV • Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling utama-- telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat.
BAB IV • Bahwa kehidupan mereka telah diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman.
BAB IV • Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan, mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya.
BAB IV • Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini. Dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai petunjuk: • "Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? . " (An Nisaa: 122)
PENUTUP • Demikian beberapa point yang menurut Qardawi sangat tepat dalam menafsirkan al Quran. • Untuk lebih jelasnya dapat langsung dirujuk ke buku beliau. • Namun, yang menjadi ciri khas dari pemikiran Qardawi dalam kitab ini adalah tercermin dalam poin pertama di atas yaitu mengompromikan antara salaf dan kholaf. Beliau dalam memahami al Quran dengan melihat pandangan ulama terdahulu dan juda tidak menutup diri atas realitas dan pendapat ulama-ulama masa kini.
• Pemikiran Qardawi yang menurut beliau cukup penting adalah tentang pembentukan intelektual ilmiyah, yang menolak persangkaan dugaan, mengikuti hawa nafsu, taqlid buta terhadap pendapat nenek moyang, ketaatan buta terhadap pemimpin dan tokoh, yang memandang kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang diciptakan Allah, beribadah kepada Allah sambil memikirkan apa yang ada di ufuk langit dan apa yang ada pada diri sendiri, baik berdua atau sendirian, berlandaskan pada bukti keterangan dalam berbagai penalaran, penelusuran dalam penukilan, kesaksian dalam hal-hal yang ditangkap indera dan lain-lainnya sebagaimana yang beliau uraikan secara lebih komplit dalam buku Al-Aqlu Wal-Ilmu fil-Quran.
• Penalaran yang dibangkitkan al Quran lewat berbagai petunjuk, pengarahan dan hukumnya inilah yang bisa mewujudkan kebangkitan ilmiah dan menciptakan iklim untuk memunculkan para cendekiawan yang bisa melakukan penelitian dan inovasi dalam segala bidang. Inilah yang menjadikan ilmu berintegrasi dengan iman sehingga ilmu dianggap sebagai agama dan agama sebagai ilmu. Hal inilah yang terjadi dalam peradaban Islam yang lalu dalam beberapa kurun waktu.
- Slides: 46